Miranda sedang stress berat, sejak dia bertemu Samuel, dia masih berharap apa yang disampaikan Samuel hanya ancaman.Dia merasa Bastian tidak mungkin sekejam itu padanya .Tapi ternyata kemaren dia mendapati kenyataan itu memang kejam.Dan sekarang dia kebingungan, sejak menikah dengan Bastian dia berfoya-foya tanpa jeda dan dia tidak pernah merasa harus mengatur keuangannya karena semua pengeluarannya ditanggung oleh Bastian.Jadi mulai hari ini dia harus berpikir keras bagaimana dia bisa hidup dengan uang tunjangan yang berkurang 50 persen dan tanpa kartu Black Cardnya.Samuel brengsek, Miranda memaki Samuel yang pasti sudah mempengaruhi Bastian, pengacara sombong itu kapan-kapan harus diberi pelajaran.Kini, dia masih harus berkonsentrasi menjual aset agar bisa melunasi pembayarannya ke Ray.Ahh, kenapa dia nggak dengar nasihat gengnya ya, dua orang teman yang mengingatkan agar Miranda bersabar hingga proses perceraiannya selesai baru membuat perhitungan dengan simpanan atau pacar
Sampailah mereka di sebuah hotel bintang 5 yang terkenal, dengan suasana hall yang tenang, mewah dengan aroma khas rempah-rempah yang merebak di aeluruh ruangan.Nisa segera menelepon si Abah."Bah, kamar nomor berapa?" Tanya Nisa sambil mengetuk-ngetuk jemari kakinya."Ok, Bah seperti biasa ya Bah, 50 persen masuk rekening biasanya, pakai berita : uang muka beras ya, Bah!"Nisa mengakhiri percakapannya dengan Abah. Sambil menunggu uang masuk ke rekening, mereka melihat-lihat baju di butik hotel yang ada di sebelah ruang tunggu.Nisa melihat betapa temannya memang sudah hidup bergelimang harta, biasa hidup dengan uang yang tak pernah habis.Kelihatan sekali dia melihat semua baju dengan meraba tanpa melihat harga, kalau dia tidak berkenan dia akan pergi, dan akhirnya sampai di bagian premium, kali ini pun Miranda meraba tanpa sekalipun berusaha melihat bandrol."Bagus nggak, Nis?"Nisa, mencari dan menemukan harganya 1,9 juta hanya untuk sebuah gaun santai, mehong!"Lumayan sih,
Demi bisa melunasi hutangnya ke Ray, dan demi bisa melenyapkan simpanan Bastian maka Miranda rela melakukan pekerjaan apa saja, apalagi yang memang disukainya seperti ini , tapi itu dengan catatan kalau tidak terlalu capek! Kalau yang dialaminya saat ini kelewatan capeknya.Untunglah si Abah cukup lama tertidur, hingga saat bangun, Abah kelaparan, akhirnya mereka makan terlebih dahulu, sebelum melanjutkan pertempuran mereka.Miranda memperkirakan kali ini mereka akan bermain perlahan, sekuat-kuatnya si Abah toh dia sudah berumur.Setelah makan Miranda melihat si Abah minum obat kemudian duduk bersandar memainkan ponselnya.Tahulah Miranda bahwa Abah sedang menunggu obat yang diminumnya bereaksi."Minum obat apa, Bah?""Obat kuat asli dari Arab." jawab Abah sambil tetap memainkan ponselnya."Emang ada khasiatnya?"Kali ini Abah melihat Miranda dengan seringai di wajahnya."Kalau mau diibaratkan, tadi itu kita bermain di sungai, kali ini kita akan bermain di lautan lepas," jawab Aba
Bastian terbangun dan menikmati udara pantai yang masih lembab, menikmati kesunyian yang menenangkan, alam mempersiapkan diri menyambut pagi.Bahagianya tak terperikan saat bangun dengan Almira dalam pelukannya. Dulu dia menjalani aktivitas rutinnya dengan biasa-biasa saja, bangun, makan, mandi berangkat ke kantor, membangun bisnisnya, saat malam dia akan pulang, makan dan beristirahat, tanpa punya keinginan apapun. Itu sebelum Almira hadir dalam hidupnya.Sekarang dia ingin tidur dan bangun dengan Almira dalam pelukannya, menjalani hari dengan Almira di sisinya. Dia ingin menunjukkan kepada Almira tempat-tempat yang indah yang belum pernah mereka kunjungi dan dia ingin menciptakan momen bersama. Dia tidak bisa membayangkan dia bisa menjalani hari seperti dulu saat Almira belum menjadi bagian hidupnya.Kini, sepertinya tidak mungkin dia bisa hidup normal tanpa Almira.Dia rela menukar apapun yang dimilikinya, apapun dengan Almira-nya, cintanya, hidupnya.Bastian mempererat pe
"Penggaris?"Almira terpana sambil tersenyum merona, sesering apapun mereka memadu kasih, Almira masih belum terbiasa membahas aktifitas 'dewasa' secara terbuka walaupun itu dengan suaminya tercinta.Tapi dia akan berusaha belajar dengan cepat, mengejar ketinggalannya."Nanti aja di Indonesia..." Jawab Almira dengan nada yang nanggung, berhenti di tengah kalimat.Bastian menunggu lanjutan kalimat Almira."... pakai penggaris kantor," kemudian Almira tertawa lepas, membayangkan membawa pulang penggarisnya hanya untuk itu.Kemudian Almira menatap mata suaminya, hidung, mulut, dada ..terus turun ke bawah, kembali ke mata, mereka bertatapan mesra."Bagaimana hasil penilaian anda Mrs Navarell?""So far so good, sepertinya saya tidak butuh penggaris untuk menegaskannya," Almira mengimbangi godaan suaminya."Apa ada milik saya yang kurang berkenan di hati anda, Mrs Navarell?""Tolong diralat, semua ini adalah milik saya, bukan lagi milik anda, Mr Navarell.""Oh, jadi saya tidak lagi be
Bastian melihat bahwa Almira bertahan tidak bergerak sedikitpun karena menunggu penjelasan dari Bastian.Bastian tahu dia harus jujur terhadap istrinya tapi kalau dia menceritakan apa yang ditemukannya, maka yang ada hanya kegelisahan lebih baik dia bercerita saat mereka sudah tiba di Indonesia."Ra, kau percaya padaku?" Bastian bertanya dengan sangat amat serius."Ya, aku percaya," jawab Almira mantap tanpa keraguan sedikitpun."Aku akan menceritakan padamu saat kita sudah tiba di Indonesia, ok?""Berarti ada dua hutangmu Bast, yang harus kamu ceritakan saat kita sampai di Indonesia!"'Beginilah kalau punya istri daya ingat kuat,' batin Bastian."Yang pertama tentang telepon Samuel yang menyuruhku ke kantormu, yang kedua apa yang hari ini kamu temukan, Bast!""Oke begitu kita tiba di Indonesia aku akan menceritakan semuanya, tapi jangan lupa kamu juga punya hutang yang belum lunas, Ra."Almira memandang dengan mimik bertanya yang menggemaskan."Apa, Bast?""Borgol!""Oke, aku usah
Seketika orang-orang besar menghilang dari layar, hm lucu juga, Bastian pun menempatkan ponsel di dadanya jadi dia tidak terlihat."Nah, sekarang kita cuma berdua, kakak Binta mau ngomong apa sama Mommy?""Mbak Ning ama Pak Sulyo mau punya adek kecil, Binta minta nggak boleh." Kembali bibir Binta bergetar."Binta sudah punya adik Saras kan?""Adik Binta sepelti Mommy, Binta mau adek sepelti Daddy."Almira memandang Bastian, dan bibirnya bergerak tanpa suara,"lihat ni, apa-apa minta kayak Daddy."Dari gerak bibir Almira, Bastian mengerti apa yang Almira ucapkan, Bastian merasa dadanya berdesir, bahagia rasanya tahu anak-anak begitu menyayanginya."Ya udah sayang, nanti Mommy bilang Daddy ya, tapi Binta nggak boleh sedih, nanti kasihan grandma sama grandpa sama adik Saras jadi ikut-ikutan sedih deh."Terlihat Binta sudah mulai tersenyum, hilang dari layar, kemudian tiba-tiba kembali datang sudah menggandeng tangan grandma, menyuruh grandma duduk dan naik ke pangkuan grandma."Mom
Setelah kurang lebih 16 jam perjalanan udara, ditambah 2 jam perjalanan darat, sampailah Almira dan Bastian di rumah.Sebagus-bagusnya tempat yang baru dikunjungi, tetap saja rumah adalah tempat yang paling nyaman.Hujan emas di negeri orang masih lebih memilih hujan batu di negeri sendiri.Mereka disambut Mom and Dad, karena anak-anak masih sekolah."Terimakasih Mom, Dad, sudah menemani anak-anak selama kami pergi." Berkali-kali Almira mengucapkan terima kasih, bagaimanapun kehadiran ayah ibu Bastian membuat semuanya menjadi lebih mudah. Ibu Bastian melihat anaknya dengan bahagia dan hampir menitikkan air mata. Dia melihat Bastian begitu bahagia dan sangat mencintai istrinya, duduk selalu berdampingan, berdiri tetap bersentuhan, selalu berdekatan.Ibu Bastian meninggalkan ruang keluarga, menuju ke belakang."Mom, bikin minum dulu ya." Seru ibu Bastian, berusaha meringankan suaranya hingga tidak ada seorangpun yang akan mengetahui keharuannya. "Almira aja, Mom." Almira segera berd
"Ceritanya panjang, yang pasti sejak kalian meninggalkan pantai, aku menemukan orang tua yang termenung dengan laptop terbuka yang berhiaskan wajahmu.""Aku menyewa agent untuk mengikuti orang itu, dan setelah mendapat alamat yang pasti aku datang, aku tidak bertemu tapi ternyata orang tua itu adalah Mr Philip."Saat itu telepon seluler Almira berbunyi.Almira menyalakan speakernya."Bagaimana keadaan di sana, Al?" tanya Samuel."Sudah beres Sam," jawab Almira."Syukurlah, aku akan kabari Aydan." "Tidak usah, aku sudah menghubunginya." Sela Bastian."Kok kamu nggak hubungi aku, Bast?" "Kamu tahan jarimu lima detik saja, pasti aku yang lebih dulu meneleponmu, lagian kenapa juga kamu telepon istriku dulu bukan aku?" Terdengar tawa Samuel membahana."Al, kamu dengan siapa sekarang?""Dengan_""Dengan suaminya yang sah! Kamu nggak usah mencemaskan istri orang Sam, cari istrimu sendiri!"Sambil tersenyum Almira menyuruh Samuel berbicara dalam bahasa Inggris."Buset galak banget, untun
Sepeninggal anak-anaknya, mereka berdua termenung, Mrs Philip hanya ingin mengatakan kebenaran setelah itu dia akan melanjutkan hidupnya, selagi dia masih mampu meninggalkan pria yang sudah menemaninya selama 39 tahun kehidupan perkawinan mereka."Aku tidak mengatakan siapa ayah Bastian, bukan karena aku mencintai pria itu kalau aku melindunginya darimu, juga bukan karena aku ingin menyembunyikan identitasnya, tapi karena aku tidak tahu siapa dia!" Mrs Philip memulai pengakuan yang sudah lama ingin diungkapkannya tapi tidak pernah dia menemukan keberanian untuk itu.Nampak Mr Philip terkejut luar biA mendengar penuturan istrinya."Bagaimana mungkin kau tidak tahu siapa pria yang bersamamu? Kalian harus _""Dengarkan aku!" Mrs Philip memotong kalimat suaminya, dia ngeri jika harus mendengar tuduhan tambahan yang makin menambah nyeri di hatinya. "Saat kita bertengkar hebat dan kita berpisah, aku berusaha bertahan, tapi aku semakin gila berhari-hari di rumah, akhirnya aku keluar,
Setelah Perjalanan udara yang cukup melelahkan selama hampir 22 jam, ditambah 1 jam perjalanan darat akhirnya Almira dan Bastian sampai di hotel.Mereka chek in hampir jam 22.00 waktu Indonesia, di Prancis baru jam 4 sore.Setelah selesai beristirahat yang bener-bener beristirahat, Almira segera bangun dan bersiap untuk pergi ke rumah orang tua Bastian.Bastian sengaja memilih hotel yang paling dekat dengan rumah orang tuanya agar Almira gampang pulang pergi dari hotel."Dad, aku pergi sekarang aja, biar nggak terlalu lama.""Kalau Mom minta kamu menginap gimana, Ra?"Almira berpikir kayaknya nggak mungkin dia menginap."Ternyata curhat aja bisa sampai sejauh hampir 13.000 kilometer, Ra!"Almira tersenyum tipis, kemudian mencium Bastian mesra, ingin Almira menjawab ini bukan curhat biasa, tapi tidak ada satupun kalimat yang keluar dari bibirnya."Ra, kalau Mom nggak ada langsung kamu telepon aku ya!""Iya Dad, udah bobok lagi!""Malas sendirian, Ra.""Daddy mau ke mana?""Di bar and
Hari sudah terang, anak-anak sudah berangkat ke sekolah, saat Bastian terbangun, Bastian merasa heran kenapa dia bangun dengan perasaan yang tidak enak.Setelah terdiam dan mengingat beberapa lama Bastian tahu apa yang membuat hatinya susah, nanti siang istrinya akan terbang ke Prancis, meninggalkannya dan anak-anak di Indonesia.Bastian bergegas bangun, masuk ke kamar mandi.Sepuluh menit kemudian Bastian sudah siap turun dan mencari istrinya.Mencari kemana-mana, Bastian belum juga menemukan istrinya, akhirnya Bastian ke dapur, nggak ada juga."Ning, ibu dimana?"Ning melihat majikannya, kemudian seperti berpikir."Ibu nggak bilang mau kemana Tuan, tadi sih di ruang adik baby, habis itu ke mana saya kurang tahu Tuan, saya cari dulu Tuan." Ning bergegas akan mencuci tangannya.Bastian langsung sadar, dia belum mencari ke ruang baby."Nggak usah Ning, kamu lanjutin aja kerjaanmu," kata Bastian sambil berjalan meninggalkan Ning di dapur.Kemudian Bastian menuju ruang baby, dan menemuk
"Oke, aku akan mencarikan tiket pesawat secepatnya."Kemudian Bastian menelepon Vanya, untuk memesankan pesawat untuk Almira secepatnya berangkat ke Prancis."Pakai maskapai biasanya, Sir?" tanya Vanya."Sewa pesawat saja, yang paling cepat, satu dari tiga yang biasa kita pakai, yang sudah terbukti bagus, jangan yang lain!" Perintah Bastian.'Tiap kali ada masalah mendesak baru aku terpikir untuk membeli pesawat, coba sudah direalisasikan, nggak bingung kayak sekarang,' batin Bastian.Tidak berapa lama, kembali Vanya menelepon,"Mr Navarell, mereka semua full untuk hari ini, kalau besok siang ada satu yang kosong!""Oke, langsung deal ya, urus semua, thank you!""Yes, Sir!" jawab Vanya dengan semangat.Bastian meletakkan telepon lalau menghadap istrinya."Ra, yang paling cepat bisa kita dapatkan, besok siang, ok?"Almira menganggukkan kepalanya, ada binar samar di matanya, juga ada sorot lain yang Bastian tidak bisa menterjemahkannya. "Ra, ini terakhir kamu pergi tanpa aku, paham? H
Bastian kembali dari menjenguk anaknya, wajahnya berbunga-bunga seakan ada beban yang terangkat dari hatinya.Dia ingin putranya cepat besar, agar dia bisa mengajarkan segala yang dulu dia impikan, dia ingin membimbing anaknya, bersorak dan menangis bersama, dia tahu waktu itu akan tiba, tidak sabar rasanya membuat itu segera jadi kenyataan.Saat itulah, Bastian melihat Samuel sedang menunduk, termenung di ruang tunggu, dia kira Samuel sudah pulang."Aku kira tadi kau sudah pulang, Sam!"Samuel kaget mendengar suara Bastian."Aku tadi makan siang, ini aku bawakan untukmu, kebetulan mereka menjual masakan kesenanganmu.""Mau nyogok?""Apa nyogok?" tanya Samuel."Suap, praktek suap ada undang-undang nya lho." "Nggak, aku inget aja kamu suka, nggak mau ya aku kasih Almira, siapa tahu dia mau... bahkan kalaupun dia nggak mau, untuk menjaga perasaan orang lain dia akan bilang mau." Panjang lebar Samuel membahasnya."Almira itu istriku, Sam!"Seketika Samuel tertawa keras-keras.Setelah t
Almira melihat Bastian masih belum mengiyakan, akhirnya Almira bangun dan duduk tegak, kemudian mengalungkan kedua tangannya di leher Bastian."Look into my eyes, i love you 'till my last breath Mr Navarell!" Lalu Almira mencium mesra bibir suaminya, Almira dapat merasakan tangan Bastian yang mulai memeluk pinggangnya. Almira semakin mendesakkan tubuhnya, kemudian menyusupkan kepalanya di leher Bastian dan mulailah aktivitas favorite dimulai."Dad, tiap hari pakai kaos aja, gampang," ujar Almira di sela-sela gigitannya."Hmm, Sayang...ini curang. Kalau masih discuss, belum deal...harus dibahas dulu sampai selesai, nggak boleh langsung serang gini, gimana aku bisa menang, Ra? Yang ada nyerah terus jadinya!"Almira menarik kepalanya, kemudiam memandang Bastian, hanya sejenak, kembali Almira menyasar leher suami tampannya yang semakin menggemaskan jika sedang serius berpikir. "Almira Navarell, ayolah."Kembali Almira menarik kepalanya untuk yang kedua kalinya, menengadah, menatap s
Di penghujung malam, Mom and Dad menelepon dari Prancis, Bastian tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya mendengar suara Mom and Dad, minimal orangtuanya bisa bertahan bersama di bawah satu atap, itu sudah kemajuan bukan? Dibanding kemarin-kemarin tiap kali Bastian menelepon, mereka tinggal di tempat yang berbeda."Sayang, mana anak perempuan Mom."Mendengar pertanyaan Mom, Bastian segera memindahkan telepon ke pangkuan Almira, Almira memberi isyarat agar speakernya di on-kan."Hai Momm!" Almira sangat bahagia mendengar suara mertuanya, yang begitu baik, dia tahu darimana suaminya mendapatkan kebaikan hatinya."Sayang, maafkan ya Mom belum bisa datang, rencana Mom dalam 2 minggu ke depan kalau semua urusan sudah beres baru Mom bisa ke Indo, Sayang!""Nggak apa-apa Mom, selesikan dulu aja urusan Mom, mumpung si kecil kerjaannya masih tidur mulu, pagi siang sore malam tetap tidur terus." "Iya, nanti Mom usahakan 2 minggu semua beres, biar Mom bisa bantu kamu dan Bastian di Indo."
Hari yang melelahkan tapi membahagiakan karena banyak saudara, sahabat, kolega dan teman yang datang memberi selamat atas kelahiran putra mereka."Selamat ya Bu Almira, Pak Bastian." Kalimat itu terdengar berulang-ulang sepanjang pagi hingga siang ini. "Selamat..selamat.., ini baru anak pertama ya Almira?" Salah seorang pejabat tinggi Bank Asia pun datang menjenguk di rumah sakit.Almira mengangguk, tapi Bastian segera menukas," Anak laki-laki pertama tapi anak ketiga kami.""Wow, sorry.. cepet juga Ra, kejar tayang ya." Dan mereka yang ada di ruangan pun tertawa mendengarnya.Almira ikut tersenyum, dalam hati Almira sedang bermonolog, "lihatlah betapa spesialnya suamiku, dia selalu menganggap Binta dan Saras anak kandungnya, bahkan sepertinya dia sudah lupa mereka sebenarnya keponakanku. Pria yang murah hati, dijuluki miliarder murung padahal memiliki cinta yang melimpah ruah yang diberikan dengan murah hati buat istri dan anak-anaknya.Almira memandang suaminya dan berjanji dala