"Penggaris?"Almira terpana sambil tersenyum merona, sesering apapun mereka memadu kasih, Almira masih belum terbiasa membahas aktifitas 'dewasa' secara terbuka walaupun itu dengan suaminya tercinta.Tapi dia akan berusaha belajar dengan cepat, mengejar ketinggalannya."Nanti aja di Indonesia..." Jawab Almira dengan nada yang nanggung, berhenti di tengah kalimat.Bastian menunggu lanjutan kalimat Almira."... pakai penggaris kantor," kemudian Almira tertawa lepas, membayangkan membawa pulang penggarisnya hanya untuk itu.Kemudian Almira menatap mata suaminya, hidung, mulut, dada ..terus turun ke bawah, kembali ke mata, mereka bertatapan mesra."Bagaimana hasil penilaian anda Mrs Navarell?""So far so good, sepertinya saya tidak butuh penggaris untuk menegaskannya," Almira mengimbangi godaan suaminya."Apa ada milik saya yang kurang berkenan di hati anda, Mrs Navarell?""Tolong diralat, semua ini adalah milik saya, bukan lagi milik anda, Mr Navarell.""Oh, jadi saya tidak lagi be
Bastian melihat bahwa Almira bertahan tidak bergerak sedikitpun karena menunggu penjelasan dari Bastian.Bastian tahu dia harus jujur terhadap istrinya tapi kalau dia menceritakan apa yang ditemukannya, maka yang ada hanya kegelisahan lebih baik dia bercerita saat mereka sudah tiba di Indonesia."Ra, kau percaya padaku?" Bastian bertanya dengan sangat amat serius."Ya, aku percaya," jawab Almira mantap tanpa keraguan sedikitpun."Aku akan menceritakan padamu saat kita sudah tiba di Indonesia, ok?""Berarti ada dua hutangmu Bast, yang harus kamu ceritakan saat kita sampai di Indonesia!"'Beginilah kalau punya istri daya ingat kuat,' batin Bastian."Yang pertama tentang telepon Samuel yang menyuruhku ke kantormu, yang kedua apa yang hari ini kamu temukan, Bast!""Oke begitu kita tiba di Indonesia aku akan menceritakan semuanya, tapi jangan lupa kamu juga punya hutang yang belum lunas, Ra."Almira memandang dengan mimik bertanya yang menggemaskan."Apa, Bast?""Borgol!""Oke, aku usah
Seketika orang-orang besar menghilang dari layar, hm lucu juga, Bastian pun menempatkan ponsel di dadanya jadi dia tidak terlihat."Nah, sekarang kita cuma berdua, kakak Binta mau ngomong apa sama Mommy?""Mbak Ning ama Pak Sulyo mau punya adek kecil, Binta minta nggak boleh." Kembali bibir Binta bergetar."Binta sudah punya adik Saras kan?""Adik Binta sepelti Mommy, Binta mau adek sepelti Daddy."Almira memandang Bastian, dan bibirnya bergerak tanpa suara,"lihat ni, apa-apa minta kayak Daddy."Dari gerak bibir Almira, Bastian mengerti apa yang Almira ucapkan, Bastian merasa dadanya berdesir, bahagia rasanya tahu anak-anak begitu menyayanginya."Ya udah sayang, nanti Mommy bilang Daddy ya, tapi Binta nggak boleh sedih, nanti kasihan grandma sama grandpa sama adik Saras jadi ikut-ikutan sedih deh."Terlihat Binta sudah mulai tersenyum, hilang dari layar, kemudian tiba-tiba kembali datang sudah menggandeng tangan grandma, menyuruh grandma duduk dan naik ke pangkuan grandma."Mom
Setelah kurang lebih 16 jam perjalanan udara, ditambah 2 jam perjalanan darat, sampailah Almira dan Bastian di rumah.Sebagus-bagusnya tempat yang baru dikunjungi, tetap saja rumah adalah tempat yang paling nyaman.Hujan emas di negeri orang masih lebih memilih hujan batu di negeri sendiri.Mereka disambut Mom and Dad, karena anak-anak masih sekolah."Terimakasih Mom, Dad, sudah menemani anak-anak selama kami pergi." Berkali-kali Almira mengucapkan terima kasih, bagaimanapun kehadiran ayah ibu Bastian membuat semuanya menjadi lebih mudah. Ibu Bastian melihat anaknya dengan bahagia dan hampir menitikkan air mata. Dia melihat Bastian begitu bahagia dan sangat mencintai istrinya, duduk selalu berdampingan, berdiri tetap bersentuhan, selalu berdekatan.Ibu Bastian meninggalkan ruang keluarga, menuju ke belakang."Mom, bikin minum dulu ya." Seru ibu Bastian, berusaha meringankan suaranya hingga tidak ada seorangpun yang akan mengetahui keharuannya. "Almira aja, Mom." Almira segera berd
Nampak Almira menatap suaminya. Dia bisa merasakan keberatan Bastian. "Kau salah paham, Bast.""Jelaskan.""Maksudku, nggak mungkin aku pergi meninggalkanmu Bast, kau satu-satunya pria dalam hatiku!""Yah, gitu dong jawabnya, Ra! Kenapa harus jawab 'bukan aku yang pergi' segala.""Kita tidak bisa melihat masa depan kan, Bast? Tapi aku tahu aku akan bertahan di sisimu kecuali ada yang membuatku harus pergi."Bastian merasa dadanya berdegub kencang, dia tidak senang mendengar kalimat Almira."Hidup ini pilihan Ra, selalu ada yang bisa kita pilih! Ambil atau tinggalkan.."Almira menggeleng samar."Nggak selalu..."Bastian mengangkat keningnya."Aku sudah mengalaminya, Bast. Hidup bisa begitu kejam, tanpa ada pilihan kita harus mau menghadapi apa yang kehidupan suguhkan bagi kita, kita harus menerima apa adanya.""Kita akan selalu bersama, tatap mataku! Kita akan bersama SELAMANYA, ok?" Perlahan Almira mengangguk.Bastian mencium Almira dengan ganas seakan ingin memeteraikan janji
Sebenarnya Ryan berusaha mempertahankan popularitasnya bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk banyak orang yang bergantung pada dirinya dan ketenarannya.Ada tim-nya yang berjumlah puluhan , belasan anggota pengawalannya, tim promosi, asisten rumah tangga yang dia sendiri tidak tahu pasti jumlah mereka berapa, dan masih banyak tim support yang harus memastikan tugas mereka masing-masing berjalan dengan baik saat Ryan harus rekaman atau tampil di stage!"Okelah kalau begitu, tapi kau pun harus datang, dan berjanjilah padaku, kau akan menahannya jika dia mulai tak terkendali, kau harus bertanggung jawab penuh!"Ryan White memutuskan dia akan menghadiri pembukaan klub malam mewah milik top model yang sudah satu tahun ini mengejarnya dengan tak kenal malu.Dia bukan pria yang hidup seperti pertapa tapi dia juga tidak mengumbar hasratnya seperti teman-teman sesama artis yang saking terkenalnya bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan seketika tanpa melibatkan sedikit pun
Hari masih sangat pagi saat Bastian bangun dan melihat istrinya yang tertidur nyenyak dalam pelukannya. Inilah yang selalu diimpikannya terbangun sambil memeluk tubuh hangat satu-satunya wanita yang dicintainya."Good morning, Mrs Navarell." Bastian bergumam di leher Almira sambil memeluk Almira semakin erat, seakan ingin meleburkan tubuh mereka berdua menjadi satu. Almira yang kemudian terbangun, tidak segera berbalik dia berusaha mengenali keadaan sekitarnya."Bast, kok nggak dibangunin dengan cara terfavorit saat pria membangunkan wanita? Eh salah! Cara terfavorit suami membangunkan istrinya?" gumam Almira dengan suara bangun tidurnya yang seksi."Mau?" tanya Bastian yang kini membalikkan tubuh Almira hingga separo tubuh Almira berada dibawahnya."Udah terlanjur bangun, Bast!" Kata Almira."Pura-pura aja lagi tidur, ayo.. Sayang."Almira tertawa pelan, kemudian mendorong dada suaminya perlahan."Bast, mau pipis dulu."Bastian menarik badannya kemudian telentang dan membiarka
"Mir, jangan lupa kabari Mom begitu dapat tanggal pastinya ya, Mom pasti merindukan kalian semua."Hari ini memang ayah dan ibu Bastian akan pulang, dan mereka memilih hari minggu, agar efeknya tidak terlalu terasa bagi Binta dan Saras yang sudah terbiasa bersama keluarga selain Ning dan Pak Suryo.Jika mereka pulang pada hari minggu, maka ada Bastian dan Almira yang akan bersama anak-anaknya.Mrs Philip memeluk mereka satu persatu, memeluk Almira cukup lama, kemudian berbisik di telinga menantunya."Jangan lupa pesan Mama ya, Sayang.""Iya, Mom," jawab Almira.Kemudian Mrs Philip berpelukkan dengan putranya, sangat erat!Bastian mencium dahi ibunya, dan berpesan dengan suara yang tercekat, "Hati-hati ya Mom, jaga diri baik-baik di sana, kapan pun Mom mau ke Indonesia, Mom tinggal bilang, Bastian jemput Mom." Terlihat ibunda Bastian menahan tangis, itu adalah percakapan dari hati ke hati terpanjang yang pernah Bastian ucapkan padanya sejak hubungan mereka memburuk. Kemudian me