Mendengar penuturan Hiraya, Aeri langsung naik pitam. Rahang perempuan itu mengeras dan tangannya mengepal kuat. Hiraya bisa melihat kemarahan yang tertahan dari lawan bicaranya. Akan tetapi, sebisa mungkin Aeri menetralkan ekspresi wajahnya. Dia malah tersenyum miring, menatap tajam ke arah istri mantan kekasihnya itu. "Oh benarkah? Aib apa yang kau maksud sebenarnya." Aeri berkata dengan tenang. Bahkan dia juga sempat meminum kopi latte yang memang dia pesan sebelumnya. Kini Hiraya yang balas tersenyum, dia kemudian membuka tas branded miliknya dan mengambil beberapa lembar foto-foto. Sedangkan Ernest sendiri tengah berdiri di samping Hiraya, memastikan kalau perempuan itu akan aman berhadapan dengan perempuan penuh tipu muslihat seperti Aeri. "Mungkin kau bisa lihat foto-foto ini baru akan paham," ucap Hiraya sambil menggeser foto-foto itu agar lebih dekat dengan jangkauan Aeri. Mata gadis asli Jepang itu menyipit memastikan apa yang dia lihat adalah benar. "I-ini fotoku, baga
Setelah membereskan skandal itu dan membiarkan Diamond Entertainment mengambil alih masalah tersebut. Kini Ernest dan Hiraya pulang bersama, keduanya duduk berdampingan di kabin belakang dengan perasaan yang jauh lebih lega. "Terimakasih banyak," ucap Ernest tiba-tiba di tengah perjalanan pulang keduanya. Hiraya yang semula menatap keluar jendela mobil sontak menoleh, dia memasang wajah polos. "Terimakasih untuk apa?" tanyanya. "Terimakasih karena sudah membantuku keluar dari masalah ini. Berkat kau, semua masalah yang terjadi akibat skandal itu dapat terselesaikan." Ernest berkata dengan tulus, dia juga menatap wajah Hiraya dalam-dalam. Seolah-olah tengah menyelami manik mata hitam milik gadis disampingnya. Hiraya yang ditatap seperti itu mematung sepersekian detik. Dia takjub, atau mungkin juga gugup?Karena tatapan yang dalam serta teduh itu sangat memabukkan. Apalagi dipadukan dengan wajah Ernest yang tampan paripurna. Gadis mana yang tidak akan luluh karenanya?"Ah i-itu bukan
Mobil yang dikendarai Ernest dan Hiraya melaju dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan juga belum ada yang berbicara sejak tadi. Hiraya sendiri masih memikirkan maksud ucapan Ernest sebelum mereka berangkat. Tentang Ernest yang tidak akan membiarkan Hiraya merasa sendirian atau bahkan di duakan selama mereka menjalani pernikahan kontrak itu. Hiraya tidak mau berpikiran jauh, tapi untuk apa bersikap istimewa di dalam hubungan yang sudah jelas akan berakhir?"Hiraya kenapa diam saja, kau merasa tidak enak badan?" tanya Ernest secara tiba-tiba. Dia memecah keheningan yang sejak tadi menjadi teman mereka. Ernest juga menaruh punggung tangannya di dahi Hiraya untuk mengecek suhu tubuh gadis itu. "A-aku baik-baik saja Ernest," jawab Hiraya sedikit terbata. Dia juga menyingkirkan tangan Ernest dari dahinya. "Kalau begitu kenapa diam saja, kau tidak suka kita pergi ke rumah orang tuaku?" tanya Ernest lagi, sesekali pria itu menoleh pada Hiraya meskipun tetap fiksi pada kemudi dan ja
Ernest dan sang ibu , Eun Ji mengikuti arah yang ditunjuk oleh Hiraya dengan panik. Mereka kemudian menghela nafas panjang dan mendecik setelah melihat apa yang menjadi sumber kehebohan siang itu. "Itu hanya kecoa Hiraya, kenapa harus berteriak seperti itu." Ernest menggelengkan kepalanya heran. Dia lalu menyingkirkan hewan tersebut dengan wajah yang mengejek Hiraya. Rupanya gadis yang dingin, cuek, dan begitu independen itu masih takut dengan hal sepele. "Nak, sudah jangan marahi dia, Hiraya hanya takut kan. Sudah buang kecoa itu!" Eun Ji memerintah dan Ernest menurutinya, padahal tadi dia hendak memanfaatkan hewan itu untuk menakuti sang istri. Hiraya bisa bernafas lega setelah hewan menjijikkan itu disingkirkan. Dia menoleh pada Eun Ji yang sejak tadi dia genggam tangannya."Jangan menggenggam tanganku nak!" Eun Ji berkata dengan nada yang dingin. Sontak, Hiraya terkejut dan membatu karena nada bicara sang ibu mertua yang mendadak berubah. Hiraya menundukkan kepalanya dalam-dal
Hiraya hanya menatap Ernest datar, dia lalu pergi dari kamar itu dan menuju ruang keluarga. Di sana ada Eun Ji yang tengah merajut. "Ibu, boleh aku ikut duduk?" tanya Hiraya dengan sopan. Pasalnya Eun Jo terlihat sangat serius dengan pekerjaannya hingga tak sadar dengan kehadiran Hiraya. Eun Ji lalu menoleh pada Hiraya dan dia tersenyum lalu mengangguk, mempersilakan. "Duduk saja, aku senang kau mau menemaniku." Hiraya tersenyum manis, dia duduk di depan Eun Ji yang sibuk merajut sebuah sarung tangan. "Ibu biasa membuat ini?" tanya Hiraya, dia cukup antusias dengan kegiatan yang diakibatkan ibu mertuanya."Iya, ibu biasa membuat ini untuk Ernest dan ayahnya. Apalagi ini sudah hampir musim dingin, jadi aku sudah harus mulai membuatnya." Eun ji menjawabnya dengan senyuman. Wanita itu lalu memperhatikan ekspresi Hiraya yang tampak serius. "Kau mau mencoba membuatnya?" tawar Eun Ji. "Apa boleh?" Hiraya malah balik bertanya, dia sangat hati-hati. "Tentu saja, sini cobalah!" Eun Ji l
Hiraya diam di taman belakang sore ini, setelah berbicara dengan Eun Ji tadi. Dia benar-benar kepikiran, apa jangan-jangan sahabat ayahnya yang dh Daegu bertahun-tahun lalu itu adalah ayah Ernest juga. "Kalau mereka bersahabat, benar kata pepatah dunia itu sangat sempit." Hiraya berbicara dengan dirinya sendiri. Lalu dia ingat soal kasus kecelakaan orang tuanya, pihak kepolisian daerah setempat hanya mengatakan kalau itu kecelakaan tunggal biasa karena kesalahan teknis di mobil yang dikendarai ayah dan ibu Hiraya. Tapi pihak bengkel yang menerima bangkai mobilnya menemukan kalau kabel rem, serta beberapa kabel lain di mobil itu sudah di sabotase. "Ada yang tidak beres seperti ini tapi tidak ada yang bisa aku andalkan," gumam Hiraya merasa lelah dengan kehidupannya. Karena sibuk dengan pikirannya sendiri, Hiraya sampai tidak sadar kalau Ernest sudah ada di belakangnya. "Kalau kau perlu bantuan jangan sungkan memintanya pada orang lain," ucap Ernest dari belakang. Hiraya lekas me
Ernest menolehkan kepalanya pada Hiraya, dia menatap gadis itu dengan tatapan sendu. Seperti ada rasa bersalah yang amat tertahan di matanya. "Maaf," Ucapnya lirih. Hiraya hanya diam, tidak lekas menjawab permintaan maaf Ernest yang sudah jelas-jelas tulus. "Aku tahu karena masalah ini Hiraya juga ikut di rugikan. Tapi jujur saja, dari pandangan ku tidak ada yang perlu di salahkan atas masalah ini." Yoon Jeong Hoon menengahi. Akan tetapi Eun Ji tidak setuju dengan ucapan sang suami, dia tampak keberatan. "Yang semestinya di salahkan adalah perilaku Ernest di masa lalu suami ku," imbuhnya. "Apa yang ibu katakan benar, jika saja di masa lalu aku tidak berhubungan dengan Aeri. Skandal ini pasti tidak akan terjadi," balas Ernest yang sangat menyesal. "Sudah-sudah, kita semua di rugikan. jadi jangan menyalahkan siapapun," tandas Hiraya yang tidak enak hati. Yoon Jeong Hoon menatap Hiraya dan Ernest bergantian, lalu seulas senyum terbit di wajahnya. "Kau harus bersyukur mendapat ist
Hiraya hanya bisa diam, dia benar-benar tidak bisa menjawab apapun. Pertanyaan Ernest ini sukses membuat degup jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya.Mungkin di bibir Hiraya bisa berbohong kalau dia tidak memiliki perasaan apapun pada Ernest. Tapi jika di hati, siapa yang tahu?"A-aku--""Tidak perlu kau jawab jika memang tidak mau," tukas Ernest dengan cepat lalu menjauhkan diri dari Hiraya. Baru saat itulah Hiraya bisa bernafas lega, dia merasa kewalahan jika harus berdekatan dengan Ernest seperti tadi. "Hiraya tidurlah di sini, aku akan tidur di bawah saja." Ernest yang mulai menyadari rasa kantuk Hiraya mempersilahkan gadis itu tidur di ranjang. Mereka sudah terbiasa berada di kamar terpisah, tapi di rumah orang tua Ernest mereka tidak bisa seperti itu. Bisa-bisa orang tua Ernest akan menaruh curiga atas pernikahan mereka. "Ah tidak-tidak lebih baik kamu saja yang di sini, aku bisa tidur di bawah. Sudah tidak apa-apa Ernest," tolak Hiraya cepat. "Kamu perempuan pasti t
Lee Hyun tengah diinterogasi oleh pria yang tidak asing lagi bagi Hiraya, yaitu Seung Jo. Sementara di luar ruangan, tepatnya di tempat dia berdiri ada Ernest dan juga Hae Sun yang tengah melihat semuanya. Ruangan itu memang dipisahkan oleh sekat berupa kaca, sehingga memungkinkan proses interogasi itu disaksikan oleh orang lain. "Hiraya kau harus dengar apa yang dikatakan Lee Hyun sekarang!" Perintah Hae Sun. Sementara Ernest yang ada di sampingnya hanya diam, memandang ke arah Hiraya dengan tatapan yang sulit diartikan. Hiraya pun menurut dan memperhatikan ke depan, tepat di mana Lee Hyun dan Seung Jo. Brak!Seung Jo menggebrak meja yang menghalanginya dan Lee Hyun. Tatapannya tajam begitu melihat mantan asisten sahabatnya itu. "Kau tahu apa yang sudah kau lakukan itu keterlaluan Lee Hyun! Sekarang jelaskan kenapa kau menjebak Ernest!"Lee Hyun malah menyungging senyum miring saat mendengar pertanyaan Seung Jo yang jelas-jelas mengandung kebencian. "Itu tidak keterlaluan Seu
Di sisi lain, Seung Jo tengah menatap garang ke arah dua orang detektif bayaran yang disewa Hiraya. Saat ini aktor bermarga Kang itu memang tengah berada di rumahnya. Dia sengaja memanggil Hae Sun dan Lee Rang untuk dia interogasi. "Apa kalian yakin kalau bukti-bukti memang mengarah pada Ernest?" Tanya Seung Jo dengan nada yang dingin. Lee Rang dan Hae Sun menundukkan kepalanya, mereka tengah duduk bersebelahan. Sementara Seung Jo ada didepan mereka. "Be-benar Tuan Kang! Semua itu memang mengarah pada Ernest, jadi kami juga tidak bisa apa-apa." Hae Sun memberanikan diri untuk menjawab. Seung Jo manggut-manggut, kemudian dia memeriksa beberapa bukti yang ditemukan. Salah satunya adalah pakaian, serta mobil yang dikendarai oleh 'pelaku' saat menyabotase mobil Nam Gil Hyeon di rumahnya sebelum kecelakaan itu terjadi. "Pakaian ini memang sama seperti milik Ernest, aku pernah melihatnya beberapakali. Dan mobil ini juga mobil yang sama dengan miliknya, tapi apa kalian tidak merasa cur
Pukul delapan malam Ernest sudah bersiap dan menunggu kedatangan Hiraya di tempat yang sudah mereka sepakati. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Hiraya datang dengan wajah yang datar mendekati Ernest. Mereka akhirnya memilih untuk duduk ditepi kolam renang yang ada di hotel tersebut."Katakan apa yang ingin kau katakan Ernest, jangan berlama-lama membuang waktuku!" Tegas Hiraya begitu mereka duduk di tepi kolam renang. Keduanya memang duduk berdampingan, tapi dengan jarak yang cukup jauh. Sekitar satu meter jarak antara keduanya. Mendengar ucapan tegas dari Hiraya, Ernest hanya bisa patuh. Lagi pula untuk saat ini hanya penjelasan seperti ini saja yang bisa dia berikan pada Hiraya. "Jadi Hiraya, aku tidak tahu menahu soal kecelakaan yang dialami orang tuamu. Saat kejadian, aku memang berada di kawasan yang sama dengan mereka yakni Itaewon-ro, Yongsan-gu."Ada jeda di kalimat Ernest, dia masih ingat betul apa yang dia lakukan saat itu. Sebab dia juga sedang syuting drama yang cukup berk
Tepat setelah mengatakan kalimatnya, Ernest merobek surat perjanjian itu didepan wajah Hiraya. Buka hanya satu kali, pria itu justru merobeknya berkali-kali hingga menjadi kepingan. "Kita tidak membutuhkan surat ini lagi karena bagiku pernikahan kita berlaku untuk selamanya. Aku mencintaimu Hiraya Carlisle, kau milikku sekarang dan selamanya!" Hiraya membulatkan matanya sempurna ketika mendengar perkataan Ernest. Tidak seperti gadis lain yang akan sangat bahagia mendapatkan cinta dari artis tampan nan mapan sepertinya. Hiraya justru ogah-ogahan mendengarkannya"Apa kau sedang mempermainkan aku? Kamu tiba-tiba mengatakan hal seperti ini, untuk apa?" Hiraya mengerutkan keningnya tidak menjelaskan jalan pikiran sang suami. "Hiraya aku sungguhan mengatakan hal ini, jadi biarkan aku bicara dan tolong percayalah." Ernest melipat dua tangannya memohon pada Hiraya. Gadis itu diam, Ernest kemudian menghela nafas panjang. Mungkin dia harus mengatakannya dengan pelan-pelan, dengan begitu pa
"A-apa maksud mu nona, aku hanya melakukan hal yang benar kan?" Seok Hyeon bertanya hati-hati, jujur dia paling takut kalau road managernya itu marah. Meski laki-laki dan lebih tua dari Yoshi, pria itu tidak berani dengan gadis keturunan Jepang-Korea Selatan yang kalau marah sangat susah dikendalikan. Seok Hyeon tidak mau menjalani hari-hari dengan omelan Yoshi untuk satu minggu kedepan."Hal yang benar ya? Apa menurutmu benar ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain! Mereka itu sudah dewasa jadi untuk apa kamu ikut campur. Ingat Seok Hyeon kamu punya hidup sendiri yang harus diurus juga!" Yoshi melotot dan mengeraskan suaranya satu oktaf dari sebelumnya. Seok Hyeon hanya diam dan menundukkan kepalanya, memang kemarahan Yoshi adalah ketakutan terbesarnya dalam industri hiburan. "Jangan merasa kamu bisa menyelesaikan masalah mereka, sampai-sampai kamu lupa mengurus kehidupanmu sendiri. Karena ikut campur dengan mereka kamu hampir saja melupakan jadwal mu," imbuh Yoshi masih
Beberapa menit sebelumnya, tepat di bandara internasional Incheon. Hiraya merasa kepalanya sangat berat dan memutuskan untuk ke kamar mandi sebentar, karena itulah dia justru ketinggalan pesawat. "Ah apa yang harus aku lakukan, Hiraya Carlisle kenapa kamu ceroboh!" Hiraya kesal pada dirinya sendiri. Dia tengah duduk di terminal dengan pasrah, saat ini dia membutuhkan seseorang untuk bersandar. Hiraya benar-benar merindukan kedua orang tuanya sekarang. Biasanya disaat-saat yang berat seperti sekarang, Hiraya pasti akan bersandar pada bahu keduanya. Tapi sekarang gadis itu harus bisa menahan semuanya sendiri. Setidaknya untuk saat ini, sampai dia kembali ke Indonesia esok hari. Terpaksa Hiraya harus kembali memesan tiket untuk pulang ke Indonesia, tapi sayangnya tidak ada jam penerbangan ke Indonesia lagi hari ini. "Bagaimana ini, aku harus menunggu sampai besok jika ingin pulang. Ah sebaiknya aku pergi untuk menginap di hotel saja," gumam Hiraya sambil menarik kopernya keluar are
Menyadari bahwa ada hal yang salah dengan semua ini. Seok Hyeon memang buru-buru datang ke rumah Kang Seung Jo. Aktor sekaligus kepala polisi itu tengah duduk di rumahnya pagi ini saat Seok Hyeon datang. "Jadi, kau merasa ada yang salah di sini?" Tanya Seung Jo lagi. Dia perlu memastikan kalau sahabatnya juga memiliki pemikiran yang sama dengannya. Seok Hyeon mengangguk penuh semangat, dia memang sangat yakin kalau ada yang tidak beres. "Aku yakin ada kesalahpahaman di sini. Bisa-bisanya orang yang mencurigakan seperti Lee Hyun malah menjadi saksi atas kasus kecelakaan orang tua Nona Hiraya?"Seung Jo terdiam sejenak, dia juga memikirkan hal yang sama. "Tapi, bagaimana bisa hasil penyelidikan Hae Sun dan Lee Rang merujuk pada nama Ernest jika bukan dia pelakunya?" Keduanya lalu terdiam sejenak, sebab saling melontarkan pertanyaan tanpa ada yang berniat menjawab lebih dulu. Kemudian Seok Hyeon kembali bersuara dengan tenang. "Semuanya bisa saja terjadi jika memang sudah direncanaka
"Salah apalagi maksudmu Tuan Hwang?" Tanya Yoshi dengan wajah yang menelisik. Hwang Dong Hae menghela nafas panjang, "Aku yakin ada kesalahpahaman di sini. Jadi ku mohon kau tenangkan sahabat mu itu sampai semua masalah yang ada disini terselesaikan! Bilang juga padanya untuk berhenti bersikap kekanak-kanakan!"Ada kilatan amarah yang ada di mata Tuan Hwang, dia tengah menahan emosi yang sudah sampai di ubun-ubun. Pria itu tahu ada yang tidak beres di sini, tapi satu hal yang dia sayangkan. Mengapa Hiraya bisa dengan mudah menelan semua informasi itu bulat-bulat tanpa ia pertimbangkan lagi?Diwaktu yang bersamaan Ernest terengah-engah berlari masuk ke gedung agensi Diamond Entertainment. Suasana ramai sudah mulai tersedia karena agensi itu selalu memulai pekerjaannya diwaktu yang masih sangat pagi.Kaki panjang sang aktor berjalan menuju ruang kerja Yoshi yang memang bersebelahan dengan ruangan sang istri. Tanpa mengucap salam atau basa-basi Ernest langsung bertanya pada Yoshi yang t
Nafas Hiraya memburu karena menahan amarahnya, dia mengendarai mobil dengan kecepatan penuh menuju rumahnya. Dia benar-benar muak berada di sini, terutama dengan Ernest dan segala sandiwaranya.Tangan gadis itu kemudian bergerak untuk mengambil ponselnya. Segera dia melakukan panggilan telepon meski dengan satu tangan, karena tangan yang satu harus mengemudi. "Yoshi bisa tolong ke rumahku sekarang, aku ingin meminta bantuan." Hiraya menelpon Yoshi ditengah perjalanan, dia harap temannya itu bisa membantu dia kali ini. Tanpa menunggu jawaban dari Yoshi, gadis itu menutup sambungan telepon dan melanjutkan perjalanan.Setelah dua puluh menit berkendara Hiraya sampai di rumah orang tuanya dan langsung turun dari mobilnya dengan tergesa-gesa.Hiraya langsung membuka laptopnya dan mengetikkan surat di sana, setelahnya dia mulai mengemasi barang-barangnya dan bersiap meninggalkan Korea Selatan untuk kembali ke Indonesia. Ting tong!Bel rumah Hiraya berbunyi, menandakan Yoshi telah sampai.