"Ingat Nona Hiraya, kalau aku bisa saja menyentuhmu kapan saja aku mau. Jadi tolong, jangan ingatkan aku tengang perjanjian pranikah itu lagi!" Ernest berkata dnegan tegas sambil terus menggendong Hiraya masuk ke villa.
Mendengar perkataan Ernest bulu kuduk Hiraya berdiri, sekarang kata 'menyentuh' lebih horor dari pada film Suzanna."I-iya aku tidak akan mengatakannya lagi," cicit Hiraya mengindari tatapan mata Ernest yang tajam.Pria itu membawa Hiraya ke sebuah kamar yang ada di vila tersebut, jantungnya seperti akan melesat dari tempatnya.Ernest mendudukkannya di tepi ranjang dan melepas jas yang dia kenakan. Suasananya menjadi sangat canggung sekarang. Beberapa hari lalu mereka hanya sebatas rekan kerja, hubungan mereka tak lebih dari aktor dengan road managernya saja. Tapi kini, mendadak mereka jadi suami-istri!"Tidurlah, disitu sudah ada pakaian ganti. Aku tidak tahu bagaimana selera pakaianmu jadi aku pilihkan beberapa potong pakaian yang bisa kamu pakai." Ernest menunjuk goodie bag putih yang ada disudut meja.Hiraya hanya mengangguk kecil dan beringsut untuk mengambilnya, dia benar-benar takut berdekatan dengan Ernest."Aku ada dikamar sebelah, kamu bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu," ucap Ernest dan pergi begitu saja.Hiraya membuang nafas lega, untunglah nasib baik berpihak padanya hari ini. Jika tidak dia akan merutuki dirinya seumur hidup karena telah berani menjalani pernikahan kontrak dengan aktor seperti Ernest."Ya Tuhan! aku membutuhkan dokter jantung sekarang," desis Hiraya sambil memeluk erat goodie bag yang ada ditangannya.Dia kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan memakai salah satu piyama yang diberikan Ernest untuknya. Setelah lima belas menit, dia sudah bersiap untuk tidur. Hiraya meringkuk dibalik selimut dan hanyut ke alam mimpi.Pagi-pagi sekali Hiraya sudah terbangun karena hawa dingin yang begitu menusuk, dia melihat ke sudut ruangan dan menghela nafas panjang."Pantas saja dingin, AC itu menyala." Hiraya bangun dan membereskan tempat tidurnya.Dia menghentikan kegiatannya karena teringat pada Ernest, mungkinkah dia sudah pergi meninggalkannya?"Sepi sekali, apa Ernest sudah pergi?" Hiraya bergumam bertanya pada dirinya sendiri dan pergi ke kamar sebelah untuk mengecek keberadaan Ernest.Kamar tersebut rupanya telah kosong, Hiraya gelagapan dibuatnya. Gadis itu tidak tahu sedang berada di daerah mana. Lagipula dia tidak membawa ponsel atau kendaraan pribadi. Lalu bagaimana dia bisa pulang?Tidak mau menunggu lama Hiraya kemudian pergi membersihkan diri dan bersiap-siap untuk meninggalkan vila tersebut.Dengan terburu-buru Hiraya menuruni anak tangga untuk keluar, dia akan mencari penjaga vila untuk meminta bantuan padanya."Aku harus segera menemui penjaga dan meminta diantarkan pulang saja, si Ernest itu memang kurang ajar. Bisa-bisanya dia meninggalkan aku di tempat ini." Hiraya menghentikan aksi menggerutunya karena melihat Ernest yang masih tertidur pulas diatas sofa lantai satu villa tersebut.Hiraya berjalan mendekati Ernest sedikit takut, dia berdiri disampingnya menunduk dan memastikan kalau pria itu baik-baik saja."Apa dia benar-benar tertidur? atau mungkin dia malah mati!" Hiraya panik sendiri karena pikiran buruknya yang suka berpikiran yang tidak-tidak.Hiraya terpaku beberapa saat melihat wajah Ernest yang begitu tampan. Rahang kokoh, kulit putih lengkap dengan alis tebal dan hidung mancungnya membuat Hiraya berdecak kagum. Dilihat dari dekat Ernest jauh lebih tampan dari artis Korea yang dulu sangat dia kagumi.Pandangannya kemudian turun, perhatiannya tertuju pada bibir tipis kemerahan yang memberi kesan seksi pada pria setinggi 178 cm itu. Hiraya menelan ludahnya sendiri mencoba membuang jauh-jauh pikiran anehnya."Hus-hus Hiraya, kenapa kamu berpikir seperti itu." Hiraya mengibaskan tangannya seolah membersihkan pikiran kotor yang hinggap di kepalanya.Merasa terganggu Ernest yang masih setengah sadar langsung bangun dan terduduk. Hiraya yang sangat terkejut justru terduduk disampingnya.Mata keduanya beradu beberapa detik, jarak mereka terlalu dekat. Hiraya bisa merasakan hembusan nafas Ernest yang menyapu wajahnya."Siapa yang kamu sebut sudah mati?" Suara khas bangun tidur keluar dari mulut Ernest, dengan mata yang masih menyipit dia menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya."A-aku hanya--" Hiraya terbata-bata saat mengatakannya, dia kemudian berdiri tapi karena lantai vila licin tubuh Hiraya justru terjatuh menimpa Ernest."Belum ada 24 jam nona tapi kamu sudah melanggar perjanjian itu. Katanya dilarang ada kontak fisik," ledek Ernest menahan tawa.Hiraya buru-buru berdiri dan mengusap tengkuknya mengurangi rasa gugup. Dia menyesali perbuatannya pagi ini, belum ada sehari bersamanya dia sudah mempermalukan diri sendiri di depan Ernest."Tidak! Itu hanya kebetulan, aku tidak sengaja melakukannya." Hiraya menghindari kontak mata dengan Ernest.Pria itu lalu duduk dengan tegap memandangi Hiraya yang masih setia memunggunginya."Kamu menyentuhku." Ernest berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan Hiraya sambil terkikik kemudian berjalan ke lantai atas meninggalkan Hiraya yang masih mematung ditempatnya.Siang harinya Hiraya sudah kembali ke gedung Diamond Entertainment. Kali ini dia harus segera mengurus skandal yang menjerat Ernest. Minggu ini juga pria itu sudah harus bekerja seperti biasa, jangan sampai ada yang terhambat hanya karena skandal yang berlarut-larut."Lee Chung Seo, bisakah kau memberiku kontak pimpinan redaksi dari broadcaster yang memberitakan skandal Ernest?" tanya Hiraya pada Lee Chung Seo yang memang tengah berada di satu ruangan bersamanya."Tentu nona, aku akan berikan. sebentar," jawab pria itu dengan ramah. Kemudian berkutat pada komputer di depannya beberapa menit."Ah jangan lupa soal majalah yang memberitakan Ernest juga! kita harus benar-benar membereskan berita sampah itu," sambung Hiraya lagi.Lee Chung Seo yang mendengar itu hanya mengangguk dan melakukan tugasnya dengan baik. Skandal yang menimpa Ernest ini melibatkan banyak orang untuk mengurusnya.Di tengah-tengah pekerjaannya, sebuah telepon masuk ke ponsel Hiraya. Mata gadis itu melirik untuk melihat siapa yang sudah menelfonnya. Setelah tahu, dia segera berdiri dan meraih ponselnya."Chung Seo, aku ada di balkon. Tolong kalau ada yang mencari ku suruh mereka menunggu!" Hiraya berpesan pada Lee Chung Seo sebelum dia melangkah ke balkon yang memang masih satu jalur dengan ruangan tempat dia bekerja."Baik Nona!" Lee Chung Seo mengangguk paham.Sesampainya di balkon, Hiraya menggeser tombol hijau untuk mengangkat telepon."Halo, kau sudah dapatkan informasinya?" tanya Hiraya dengan cepat begitu sambungan telepon terhubung.["Tentu saja, karena itu aku menghubungi mu."] Jawab seseorang dari seberang sana."Cepat katakan apa yang sebenarnya terjadi pada mobil kedua orang tua ku di hari mereka kecelakaan?" tanya Hiraya lagi, tapi kali ini lebih mendesak.["Ada jejak bahwa mobil Mercedez Benz e-class milik ayahmu disabotase oleh orang yang profesional. Dilihat dari hasilnya, itu adalah pekerjaan dari orang yang memang sudah terbiasa melakukan hal itu."]Mata Hiraya terbelalak sempurna, dia bahkan menutup mulut dengan tangan karena terkejut. Rupanya benar, kecelakaan hebat yang membuat ayah dan ibunya terluka itu bukan kecelakaan biasa. Hal ini sesuai dengan kecurigaannya, dua bulan lalu saat kecelakaan itu terjadi."Hah sial! Lalu apa kau sudah tahu siapa pelakunya?" tanya Hiraya lagi.["Belum, tapi yang jelas pelakunya tidak sendirian dan mereka masih bebas berkeliaran di Korea Selatan sekarang."]Hiraya menggigit bibir bawahnya menahan emosi, kedatangannya ke Korea Selatan bukan sepenuhnya mencari pekerjaan memang. Dia sengaja datang untuk membuktikan kecurigaannya tentang kecelakaan orang tuanya."Siapapun dia, akan aku pastikan orang itu menderita. Tidak mungkin aku menyia-nyiakan waktu ku selama berada di sini. Lagi pula, untuk mencari bukti itu aku harus terjerat dengan pernikahan kontrak!"Hiraya memutuskan untuk pulang saat jam menunjukkan pukul empat sore. Mau dipaksakan bagaimana pun dia juga sadar kalau skandal Ernest tidak bisa selesai hanya satu hari. Perempuan itu berjalan keluar bersama Yoshi. Hiraya terkejut ketika keluar dari lobi gedung agensi Diamond Entertainment. Langkahnya mendadak terhenti karena kaki jenjang seorang pria menghalangi jalannya. Yoshi yang sejak tadi tertawa bersamanya mendadak diam, nyalinya ciut dan berdiri dibelakang Hiraya. "Mau kemana kamu?" Suara bariton khas milik pria berdarah asli Korea Selatan itu. Hiraya mendecak sebal, dia membenarkan mantel yang dia kenakan kemudian sedikit memajukan tubuhnya untuk melihat wajah Ernest. "Siapa kamu?" Hiraya melontarkan pertanyaan yang membuat Ernest mengerjapkan matanya, bingung!Bagaimana bisa Hiraya lupa dengan dirinya, apa karena kejadian pagi tadi jadi dia mendadak amnesia? Bagaimana bisa Hiraya lupa padanya yang kini berstatus suaminya sendiri?"Apa yang kamu katakan, aku ini Yoon J
Karena desakan dari Yoshi dan sisi kemanusiaannya yang terusik akhirnya Hiraya setuju untuk ikut bersama dengan Ernest. Rupanya pria itu telah membeli sebuah hunian mewah dikawasan elit Hangnam-dong, Seoul. Tempat yang sudah terkenal dengan fasilitas sultan tanpa perlu dijelaskan lagi.Mobil keduanya terparkir sempurna diparkiran dan Hiraya dengan malas mengikuti langkah Ernest. "Kenapa kita harus ke sini?" Hiraya membuang muka ketika menanyakannya. Ernest menoleh ke arah Hiraya yang tampak begitu kesal, dia mendadak berhenti dan membuat Hiraya menabrak tubuhnya karena gadis itu tidak fokus dengan jalannya."Aduh!" Pekik Hiraya memegangi kepalanya, dia melotot menatap Ernest yang berekspresi datar."Kamu bertanya kenapa kita harus ke sini? Ini adalah tempat terbaik dan paling nyaman di Seoul. Kamu tidak mau tinggal di sini?" tanya Ernest berang, dia tidak bisa mengerti isi kepala Hiraya. "Apa kamu pikir rumah-rumah yang ada selain di kawasan ini tidak nyaman? Kamu hanya membuang-b
"Untuk apa kita pergi ke Indonesia?" Tanya Hiraya pada Ernest yang tengah menunggu keputusannya. Ernest meletakkan alat makannya di meja, menatap lurus wajah perempuan itu. "Aku hanya ingin menemui orang tuamu, kita sekarang keluarga. Jadi apa salahnya jika berkunjung?"Hiraya malah mendecik pelan mendengar itu, karena bagi dirinya. Tidak akan ada yang berubah dalam kehidupannya, karena dia dan Ernest hanya menikah kontrak. Hiraya datang ke Seoul bukan untuk berkeluarga. "Kita hanya pasangan kontrak Ernest, jadi tidak perlu melakukan itu!" Tegas Hiraya lalu berdiri, dia bangkit dari duduknya tanpa menyelesaikan makan malam. Perempuan itu segera masuk ke dalam kamarnya sendiri tanpa menoleh lagi pada Ernest yang masih terpaku di tempatnya. Pria itu harus punya cukup kesabaran untuk menghadapinya. Ernest juga memijit pelipisnya perlahan, dia merasa frustrasi karena skandal yang menimpa karirnya. Di saat sedang ada di puncak, skandal itu harus memorak-porandakan semuanya. "Kira-kira
Ernest merasa jantungnya berdebar-debar kencang, dia juga sudah mulai sulit mengendalikan diri. Yang ada di otaknya kali ini hanya pintu unit rumahnya, dia harus kembali masuk. Tangan kanan pria itu sudah terulur meraih kenop pintu."Ernest, kami ingin mewawancarai mu!"Salah satu awak media sudah berhasil mendekat, dia menyodorkan handphone untuk merekam hasil wawancara. Ernest semakin panik, dia semakin kesulitan mengendalikan emosi. Pria itu memilih diam, hal itu dilihat oleh Hiraya. Dia merasakan ada yang janggal dari sikap Ernest. "Hiraya bisa kah kau urus ini dulu?" Tanya Ernest yang berbisik di telinga Hiraya. Perempuan itu menoleh, dia tidak terlalu paham tapi memilih untuk mengangguk. "Tentu," jawabnya. Setelah itu Hiraya menoleh pada awak media yang sudah berkumpul didepan mereka di jarak kurang dari dua meter. "Nona Hiraya, kau istri Ernest. Kami juga ingin meminta keterangan mu!"Hiraya tersenyum sekilas,"Tentu saja tapi sepertinya tidak sekarang. Hari ini Ernest ada j
Montgomery, nama media massa yang saat ini ada di dalam kepala Hiraya. Perempuan itu tengah berpikir keras apa kira-kira alasan yang tepat untuk dia datang ke tempat itu. "Hiraya," panggil Ernest cukup keras ketika dia sudah selesai melakukan pemotretan. Hiraya yang tengah melamun pun terlonjak kaget. "I-iya?" "Ada apa denganmu, kenapa malah melamun?" Tanya Ernest yang kini berdiri didepannya. Hiraya tersenyum kikuk, dia kemudian menjawab pelan. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya terkejut," jawabnya sembari berjalan keluar dari gedung pemotretan. Ernest juga berjalan dibelakangnya, "Tadi aku sudah memanggilmu dengan pelan, tapi kau tidak dengar jadi aku sedikit mengeraskan suaraku." "Jadi kau sudah selesai sejak tadi?" Hiraya bertanya sembari menoleh dan berhenti tepat di basement gedung. Ernest pun mengangguk, karena setidaknya dia sudah selesai sejak tiga puluh menit lalu. "Ya, aku selesai di jam setengah dua tadi. Dan sekarang sudah jam dua siang."Hiraya menepuk dahinya sendiri,
Hiraya terkejut, dia diam beberapa saat. Nama detektif bayaran itu cukup familiar ditelinganya. Ernest yang menyadari adanya perubahan ekspresi dalam diri Hiraya pun ikut berhenti, dia menoleh pada perempuan disampingnya itu dengan wajah penuh tanda tanya. "Ada apa Hiraya, kau mengenal nama itu?" Tanya Ernest. Hiraya segera menggeleng, kesadaran kembali menamparnya setelah tadi sibuk dengan pikirannya sendiri. "Tidak, aku tidak mengenalnya. Hanya saja aku cukup terkejut Tuan Hong Dae sampai menyewa detektif bayaran juga," kilah Hiraya. Padahal sebenarnya, Hiraya bukan hanya mengenal nama detektif bayaran itu. Tapi lebih dari sekedar kenal, dia malah bekerja sama dengannya. "Oh begitu ya," balas Ernest sembari kembali berjalan mengikuti asisten bosnya itu. Ketiganya lalu sampai, Chung Seo mengetuk pintu ruangan Hwang Dong Hae terlebih dahulu, sinyal bahwa ada yang ingin masuk. Tok tok tok!"Tuan, Ernest dan Hiraya izin masuk." Lee Chung Seo memberi tahu, tapi masih ada di dekat
Hae Sun mengerutkan keningnya dalam, dia saja tidak bisa mengenali pira dalam rekaman cctv itu dengan sekali lihat. Bagaimana bisa Hiraya mengenalinya dengan mudah. "Jangan mengada-ada, coba lihat baik-baik dulu. Jangan sampai nanti kita malah salah tuduh," ucapnya memperingatkan. Hiraya memutar bola matanya malas, sebenarnya apa yang dikatakan Hae Sun ada benarnya. Tapi, Hiraya tidak bohong soal pria itu yang tampak familiar. "Bagaimana sudah kau perhatikan baik-baik?" tanya Hae Sun lagi. Hiraya mengangguk, "Sudah." "Memangnya kau kenal pria ini?" Hae Sun memperhatikan wajah Hiraya dengan seksama. "Aku tidak mengenalinya, tapi jujur saja pria ini benar-benar tidak asing bagiku. Sepertinya aku pernah melihat postur tubuh seseorang yang persis seperti ini," jelas Hiraya dengan jujur. "Ah mungkin hanya sebatas mirip," tandas Hae Sun. Karena memang dia tidak mau mengandalkan insting saja dalam penyelidikan. Bisa-bisa, dia salah menangkap pelaku. Hae Sun lalu melipat tangannya dide
Ernest tidak segera menjawab pertanyaan dari dua rekannya dan juga Yoshi, dia malah berlari menuju kamarnya dan mengetuk pintu cukup kencang. Pria itu bermaksud untuk memberitahu Hiraya lebih dulu terkait apa yang dia ketahui. Tok tok tok!"Hiraya buka pintunya, Hiraya ada yang ingin aku bicarakan padamu!" Seru Ernest sembari terus mengetuk pintu dengan keras. Untungnya tidak perlu waktu lama, Hiraya sudah keluar dan menghentikan aksi heboh Ernest. Gadis itu bingung saat melihat wajah Ernest yangs sangat serius, tapi juga ada kemarahan yang tersirat di sana. "Ada apa?" tanya Hiraya dengan nada yang tenang, dia juga menoleh ke arah balkon tempat teman-teman Ernest berada, bermaksud mencari tahu lewat mereka. Ernest memegang pundak Hiraya bahkan sedikit menekannya, emosi pria itu bisa Hiraya rasakan hanya dengan gestur tubuh dan juga nafasnya yang memburu. "Ini soal skandal mu?" tanya Hiraya hati-hati, karena memang skandal itu membuat Ernest semakin sensitif. Ernest mengangguk me
Lee Hyun tengah diinterogasi oleh pria yang tidak asing lagi bagi Hiraya, yaitu Seung Jo. Sementara di luar ruangan, tepatnya di tempat dia berdiri ada Ernest dan juga Hae Sun yang tengah melihat semuanya. Ruangan itu memang dipisahkan oleh sekat berupa kaca, sehingga memungkinkan proses interogasi itu disaksikan oleh orang lain. "Hiraya kau harus dengar apa yang dikatakan Lee Hyun sekarang!" Perintah Hae Sun. Sementara Ernest yang ada di sampingnya hanya diam, memandang ke arah Hiraya dengan tatapan yang sulit diartikan. Hiraya pun menurut dan memperhatikan ke depan, tepat di mana Lee Hyun dan Seung Jo. Brak!Seung Jo menggebrak meja yang menghalanginya dan Lee Hyun. Tatapannya tajam begitu melihat mantan asisten sahabatnya itu. "Kau tahu apa yang sudah kau lakukan itu keterlaluan Lee Hyun! Sekarang jelaskan kenapa kau menjebak Ernest!"Lee Hyun malah menyungging senyum miring saat mendengar pertanyaan Seung Jo yang jelas-jelas mengandung kebencian. "Itu tidak keterlaluan Seu
Di sisi lain, Seung Jo tengah menatap garang ke arah dua orang detektif bayaran yang disewa Hiraya. Saat ini aktor bermarga Kang itu memang tengah berada di rumahnya. Dia sengaja memanggil Hae Sun dan Lee Rang untuk dia interogasi. "Apa kalian yakin kalau bukti-bukti memang mengarah pada Ernest?" Tanya Seung Jo dengan nada yang dingin. Lee Rang dan Hae Sun menundukkan kepalanya, mereka tengah duduk bersebelahan. Sementara Seung Jo ada didepan mereka. "Be-benar Tuan Kang! Semua itu memang mengarah pada Ernest, jadi kami juga tidak bisa apa-apa." Hae Sun memberanikan diri untuk menjawab. Seung Jo manggut-manggut, kemudian dia memeriksa beberapa bukti yang ditemukan. Salah satunya adalah pakaian, serta mobil yang dikendarai oleh 'pelaku' saat menyabotase mobil Nam Gil Hyeon di rumahnya sebelum kecelakaan itu terjadi. "Pakaian ini memang sama seperti milik Ernest, aku pernah melihatnya beberapakali. Dan mobil ini juga mobil yang sama dengan miliknya, tapi apa kalian tidak merasa cur
Pukul delapan malam Ernest sudah bersiap dan menunggu kedatangan Hiraya di tempat yang sudah mereka sepakati. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Hiraya datang dengan wajah yang datar mendekati Ernest. Mereka akhirnya memilih untuk duduk ditepi kolam renang yang ada di hotel tersebut."Katakan apa yang ingin kau katakan Ernest, jangan berlama-lama membuang waktuku!" Tegas Hiraya begitu mereka duduk di tepi kolam renang. Keduanya memang duduk berdampingan, tapi dengan jarak yang cukup jauh. Sekitar satu meter jarak antara keduanya. Mendengar ucapan tegas dari Hiraya, Ernest hanya bisa patuh. Lagi pula untuk saat ini hanya penjelasan seperti ini saja yang bisa dia berikan pada Hiraya. "Jadi Hiraya, aku tidak tahu menahu soal kecelakaan yang dialami orang tuamu. Saat kejadian, aku memang berada di kawasan yang sama dengan mereka yakni Itaewon-ro, Yongsan-gu."Ada jeda di kalimat Ernest, dia masih ingat betul apa yang dia lakukan saat itu. Sebab dia juga sedang syuting drama yang cukup berk
Tepat setelah mengatakan kalimatnya, Ernest merobek surat perjanjian itu didepan wajah Hiraya. Buka hanya satu kali, pria itu justru merobeknya berkali-kali hingga menjadi kepingan. "Kita tidak membutuhkan surat ini lagi karena bagiku pernikahan kita berlaku untuk selamanya. Aku mencintaimu Hiraya Carlisle, kau milikku sekarang dan selamanya!" Hiraya membulatkan matanya sempurna ketika mendengar perkataan Ernest. Tidak seperti gadis lain yang akan sangat bahagia mendapatkan cinta dari artis tampan nan mapan sepertinya. Hiraya justru ogah-ogahan mendengarkannya"Apa kau sedang mempermainkan aku? Kamu tiba-tiba mengatakan hal seperti ini, untuk apa?" Hiraya mengerutkan keningnya tidak menjelaskan jalan pikiran sang suami. "Hiraya aku sungguhan mengatakan hal ini, jadi biarkan aku bicara dan tolong percayalah." Ernest melipat dua tangannya memohon pada Hiraya. Gadis itu diam, Ernest kemudian menghela nafas panjang. Mungkin dia harus mengatakannya dengan pelan-pelan, dengan begitu pa
"A-apa maksud mu nona, aku hanya melakukan hal yang benar kan?" Seok Hyeon bertanya hati-hati, jujur dia paling takut kalau road managernya itu marah. Meski laki-laki dan lebih tua dari Yoshi, pria itu tidak berani dengan gadis keturunan Jepang-Korea Selatan yang kalau marah sangat susah dikendalikan. Seok Hyeon tidak mau menjalani hari-hari dengan omelan Yoshi untuk satu minggu kedepan."Hal yang benar ya? Apa menurutmu benar ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain! Mereka itu sudah dewasa jadi untuk apa kamu ikut campur. Ingat Seok Hyeon kamu punya hidup sendiri yang harus diurus juga!" Yoshi melotot dan mengeraskan suaranya satu oktaf dari sebelumnya. Seok Hyeon hanya diam dan menundukkan kepalanya, memang kemarahan Yoshi adalah ketakutan terbesarnya dalam industri hiburan. "Jangan merasa kamu bisa menyelesaikan masalah mereka, sampai-sampai kamu lupa mengurus kehidupanmu sendiri. Karena ikut campur dengan mereka kamu hampir saja melupakan jadwal mu," imbuh Yoshi masih
Beberapa menit sebelumnya, tepat di bandara internasional Incheon. Hiraya merasa kepalanya sangat berat dan memutuskan untuk ke kamar mandi sebentar, karena itulah dia justru ketinggalan pesawat. "Ah apa yang harus aku lakukan, Hiraya Carlisle kenapa kamu ceroboh!" Hiraya kesal pada dirinya sendiri. Dia tengah duduk di terminal dengan pasrah, saat ini dia membutuhkan seseorang untuk bersandar. Hiraya benar-benar merindukan kedua orang tuanya sekarang. Biasanya disaat-saat yang berat seperti sekarang, Hiraya pasti akan bersandar pada bahu keduanya. Tapi sekarang gadis itu harus bisa menahan semuanya sendiri. Setidaknya untuk saat ini, sampai dia kembali ke Indonesia esok hari. Terpaksa Hiraya harus kembali memesan tiket untuk pulang ke Indonesia, tapi sayangnya tidak ada jam penerbangan ke Indonesia lagi hari ini. "Bagaimana ini, aku harus menunggu sampai besok jika ingin pulang. Ah sebaiknya aku pergi untuk menginap di hotel saja," gumam Hiraya sambil menarik kopernya keluar are
Menyadari bahwa ada hal yang salah dengan semua ini. Seok Hyeon memang buru-buru datang ke rumah Kang Seung Jo. Aktor sekaligus kepala polisi itu tengah duduk di rumahnya pagi ini saat Seok Hyeon datang. "Jadi, kau merasa ada yang salah di sini?" Tanya Seung Jo lagi. Dia perlu memastikan kalau sahabatnya juga memiliki pemikiran yang sama dengannya. Seok Hyeon mengangguk penuh semangat, dia memang sangat yakin kalau ada yang tidak beres. "Aku yakin ada kesalahpahaman di sini. Bisa-bisanya orang yang mencurigakan seperti Lee Hyun malah menjadi saksi atas kasus kecelakaan orang tua Nona Hiraya?"Seung Jo terdiam sejenak, dia juga memikirkan hal yang sama. "Tapi, bagaimana bisa hasil penyelidikan Hae Sun dan Lee Rang merujuk pada nama Ernest jika bukan dia pelakunya?" Keduanya lalu terdiam sejenak, sebab saling melontarkan pertanyaan tanpa ada yang berniat menjawab lebih dulu. Kemudian Seok Hyeon kembali bersuara dengan tenang. "Semuanya bisa saja terjadi jika memang sudah direncanaka
"Salah apalagi maksudmu Tuan Hwang?" Tanya Yoshi dengan wajah yang menelisik. Hwang Dong Hae menghela nafas panjang, "Aku yakin ada kesalahpahaman di sini. Jadi ku mohon kau tenangkan sahabat mu itu sampai semua masalah yang ada disini terselesaikan! Bilang juga padanya untuk berhenti bersikap kekanak-kanakan!"Ada kilatan amarah yang ada di mata Tuan Hwang, dia tengah menahan emosi yang sudah sampai di ubun-ubun. Pria itu tahu ada yang tidak beres di sini, tapi satu hal yang dia sayangkan. Mengapa Hiraya bisa dengan mudah menelan semua informasi itu bulat-bulat tanpa ia pertimbangkan lagi?Diwaktu yang bersamaan Ernest terengah-engah berlari masuk ke gedung agensi Diamond Entertainment. Suasana ramai sudah mulai tersedia karena agensi itu selalu memulai pekerjaannya diwaktu yang masih sangat pagi.Kaki panjang sang aktor berjalan menuju ruang kerja Yoshi yang memang bersebelahan dengan ruangan sang istri. Tanpa mengucap salam atau basa-basi Ernest langsung bertanya pada Yoshi yang t
Nafas Hiraya memburu karena menahan amarahnya, dia mengendarai mobil dengan kecepatan penuh menuju rumahnya. Dia benar-benar muak berada di sini, terutama dengan Ernest dan segala sandiwaranya.Tangan gadis itu kemudian bergerak untuk mengambil ponselnya. Segera dia melakukan panggilan telepon meski dengan satu tangan, karena tangan yang satu harus mengemudi. "Yoshi bisa tolong ke rumahku sekarang, aku ingin meminta bantuan." Hiraya menelpon Yoshi ditengah perjalanan, dia harap temannya itu bisa membantu dia kali ini. Tanpa menunggu jawaban dari Yoshi, gadis itu menutup sambungan telepon dan melanjutkan perjalanan.Setelah dua puluh menit berkendara Hiraya sampai di rumah orang tuanya dan langsung turun dari mobilnya dengan tergesa-gesa.Hiraya langsung membuka laptopnya dan mengetikkan surat di sana, setelahnya dia mulai mengemasi barang-barangnya dan bersiap meninggalkan Korea Selatan untuk kembali ke Indonesia. Ting tong!Bel rumah Hiraya berbunyi, menandakan Yoshi telah sampai.