Tubuh Moreau tersentak ke dinding ketika dia menghadapi lumatan bibir yang dahsyat. Cahaya samar - samar di satu ruang temaram, terasa begitu ingin merekam bayangan dari tubuh mereka yang saling bersentuhan. Ujung tangan Abihirt nyaris menyusuri seluruh bagian ... dari tulang rusuk, dan sekarang pria itu menyusupkan ruas jemari tangan untuk merekat di rambutnya, menekan Moreau lebih dekat, menikmati sensasi gerah dari gerakan bibir yang merampas.
Panas seolah melilit gairah mereka sekadar saling menelanjangi satu sama lain. Moreau tidak cukup berani melakukan hal tersebut. Malah menggantung pada situasi putus asa saat dorongan untuk melucuti kain di tubuhnya membuat Abihirt terjebak; potongan pakaian mana yang akan pria itu singkirkan pertama kali, tetapi kemudian Moreau terkejut oleh lengan yang terangkat. Abihirt merenggut bagian atasan, lalu melempar ke sembarang tempat. Masih menyisakan bra maupun celana kain yang lembutMoreau menatap lurus ke depan mendeteksi Abihirt sedang berusaha melucuti kain tersisa. Dalamannya ikut tergoler jatuh dan mungkin sudah terdampar di atas lantai ruang merah. Sebuah pukulan tak terduga, menyengat, panas, membuat tubuh Moreau tersentak kaget. Dia menahan napas saat keheningan di sekitar mereka begitu sayup – sayup. Reaksi yang mencuak ke permukaan masih seperti di awal saat pukulan dengan tempo yang sama menyambar bokongnya. Moreau mengepalkan tangan, bersikeras menahan sekecil apa pun suara keluar dari bibir. Dia bahkan menunduk, menenggelamkan wajah. Membiarkan kedua tangan yang terikat, menekuk, timpah tindih di atas kasur. “Aku ingin kau mengerang, Moreau.” Suara serak dan dalam Abihirt telah berubah parau oleh gairah. Pria itu menawarkan tamparan di sisi yang sama dengan keras. Moreau nyaris terlonjak, saat demikianlah dia memalingkan wajah, menatap setengah kosong ke dinding. Ti
Moreau ragu, takut, membayangkan kalau – kalau Abihirt akan langsung menolak permintaannya. Pria itu masih diam, menunggu beberapa saat seolah sedang mempelajari sisa bagian tertunda di antara mereka. Tidak ada lagi yang bisa dipertanyakan. Kebutuhan seks sudah terpenuhi. Secara gamang Moreau memang sudah memberi pelayanan, meski dia tidak tahu apakah ayah sambungnya merasa puas atau mungkin ... perlu perdebatan tertentu yang tidak dia temukan menjadi aliran penting. “Ini bukan tempat tidur yang nyaman, jika kau memang ingin tinggal semalam.” Separuh pengetahuan Moreau mengenai apa pun di kediaman Abihirt bukanlah prospek bagus. Dia bahkan tak mengerti bagian ‘tidak nyaman’ mana yang dimaksud, sementara ranjang yang mereka gunakan barusan sentuhannya terasa jauh lebih lembut dari kasur di kamar sendiri. Moreau tidak akan menyangkal apa pun, terlepas apakah dia terlalu berlebihan menanggapi atau tidak. Seharusnya itu be
Ada keraguan di balik pertanyaan Moreau. Dia tetap memperjuangkan hak mengajukan hal tersebut. Berpikir Abihirt akan mengatakan sesuatu, yang seperti saat ini sedang bersarang di puncak kepalanya. Malahan, hampir tanpa peringatan pria itu menjatuhkan bokong duduk di pinggir ranjang. “Ya, ibumu akan mencariku.” Moreau mengernyit. Ucapan Abihirt adalah jawaban kontradiktif. Dia tak mengerti apa korelasi antara pria itu mengkhawatirkan perncarian Barbara, tetapi masih tetap di sini, di sampingnya, nyaris tanpa jarak memisah, dengan wajah setengah berpaling. Membiarkan kontak mata mereka menjadi satu – satunya tindakan terakhir, sebelum Moreau menarik napas dan mengatakan sesuatu. “Lalu, kenapa kau tidak langsung pergi?” Dia tidak akan bisa menahan diri dari kebutuhan melewati krisis membingungkan. Iris kelabu Abihirt langsung bergerak. Berhenti di satu titik, di mana rayuannya menar
“Kau dari mana saja, Abi? Aku menghubungimu sejak tadi, tapi ponselmu selalu sibuk.” Antusiame Barbara tidak terkalahkan ketika dia menghadang suaminya dari pintu masuk. Abihirt selalu rapi dan juga tidak pernah tersisip pengaruh saat pria itu berjalan dengan ekspresi wajah datar. Dia segera mengambil lengan yang tergoler di samping tubuh suaminya, mengapit erat sambil beriringan masuk ke dalam kamar. Jujur saja, Barbara dapat menebak ke mana Abihirt pergi, tetapi dia memang ingin menambahkan narasi sensitif. Tahu suaminya tidak menyimpan banyak percakapan selain melonggarkan kerah kemeja dan melucuti jas hitam yang kontras. Sebuah kombinasi yang jauh berbeda dari sikap Samuel. Sangat bertolak belakang sehingga Barbara tidak menyimpan gemuruh bersalah ketika dia sesungguhnya hanya mencari pelampiasan. Bersama Abihirt dapat membuat pasar ekonomi berada di garis subtansial. Sementara hanya kepada Samuel-lah, perhatian terasa begitu nyata. Barbara tidak ingin kehi
“Kau hampir membuatku ketahuan.” Barbara menjatuhkan bokong ke pinggir ranjang sambil memijit keningnya lembut. Kekehan Samuel, seolah pria itu menggemari tantangan. Andai Samuel merasakan langsung kejutan dari rasa penasaran Abihirt, rasanya Barbara ingin tahu apakah pria itu masih cukup berani tertawa lepas di seberang sana atau tidak. “Sudah bercanda-nya, Sam. Katakan, kenapa kau menghubungiku?” tanyanya hingga gelak tawa Samuel beranjak samar – samar. [Masalah kantor. Kerja sama antara aku dan Mr. Halland tidak berakhir baik. Proyek kami disabotase. Keparat kaya itu meminta ganti rugi. Perusahaanku hampir mangkrak, bagaimana aku bisa membayar dengan harga yang fantastis?] Helaan kasar dari Samuel membuat Barbara mengangkat sebelah alis tinggi. “Jadi, apa yang bisa kubantu?” tanyanya hati – hati, sesekali akan melirik pintu kamar mandi.
Abihirt seharusnya tidak mengatakan Moreau bersamanya. Tuntutan pasti membuat pertanyaan Barbara terdahulu harus dilewati lebih cerdik. Kebiasaan wanita itu sudah dikenali sangat baik. Selalu menguji sesuatu yang telah diketahui. Ya, setidaknya semacam suatu tindakan yang diyakini adalah kebutuhan mererai sesuatu. “Dia bersamamu tadi. Bagaimana mungkin kau tidak tahu?” “Karena aku hanya menjemputnya. Kami pergi memperbaiki jaket yang kau rusak. Setelah itu Moreau tidak memintaku untuk mengantarnya pulang.” “Benarkah? Kalau begitu, ke mana Moreau pergi?” “Aku tidak tahu.” Kening Barbara yang mengernyit terungkap jelas di hadapan Abihirt. Itu tidak menjadi bagian paling berpengaruh. Mata kelabunya segera melirik ke layar ponsel sendiri. Sebuah pesan masuk membayangi pengetahuan yang telah berakhir sampai di ujung. [Permintaan Anda sudah saya kerjakan, Mr. Lincoln. Seluruh tanggung jawab akan dialihtangankan terhadap Sam Cooperation. Semua berjalan sangat baik dengan mereka te
“Kau tidur sangat nyenyak.” Kali pertama ayah sambungnya memberi komentar. Moreau dapat merasakan wajah yang hampir memanas. Bertanya – tanya apakah Abihirt sejak tadi memandanginya saat masih tertidur? Itu seharusnya tidak terjadi. Dia menyakinkan sebuah kenyataan ... malu. Tindakan Abihirt bukan sesuatu yang termasuk ke daftar pantas, mungkin tidak akan dibiarkan terulang. “Mengapa kau ada di sini?” Dengan petunjuk yang akan hilang, Moreau mengambil keputusan penuh tekad mengajukan pertanyaan. Dia menunggu. Berikut, hal mendatang justru Abihirt menyerahkan sesuatu yang diambil dari saku jas ke hadapannya. Sebuah kartu yang tidak pernah asing setelah malam terlarang itu. Kartu yang pernah diserahkan kepadanya begitu terburu - buru. Namun, Moreau menolak untuk menerima. “Apa ini?” Dia bertanya sambil setengah bangun diliputi sebelah lengan yang menekuk di atas ranjang. “Untuk berjaga – jaga jika kau masih tak ingin pulang.”
“Aku harus pergi. Emma akan datang menemui sebentar lagi.” Tidak ada yang sanggup Moreau raih. Dia tak bisa menendang kebisuan, apa lagi hanya terpaku menatap bahu ayah sambungnya telah menjauh. Abihirt nyata – nyata sedang terburu dari cara membuka pintu kamar, yang kemudian dirapatkan kembali. Hanya perlu waktu seperkian detik, maka secara bergilir ... seorang wanita paruh baya masuk menyerahkan senyum ramah, dan membuat Moreau menyimpulkan pertanyaan di benaknya. “Selamat pagi, Nona. Saya Emma. Tuan Abi ingin Anda menikmati sarapan di sini.” Tidak salah lagi. Moreau sedikit gugup menatap wanita paruh baya di hadapannya, tetapi dia tak menolak saat Emma datang mendekat sambil membawa sarapan pagi di atas nampan, lengkap diliputi tindakan hati – hati saat menyerahkan sepiring roti panggang dengan tomat dan serrano ham. Sebuah hindangan yang tampaknya lezat. Moreau hampir lupa bagaimana cara mengalihkan pandangan. Dia mengerjap, lalu mema
Kali pertama mendengar pernyataan Abihirt, kelopak mata Barbara mengerjap cepat. Hampir tidak menyangka tentang hal yang telah mereka lewatkan. Dia tahu suaminya jauh lebih sering menghabiskan waktu bersama Moreau—dan itu sungguh meninggalkan banyak kecemburuan tidak tertahankan. Cukup puas bahwa dia bisa melewati saat – saat di mana mengendalikan diri dari kebutuhan melampiaskan amarah. Sungguh, sampai mati pun, Barbara tidak akan menyerahkan Abihirt kepada Moreau. Dia tidak akan pernah mengalah. Kemenangan harus selalu berada di tangan. Persetan dengan mengorbankan yang lainnya. “Baiklah. Ke mana kau akan membawaku?” tanya Barbara sembari mengikuti langkah Abihirt menuju mobil. Mereka datang terpisah. Miliknya sendiri sedang terparkir di sisi halaman lain, tetapi mereka bisa mengatur situasi. Bukan masalah besar meminta Gabriel menyelesaikan tugas tertunda. Abihirt tidak mengatakan apa – apa sepanjang perjalanan, tetapi Barbara mengenali setiap detil tempat yang
“Pelacur kecil itu sudah tidak mau denganmu. Apa yang kau harapkan lagi darinya?” Sejak awal, tujuan Barbara adalah menghancurkan kehidupan Moreau dan membuat hubungan gadis itu bersama suaminya retak. Dia mengambil langkah yang tepat setelah meyakinkan Moreau bahwa Abihirt terlibat dalam keputusan ini. Tadi, betapa tatapan itu penuh luka. Moreau telah meninggalkan mereka. Sekarang konflik terhadap hubungan yang seharusnya baik – baik saja terus beterbangan. Paling tidak, Barbara cukup puas, walau segala sesuatu yang dia rencanakan tidak sepenuhnya lancar. Ada hasrat untuk membuat Moreau benar – benar mendapat pelajaran berharga. Dia ingin orang – orang melempari gadis itu dengan apa pun sebagai kemungkinan terburuk—anggap saja suatu penghinaan hebat. Sungguh, kemunculan Abihirt sangat tidak tepat. Mereka sedang dihadapkan badai tensi yang meningkat. Barbara tahu cepat atau lambat Abihirt akan menjadikannya target utama. Sial. Dia sama sekali tidak tahu kal
Barbara bertanggung jawab atas situasi yang sedang mereka hadapi, tetapi yang tidak Moreau mengerti; mengapa? Bukankah Abihirt juga terlibat? Apa lagi yang diinginkan sehingga pria itu bersikap seakan sedang didesak kebutuhan menuntut Barbara. Mungkin ibunya berusaha menjebak suami sendiri karena seharusnya mutahil bagi Abihirt bersedia membuka aib perselingkuhan ini? Yang juga akan mempengaruhi reputasi di masa mendatang. “Aku tahu kau datang untuk menghadiri program ulang tahun mendiang ibumu. Tapi, nanti. Setelah aku menyelesaikan pelacur kecil ini. Bukankah kau sendiri juga sudah setuju?” Sesuatu yang keras seperti berusaha mencecoki tenggorokan Moreau. Dia mengira masih ada sedikit harapan, tetapi reaksi Abihirt yang tampak tidak akan langsung menyangkal, seakan memberinya banyak petunjuk. Pria itu hanya ... melirik ke arah Gabriel, kemudian berkata, “Bubarkan tamu undangan.” Sudah cukup. Moreau merasa muak jika harus mempertahankan kepercayaan dalam dirinya k
“Jika ayahmu masih di sini, Moreau. Kurasa, dia akan mendapat serangan jantung mendadak karena menerima informasi seperti ini, bahwa putri kesayangannya, putri kecil yang selalu dimanjakan olehnya, sanggup menjual diri demi seorang pria beristri. Kurasa, arwahnya pun tidak akan tenang selama menyaksikan apa yang kau lakukan di muka bumi ini.” Sial. Belum ada satu pun hal sanggup Moreau katakan, tetapi kesalahan Barbara sangat tidak bisa dimengerti kali ketika wanita itu melibatkan ayahnya. “Jika ayahku masih ada di sini. Kau tidak akan mungkin menikahi lagi, Mom. Atau kau mungkin ingin bermain api di belakangnya, sama seperti yang kau lakukan di belakang Abi?” “Tutup mulut sialanmu!” Tamparan keras lainnya, membuat wajah Moreau benar – benar berpaling dengan kasar. Saraf – saraf di sekitar pipi terasa kebas. Dia membeku di tempat. Namun, semua yang dia katakan memang benar. Perselingkuhan ini tidak akan terjadi, andai wanita itu juga bisa menjaga diri dari h
Barbara tidak akan berhenti. Itu masalahnya. Betapa wanita itu tampak dilingkupi pelbagai antusiasme meluap – luap, seolah masih begitu banyak hal tidak terungkapkan, sementara Moreau merasa dia tidak akan bisa menerima peristiwa seperti ini lebih lama. Semua akan berakhir jauh lebih kacau, tetapi bagaimana dia bisa menghentikan ibunya terhadap kebutuhan untuk mengungkapkan kebenaran di hadapan banyak orang? Sikap konfrontasi dalam dirinya seketika menjadi tumpul. Tidak ada suara penyangkalan yang bisa digunakan sekadar tidak menjebak kondisi sendiri menjadi lebih rumit. Tidak dimungkiri, Moreau cukup takut menyaksikan begitu banyak tatapan kemarahan nyaris di seluruh penjuru gedung. “Kalian semua mungkin tidak percaya terhadap apa yang kukatakan di sini.” Lagi. Suara Barbara kembali mencuak ke permukaan. Senyum wanita itu tampak begitu puas; seperti telah memastikan kalau – kalau kemenangan sudah berada di tangan. “Aku punya bukti.” Kembali meneruskan. Waj
Moreau dapat merasakan bagaimana Juan memegangi kakinya dengan erat, sementara dia berada pada posisi cukup tinggi di udara. Kedua lengan lentik Moreau bergerak diikuti irama musik. Semua berjalan seperti yang mereka rencanakan. Seharusnya .... Seharusnya tidak lama lagi menuju tari penutupan, tetapi tiba – tiba bayangan tubuh Barbara naik ke atas panggung membingungkan siapa pun yang menyadarinya. Wanita itu membersihkan tenggorokan di depan mic, seperti memang sengaja, kemudian lagu berhenti berputar. Demikian pula, gerakan Moreau dan Juan kompak berhenti di tempat. Sedikit yang dia tahu, proses acara Abihirt tidak berjalan seperti ini. Tidak ada riwayat agenda di mana Barbara tampil di atas panggung diliputi kebutuhan bicara di sana, seolah ada hal yang telah wanita itu rencanakan dan mereka sama sekali tidak mendapat petunjuk tentang apa pun itu. “Aku tahu kalian semua pasti bingung dengan keberadaanku di sini, terutama karena aku baru saja menghentikan para atli
Ini waktu – waktu yang ditunggu. Moreau berulang kali mengendalikan ketegangan dalam dirinya. Sedikit tidak menyangka jika Abihirt akan membuat program acara yang terlihat luar biasa penuh persiapan. Mungkin—memang, keberadaan dia dan Juan di sini tergolong bukan kali pertama. Di saat – saat terakhir latihan, mereka lebih sering menghabiskan waktu di lapangan secara langsung; melakukan gladi bersih dan kotor. Semua selalu dalam pengawasan Anitta. Pun ... terkadang Abihirt melibatkan diri ketika pria itu memiliki waktu luang. Ya, tidak dimungkiri mereka jarang terlibat dalam pertemuan langsung. Sepertinya Abihirt terlalu sibuk, sehingga mereka cenderung melakukan kontak lewat sambungan telepon. Moreau juga tidak terlalu memikirkan karena dia benar – benar serius dengan beberapa urusan penting; ujian masuk perguruan tinggi masih menjadi desakan krusial yang dilakukan Barbara. Namun, juga tak menyangkal ada keganjilan spesifik dari sikap ibunya. Ntahlah. Barangkali dia m
“Aku tidak mau,” Moreau berkata dengan nada tegas, sementara respons Abihirt di balik pintu, membuat antisipasi dalam dirinya meningkat pesat. Pria itu sungguh akan membuat celah lebih besar dan dia harus mati – matian menahan diri. “Sepertinya aku lebih senang kau bersikap kaku dan dingin, Daddy.” Napas Moreau pendek – pendek ketika menambahkan komentar terhadap sikap Abihirt. Pintu semakin didorong dan dia hampir tidak memiliki kemampuan khusus mempertahankan apa yang seharusnya. Mengalah. Itu terdengar lebih adil daripada membiarkan semua berakhir dengan sangat buruk. Senyum begitu samar di wajah Abihirt ketika pria itu melangkahkan kaki masuk, lalu mengunci pintu dari luar; sangat meninggalkan sesuatu untuk Moreau sesali. Kali ini, dia tidak akan terpukau. Percuma. Lekuk bibir pria itu hanya seperkian detik, bahkan nyaris tidak ada kesempatan sekadar mengaguminya. “Abi, lepaskan aku!” Moreau berteriak keras ketika Abihirt mengangkat tubuhnya menuju ba
Abihirt bergerak tentatif. Itu meninggalkan banyak sensasi tak terjabarkan. Moreau merasa inti tubuhnya terisi penuh. Dia bahkan mengeratkan cengkeraman saat tempo pinggul ayah sambungnya semakin cepat. Tumbukkan Abihirt benar – benar nikmat. Moreau bisa mendengar sendiri bagaimana suaranya nyaris mendekati desahan panjang, tetapi Abihirt seperti menginginkannya mengeluarkan respons lebih banyak. Tangan pria itu dengan mantap meremas payudara yang terlempar ke pelbagai arah, membuat wajah Moreau segera terangkat. Abihirt memainkan beberapa bagian sensitif di tubuhnya dengan baik dan pria itu tahu kapan harus berhenti maupun tidak, seperti ingin menguji sejauh mana dia bisa menahan diri untuk tidak memohon kepada ayah sambungnya. “Engh—Abi ....” Kelopak mata Moreau memejam, menikmati saat – saat luapan kenikmatan akan meledak. Dia membiarkan kedua kaki mengapit pinggul seksi pria itu. Abihirt masih bergerak. Kali ini ditambahkan ciuman yang mendarat di bibirnya.