Pria itu luar biasa berada di tengah ledakan antusias untuk merayu-nya. Sesekali Moreau akan menepis apa pun yang coba Juan sajikan begitu dekat. Pria itu tidak kehabisan akal meski pergulangan terasa percuma. Moreau selalu berhasil melarikan diri dari suatu tindakan memaksa—bukan semacam pelarian nyata; hanya terkadang memberi Juan cubitan ringan supaya pria itu diam, kemudian kembali duduk bersandar di kursi restoran. Moreau bahkan tidak ingat kapan reaksi murni Juan telah membawa pria itu menjulang di hadapannya.
“Cobalah sedikit. Aku tahu kau tidak akan tahan.” Lagi. Moreau menipiskan bibir, hampir tanpa sadar tidak dapat menahan diri. Rasanya dia ingin mencubit kulit tangan Juan lagi, sekuat mungkin, agar pria itu berhenti, membebaskannya dari tuntutan tidak menyenangkan. “Tidak, Juan! Aku sudah berulang kali bilang kepadamu ... aku sedang diet. Jangan coba – coba menggodaku.” Keinginan untuk menjaga porsi makan dipengaruhi oleh pernTetapi ini tidak akan mengejutkan. Froy punya kebiasaan mendatangi restoran yang sama. Moreau hanya tak sanggup meraih kapan terakhir mereka sempat berkencan di tempat serupa, di sini, lalu bagaimana pria itu berujung memutuskan hubungan yang dia pikir akan bertahan sampai beberapa waktu. Ternyata tidak. “Aku harap Tuhan tidak memberiku petunjuk untuk mendatangi tempat ini, tapi aku malah duduk bersamamu di sini. Bersikaplah seolah kau tidak melihat apa pun, Juan!” Suara Moreau nyaris seperti berbisik. Dia mengerti Froy sedang mencari meja tersisa setelah tidak melakukan reservasi lebih dulu, meski datang bersama wanita hamil. Moreau juga tidak akan terkejut. Itu sering kali dia alami. Biasanya mereka akan menemukan meja di pojokan. Dia sangat mendambakan Froy mendapat tempat yang dibayangkan, lebih bagus lagi ... andai pria tak melihatnya. “Apa itu Moreau?” Tiba – tiba suara Lewi di kejauhan menambahkan aliran listrik
“Kau masih punya perasaan kepadanya atau bagaimana?” Pertanyaan Juan tidak terdengar seperti benang simpatisan selang perjalanan mereka di ruang terbuka. Moreau merasa lega bahwa dia tidak harus berurusan lagi dengan apa pun. Sudah cukup satu hari yang panjang. Hal mengenai Froy sudah tidak relavan terhadap hidupnya. Dia tidak ingin terus dibayangi masa lalu, hubungan, dan segala sesuatu yang telah selesai. Juan tak semestinya menanyakan sesuatu, ntah pria itu masih diliputi rasa penasaran atau apakah Moreau masih menyimpan segenap perasaan gersang. Tidak. Dia tidak akan pernah mengakuinya. Tidak setelah Froy mengambil peran besar. Pria itu telah bermain api di belakang. Andai, Moreau tak terjerembab ke dalam kebutuhan untuk meluapkan segala bentuk perasaan di hari itu. Dia mungkin tidak akan pernah berurusan langsung bersama Abihirt. Tidak akan tidur bersama pria tersebut satu malam sebelum pernikahan ibunya. Moreau menipiskan bibir membayangkan sebagian prospek
“Baiklah, Daddy.” Moreau tidak keberatan jika dia harus menciptakan insiatif mengenai situasi yang sedang dihadapi. Mendapati mata kelabu itu menatap tajam ke arahnya memang bukan harapan khusus. Semua terjadi secara murni dan karena dia tahu penyebab utama, sengaja memilih diam hingga Abihirt mengajukan satu pertanyaan usang. “Siapa yang memintamu memakai panggilan seperti itu?” “Aku sendiri. Tapi itu juga seperti apa yang kau tulis di ponselku. Supaya aku terus mengingatmu sebagai ayah sambungku. Maka tidak apa – apa memanggilmu daddy. Bukan begitu, Daddy?” Risiko terasa begitu dekat di bagian akhir. Moreau tahu ini tidak bagus. Hanya saja, dia masih tertarik menyerahkan rayuan. Abihirt terlalu sanksi untuk menerima sesuatu yang tidak termasuk ke dalam daftar rencana pria itu. Barangkali mendapat pelajaran baru atau mungkin terkejut menghadapi keberanian Moreau yang padahal hampir seperti biasanya. “Kau sudah setuju akan membawaku bertemu Pipao, Daddy
Sekelebat pertanyaan bersarang di benak Moreau selama melewati pelbagai protokol kesehatan. Segala hal diberikan langsung oleh Abihirt. Pria itu bahkan menyemprotkan disinfektan nyaris di seluruh tubuh mereka, memastikan agar dia setuju untuk mengenakan pakaian pelindung yang lengkap. Ada masker dan sarung tangan ... saat ini sedang difokuskan membalut di telapak tangan Moreau, yang akhirnya bersih, meski dia tak akan bisa menahan diri lebih lama lagi. “Kenapa aku harus memakai semua ini?” tanyanya lambat. Abihirt hampir selesai, kemudian melirik dengan singkat. “Kau ingin bertemu panda, ini yang harus kau selesaikan.” Moreau sudah mengira pria itu tidak akan mengatakan apa pun. Sekarang dia sedikit mengerti tentang proses keamanan. Tidak terlalu dalam. Masih tersisa beberapa hal untuk ditanyakan. “Kenapa?” Bagi Moreau, ini semacam aturan ketat. Dia tidak terbiasa berada di situasi seperti ini. Apa lagi ... ada sebuah krisis di mana benaknya sedikit t
Moreau ragu, tetapi dia tetap mengulurkan tangan mengusap bulu yang tersaring oleh lapisan sarung lateks. “Aku lihat Chicao masih di rumah. Caroline kadang – kadang bersamanya. Mengapa tidak kau bawa kemari? Bukankah itu sama seperti memberi Pipao teman?” Lagi. Selalu dia yang memulai pembicaraan. Moreau menatap Abihirt serius, berharap ini terakhir kali pria itu mendiaminya. Tetapi ya, sebuah penantian tidak sia – sia ketika dia mendapat pertanyaan sarat nada menuduh. “Kau ingin aku mengambil risiko ganti rugi jika terjadi sesuatu kepada Pipao?” “Yang penting tidak ada urusannya denganku.” Moreau mengedikkan bahu, seakan ini bagian terpenting untuk dikuasai. Mata kelabu Abihirt yang menatap penuh kewaspadaan meningkatkan sensasi mendarah daging. Moreau ingin pria itu segera memalingkan pandangan, sedikit tak menyangka jika akan ada penambahan dari suara serak dan dalam ayah sambungnya. “Kau datang kemari untuk mengunjungi Pipao atau hanya bertanya sepanjang waktu?” “Aku
“Ibumu beruntung sekali. Sudah mendapatkan berondong, kaya pula. Aku yakin Mr. Lincoln menghabiskan nominal fantastis untuk membayar biaya sewa panda. Menurutmu, kira – kira apakah dia akan keberatan jika aku ingin berkunjung?” Rayuan Juan terdengar tidak masuk akal ketika pria tahu itu jawaban seperti apa yang akan mereka dapatkan. Moreau sendiri hampir mendekati pengecualian. Dia tidak ingin menghadapi sikap ayah sambungnya yang sanksi, andai mencoba menuruti keinginan Juan. Tidak ada hak istimewa dan Moreau juga tak berniat membawa hubungan pernikahan Barbara sebagai harga jual. Itu tak akan mempan atau dia akan mendapat perkara baru saat berharap menyelesaikannya dengan harapan. “Panda milik Abi tidak dipelihara di rumah ibuku, Juan. Kau tahu itu, dan kalaupun di sana, aku yakin kau juga akan keberatan bertemu ibuku. Benar, kan?” tanya Moreau sambil sesekali menatap ekspresi masam Juan. Mereka melewati lorong studio Mrs. Smift setelah pelbagai proses penguk
“Mengapa Abi tidak ingin meminjamkan uangnya kepadamu?” Sejumlah uang telah diambil tunai dan pria itu bertanya sambil menghitung beberapa lembar yang digolongkan ke nominal sekian. Barbara melipat tangan di depan dada sambil mengamati setiap tindakan Samuel di hadapannya. Dia berdecak sambil mempertimbangkan jawaban, dan memang ada pengakuan serius yang tak dapat disembunyikan. “Abi punya pengeluaran besar per tahun, itu membuatnya lebih hati – hati saat mengambil tindakan. Dia cukup realistis untuk mengetahui bahwa pijaman nanti tidak akan dibayar dalam waktu dekat. Aku tentunya tidak bisa menghindari keputusan yang Abi ambil. Dia tahu aku akan marah, tapi dia tidak peduli. Sebagai ganti, uang itu digunakan untuk membungkamku.” Setidaknya, itulah yang Barbara pikirkan belakangan. Dia mengerti bahwa suaminya memiliki nilai subtansial, tidak bisa diganggu gugat. Metode perundingan apa pun tidak akan sanggup membujuk segala jenis pemahaman yang pria itu putuskan. Ti
[Malam ini pulang ke rumah-ku.] Pesan itu dikirim—tidak lagi oleh nomor anonim. Tetapi sebuah tampilan tertulis yang secara mengejutkan mengingatkan Moreau tentang hubungan konkrit antara dia dan ayah sambungnya .... Ini bentuk terlarang dengan pelbagai andil persembunyian. Moreau tidak tahu apa yang sedang pria itu pikirkan. Menduga permintaan Abihirt terlalu aneh; semacam sebuah kebutuhan mendadak, tetapi juga mendesak. Ya, setidaknya yang dia tahu ... pria itu tidak menambahkan ‘ruang merah’ di antara kalimat tertera. Lagi pula, Moreau sama sekali tidak mendapatkan hari ini sebagai daftar untuk berkunjung. Masih mencoba sekadar mempertimbangkan. Menarik napas, mengembuskan secara perlahan. Dia menggerakkan kedua ibu jari usai menutup loker di tempat latihan. [Aku sedang tidak ingin ke mana – mana setelah ini.] [Aku sudah ada di depan.] Lagi. Balasan ayah sambungnya terlalu cepat .... Itu mengejutkan. Moreau secara naluriah mengedarkan pa