[Malam ini pulang ke rumah-ku.]
Pesan itu dikirim—tidak lagi oleh nomor anonim. Tetapi sebuah tampilan tertulis yang secara mengejutkan mengingatkan Moreau tentang hubungan konkrit antara dia dan ayah sambungnya .... Ini bentuk terlarang dengan pelbagai andil persembunyian. Moreau tidak tahu apa yang sedang pria itu pikirkan. Menduga permintaan Abihirt terlalu aneh; semacam sebuah kebutuhan mendadak, tetapi juga mendesak. Ya, setidaknya yang dia tahu ... pria itu tidak menambahkan ‘ruang merah’ di antara kalimat tertera. Lagi pula, Moreau sama sekali tidak mendapatkan hari ini sebagai daftar untuk berkunjung. Masih mencoba sekadar mempertimbangkan. Menarik napas, mengembuskan secara perlahan. Dia menggerakkan kedua ibu jari usai menutup loker di tempat latihan. [Aku sedang tidak ingin ke mana – mana setelah ini.] [Aku sudah ada di depan.] Lagi. Balasan ayah sambungnya terlalu cepat .... Itu mengejutkan. Moreau secara naluriah mengedarkan pa“Mr. Lincoln tidak pernah meninggalkan perhatian darimu.” “Diam-lah, Juan.” Moreau berjuang keras untuk tidak terlihat menghadapi pengaruh besar, tetapi Juan selalu—hampir merusak seluruh percapaiannya saat sedang bersikap baik – baik saja. Sangat menjengkelkan walau dia tetap memberanikan diri untuk berhadapan langsung bersama Abihirt. Pria itu menjulang, seperti tiang; mendominasi keadaan. “Mengapa kau di sini?” tanya Moreau sanksi, sengaja membiarkan kencenderungan dari reaksi murni mengambil alih. Mereka akan membutuhkan sedikit jarak sekadar merasakan adanya sebuah perbandingan. Namun, dia tak benar – benar yakin bahwa ini adalah sesuatu yang benar. “Untuk menjemputmu. Masuklah ke mobil.” Moreau menggeleng secara naluriah. “Aku bawa mobilku sendiri. Tidak bisa ikut denganmu,” ucapnya sebagai penolakan halus, meski sangat mustahil menantikan saat – saat di mana Abihirt tidak memiliki alternatif lain. “Gabriel.” Karena Abihirt bahkan melibatkan seseorang; tambahan. Pr
Beraninya pria itu! Napas Moreau seketika tercekat. Sungguh tak bisa memindahkan perhatian dari satu titik di mana Juan sedang menunggu kepastian. Dia takut bukan karena pria itu bersikap mengancam. Tetapi suara yang juga terdengar serius menyiratkan sesuatu ... bahwa pengetahuan Juan tidak bisa dianggap remeh. Bagaimanapun, dia juga berharap jika Abihirt akan menemukan jalan pintas. Juan terus memaksa, sementara di baliknya ... pria itu seolah tak peduli seperti apa mata kelabu Abihirt benar – benar mendelik tajam diliputi genggaman yang mengetat di bagian setir. Moreau tahu mereka tak punya banyak pilihan. Ayah sambungnya sempat tak mengatakan apa pun untuk waktu yang lama sampai merasa lebih baik, dan pada akhirnya Juan diberi kesempatan berkunjung. Pria itu bersikap luar biasa antusias—sebuah momentum klise ... sebenarnya sudah terduga dari awal. Tidak satu pun darinya—dari Moreau dan Abihirt, memikirkan bagaimana Juan membuntuti mer
“Mengapa aku harus ke kamarnya?” tanya Moreau lambat. Bagaimanapun dia tak ingin setuju tanpa syarat. Abihirt bisa memerintahkan siapa pun, yang pria itu pekerjakan, tetapi dia tidak termasuk. Tak ingin disuruh dan tak mau selalu menurut. “Saya juga tidak tahu, Nona. Tapi sebaiknya Anda pergi temui tuan, karena sepertinya beliau tidak sedang dalam mood yang bagus.” Sebelah alis Moreau terangkat tinggi. Bertanya – tanya kapan Abihirt pernah memiliki suasana hati yang bagus, maksudnya yang benar – benar tidak pernah pria itu tunjukkan. Bukankah memang selalu ada yang ingin disembunyikan? Itu kalau dia tak salah mengambil simpul, tetapi Moreau tidak akan berpikir terlalu jauh. Emma mungkin benar. Abihirt punya kebiasaan tak terduga. Dia tak ingin menghadapi ayah sambungnya yang mendadak dalam perubahan drastis dan menjengkelkan. “Kau akan menemaniku ke kamarnya?” Lagi. Kali ini Moreau mencoba peruntungan. Dia berharap Emma akan setuju, tetapi wanita paruh baya
Abihirt meminta supaya dia mandi, tetapi Moreau tidak pernah mengira bahwa sebenarnya pria itu punya tujuan tertentu, membuat tubuh mereka membasah di bawah percikan air. Rasanya masih begitu tiba – tiba jika harus mengingat peristiwa terdahulu. Dia bahkan masih memanjat di tubuh kokoh pria itu, seolah berpegangan erat telah menjadi simbolik utuh mengenai hal – hal di luar pemikiran. Mereka berciuman. Saling menginginkan. Merampas. Merasakan sensasi baru dari lumatan panas dan guyuran yang berjatuhan untuk menambahkan sensasi lainnya. Semacam klausa menantang. Dingin mendadak tersamarkan oleh gairah yang meledak. Ini tidak akan menjadi sesuatu yang baru. Moreau menatap Abihirt sayu. Rencana ayah sambungnya hanya sekadar benar – benar menyelesaikan kebutuhan primitif mereka. Kebutuhan di mana tanpa peringatan kain di tubuh Moreau telah tersingkirkan. Menyisakan bra dan sensasi membakar dari sentuhan intim ... kulit ke kulit, hingga bagaimana otot tubuh Abihirt terasa keras, seakan in
Telapak tangan Moreau merekat di dinding kamar mandi dengan kebutuhan memalingkan separuh wajah, menunggu Abihirt menyingkirkan satu kain tersisa di tubuh sendiri, setelah pria itu bahkan membuatnya bertelanjang utuh. Tampak begitu terburu hingga Moreau tak sadar bahwa telapak tangan Abihirt, sekarang, persis ingin membungkus tangannya yang jauh lebih kecil. Pria itu sedang menyiapkan sesuatu. Sesaat mengurut kejantanan yang begitu kokoh. Betapa terasa keras di bawah celah kaki Moreau. Dia menelan ludah kasar merasakan penetrasi intim. Mengigit bibir tanpa sadar saat secara tentatif Abihirt telah memasukinya. Pria itu bergerak pelan, ditambahkan agenda di mana jemari mereka menunjukkan reaksi murni untuk saling bertaut. Kali ini rasanya Moreau benar – benar tak bisa menahan diri. Air – air masih memercik seperti hujan deras, tetapi hujaman demi hujaman seperti banjir bandang, membuatnya mengerang kenikmatan hingga tak berdaya di bawah cengkeraman Abihirt. Pria itu
“Kau yakin untuk memintaku tinggal semalam di sini? Bajuku basah dan sekarang aku harus mengenakan kaos milikmu sementara waktu.” Moreau tak bisa memindahkan perhatian sejak Abihirt terlihat sibuk memilih helai kain dari lemari pria itu. Seperti suatu tindakan tidak adil ketika ayah sambungnya telah berpakaian utuh, sementara dia masih dengan lilitan handuk; sesekali terasa akan lepas, melonggar; kemudian harus digenggam dengan erat. Memang tak dimungkiri ... setelah adegan mandi yang liar, sekarang mereka terjebak di satu kamar berdua. Moreau sempat merasa bingung saat menemukan perangkat khusus kepunyaan Barbara. Sebuah alat pengering rambut. Ntah bagaimana dapat tertinggal dan wanita itu seolah tak pernah ingat untuk mengambilnya,. Paling tidak, benda tersebut cukup membantu. Moreau tak perlu khawatir sekadar memikirkan rambut panjang membasah yang telah separuh mengering. Dia dan ayah sambungnya hanya akan menghadapi beberapa situasi. Mungkin pe
Jantung Moreau terasa karam ketika iris biru terangnya memperhatikan bahu kokoh Abihirt di meja makan. Pria itu sibuk dengan ponsel di tangan, yang segera dihentikan setelah mendeteksi, mungkin, derap kaki seseorang mendekat. Wajah tampan Abihirt separuh berpaling, nyaris menghentikan Moreau dari satu keputusan begitu dekat. Namun, dia berusaha supaya terus melanjutkan. Ragu – ragu mengambil posisi duduk saling berhadapan, ya, persis mengurut pada satu kursi yang Emma tarik untuk menyambutnya. Belum ada percakapan. Hanya wanita paruh baya yang berpamitan pergi, sedangkan Abihirt memulai satu suapan dengan tenang. Moreau mengedarkan pandangan sambil menelan ludah kasar. Sebuah agenda makan malam tanpa Barbara adalah pengkhianatan kali kesekian. Dia tidak dapat memperhitungkan bagaimana wanita itu mungkin akan terlalu marah, tetapi ibunya tidak pernah tahu, menambahkan ironi lain yang harus dipelajari lebih serius. “Kau buru – buru meminta
“Abi.” Kali itulah ... perlu menambahkan hal yang sama sekali tidak akan menjadi pilihan terbaik. Moreau seperti mendambakan momen percuma. Harus memahami lebih serius bahwa ayah sambungnya tidak mudah terdesak dalam situasi tertentu. Bahkan, tidak tersirat sedikitpun sentilan yang menjadi dampak dari reaksi pria itu. Moreau diam – diam mengembuskan napas ke udara. Cara terbaik supaya terlihat tidak dalam masa tekanan adalah berusaha berbaur. Kebetulan ... ketenangan mereka sedikit dipengaruhi oleh dering dari seluler genggam di atas nakas. Ponselnya. Moreau menoleh ingin tahu, tetapi dia mengalami krisis kesulitan. Akhirnya memutuskan untuk mengulur sebelah lengan, panjang – panjang menggapai benda yang masih menyala. Hanya pesan singkat dari ibunya meski memberi Moreau perasaan tak terduga. [Kau ke mana saja? Mengapa belum pulang?] “Ibumu?” Suara serak dan dalam Abihirt menambahkan setelah bisu yang cuku
Sekarang ... ntah cambukan kali ke berapa. Barbara tidak bisa menghitung. Semua bentuk pemikiran di benaknya hancur berantakan. Krisis ketidakpercayaan terhadap sikap Abihirt sungguh memberi pengaruh besar. Dia merasa benar – benar telah memborong kebodohan, hingga yang tersisa adalah hasrat supaya tidak terjebak pada kondisi seperti ini. “Sakit, Abi,” Barbara mengeluh sarat nada begitu getir. Sebatas harapan agar Abihirt bersedia memberi ampun. Jika pria itu berpikir ini merupakan hukuman setimpal, hal tersebut sama sekali bukan keadilan. Dia berharap Moreau yang ada di sini. Menggantikan posisinya. Namun, apakah hal tersebut terdengar masuk akal? Abihirt terlihat mabuk kepayang kepada gadis itu. Dia tidak yakin. Barangkali telah melewatkan banyak hal. Bertanya – tanya ... mungkinkah? “Daripada menyiksaku di sini, mengapa kau tidak seret saja Moreau dan biarkan dia merasakan yang sama seperti yang kualami hari ini?” Tidak ingin diliputi pelbagai hal menggan
“Kau yakin ini akan berjalan baik – baik saja?” Masih sedikit usaha untuk meyakinkan diri. Barbara akhirnya hanya menghela napas ketika Abihirt mengangguk samar. Pria itu tidak akan mengatakan lebih banyak. Semua pilihan ada di tangannya; apakah dia masih ingin melakukan seks atau membiarkan hubungan mereka kembali regang. “Baiklah.” Barbara memutuskan untuk membuka blazer yang dia kenakan. Satu persatu pakaian telah dilucuti. Bukan masalah besar bertelanjang penuh di hadapan suaminya. Dia kemudian memberi Abihirt tatapan penuh bertanya. Menunggu apa yang akan pria itu lakukan. Tidak ada kata terucap. Sebaliknya, Abihirt merenggut dasi yang mengikat kerah kemeja pria itu. Langkah lebar suaminya tidak pernah luput dari perhatian Barbara. Dia menelan ludah kasar persis ketika Abihirt sudah menjulang tinggi di belakang. Semua menjadi gelap kali pertama Abihirt merekatkan bagian dasi untuk menutup di matanya. “Haruskah dengan pandangan tertutup, Ab
Kali pertama mendengar pernyataan Abihirt, kelopak mata Barbara mengerjap cepat. Hampir tidak menyangka tentang hal yang telah mereka lewatkan. Dia tahu suaminya jauh lebih sering menghabiskan waktu bersama Moreau—dan itu sungguh meninggalkan banyak kecemburuan tidak tertahankan. Cukup puas bahwa dia bisa melewati saat – saat di mana mengendalikan diri dari kebutuhan melampiaskan amarah. Sungguh, sampai mati pun, Barbara tidak akan menyerahkan Abihirt kepada Moreau. Dia tidak akan pernah mengalah. Kemenangan harus selalu berada di tangan. Persetan dengan mengorbankan yang lainnya. “Baiklah. Ke mana kau akan membawaku?” tanya Barbara sembari mengikuti langkah Abihirt menuju mobil. Mereka datang terpisah. Miliknya sendiri sedang terparkir di sisi halaman lain, tetapi mereka bisa mengatur situasi. Bukan masalah besar meminta Gabriel menyelesaikan tugas tertunda. Abihirt tidak mengatakan apa – apa sepanjang perjalanan, tetapi Barbara mengenali setiap detil tempat yang
“Pelacur kecil itu sudah tidak mau denganmu. Apa yang kau harapkan lagi darinya?” Sejak awal, tujuan Barbara adalah menghancurkan kehidupan Moreau dan membuat hubungan gadis itu bersama suaminya retak. Dia mengambil langkah yang tepat setelah meyakinkan Moreau bahwa Abihirt terlibat dalam keputusan ini. Tadi, betapa tatapan itu penuh luka. Moreau telah meninggalkan mereka. Sekarang konflik terhadap hubungan yang seharusnya baik – baik saja terus beterbangan. Paling tidak, Barbara cukup puas, walau segala sesuatu yang dia rencanakan tidak sepenuhnya lancar. Ada hasrat untuk membuat Moreau benar – benar mendapat pelajaran berharga. Dia ingin orang – orang melempari gadis itu dengan apa pun sebagai kemungkinan terburuk—anggap saja suatu penghinaan hebat. Sungguh, kemunculan Abihirt sangat tidak tepat. Mereka sedang dihadapkan badai tensi yang meningkat. Barbara tahu cepat atau lambat Abihirt akan menjadikannya target utama. Sial. Dia sama sekali tidak tahu kal
Barbara bertanggung jawab atas situasi yang sedang mereka hadapi, tetapi yang tidak Moreau mengerti; mengapa? Bukankah Abihirt juga terlibat? Apa lagi yang diinginkan sehingga pria itu bersikap seakan sedang didesak kebutuhan menuntut Barbara. Mungkin ibunya berusaha menjebak suami sendiri karena seharusnya mutahil bagi Abihirt bersedia membuka aib perselingkuhan ini? Yang juga akan mempengaruhi reputasi di masa mendatang. “Aku tahu kau datang untuk menghadiri program ulang tahun mendiang ibumu. Tapi, nanti. Setelah aku menyelesaikan pelacur kecil ini. Bukankah kau sendiri juga sudah setuju?” Sesuatu yang keras seperti berusaha mencecoki tenggorokan Moreau. Dia mengira masih ada sedikit harapan, tetapi reaksi Abihirt yang tampak tidak akan langsung menyangkal, seakan memberinya banyak petunjuk. Pria itu hanya ... melirik ke arah Gabriel, kemudian berkata, “Bubarkan tamu undangan.” Sudah cukup. Moreau merasa muak jika harus mempertahankan kepercayaan dalam dirinya k
“Jika ayahmu masih di sini, Moreau. Kurasa, dia akan mendapat serangan jantung mendadak karena menerima informasi seperti ini, bahwa putri kesayangannya, putri kecil yang selalu dimanjakan olehnya, sanggup menjual diri demi seorang pria beristri. Kurasa, arwahnya pun tidak akan tenang selama menyaksikan apa yang kau lakukan di muka bumi ini.” Sial. Belum ada satu pun hal sanggup Moreau katakan, tetapi kesalahan Barbara sangat tidak bisa dimengerti kali ketika wanita itu melibatkan ayahnya. “Jika ayahku masih ada di sini. Kau tidak akan mungkin menikahi lagi, Mom. Atau kau mungkin ingin bermain api di belakangnya, sama seperti yang kau lakukan di belakang Abi?” “Tutup mulut sialanmu!” Tamparan keras lainnya, membuat wajah Moreau benar – benar berpaling dengan kasar. Saraf – saraf di sekitar pipi terasa kebas. Dia membeku di tempat. Namun, semua yang dia katakan memang benar. Perselingkuhan ini tidak akan terjadi, andai wanita itu juga bisa menjaga diri dari h
Barbara tidak akan berhenti. Itu masalahnya. Betapa wanita itu tampak dilingkupi pelbagai antusiasme meluap – luap, seolah masih begitu banyak hal tidak terungkapkan, sementara Moreau merasa dia tidak akan bisa menerima peristiwa seperti ini lebih lama. Semua akan berakhir jauh lebih kacau, tetapi bagaimana dia bisa menghentikan ibunya terhadap kebutuhan untuk mengungkapkan kebenaran di hadapan banyak orang? Sikap konfrontasi dalam dirinya seketika menjadi tumpul. Tidak ada suara penyangkalan yang bisa digunakan sekadar tidak menjebak kondisi sendiri menjadi lebih rumit. Tidak dimungkiri, Moreau cukup takut menyaksikan begitu banyak tatapan kemarahan nyaris di seluruh penjuru gedung. “Kalian semua mungkin tidak percaya terhadap apa yang kukatakan di sini.” Lagi. Suara Barbara kembali mencuak ke permukaan. Senyum wanita itu tampak begitu puas; seperti telah memastikan kalau – kalau kemenangan sudah berada di tangan. “Aku punya bukti.” Kembali meneruskan. Waj
Moreau dapat merasakan bagaimana Juan memegangi kakinya dengan erat, sementara dia berada pada posisi cukup tinggi di udara. Kedua lengan lentik Moreau bergerak diikuti irama musik. Semua berjalan seperti yang mereka rencanakan. Seharusnya .... Seharusnya tidak lama lagi menuju tari penutupan, tetapi tiba – tiba bayangan tubuh Barbara naik ke atas panggung membingungkan siapa pun yang menyadarinya. Wanita itu membersihkan tenggorokan di depan mic, seperti memang sengaja, kemudian lagu berhenti berputar. Demikian pula, gerakan Moreau dan Juan kompak berhenti di tempat. Sedikit yang dia tahu, proses acara Abihirt tidak berjalan seperti ini. Tidak ada riwayat agenda di mana Barbara tampil di atas panggung diliputi kebutuhan bicara di sana, seolah ada hal yang telah wanita itu rencanakan dan mereka sama sekali tidak mendapat petunjuk tentang apa pun itu. “Aku tahu kalian semua pasti bingung dengan keberadaanku di sini, terutama karena aku baru saja menghentikan para atli
Ini waktu – waktu yang ditunggu. Moreau berulang kali mengendalikan ketegangan dalam dirinya. Sedikit tidak menyangka jika Abihirt akan membuat program acara yang terlihat luar biasa penuh persiapan. Mungkin—memang, keberadaan dia dan Juan di sini tergolong bukan kali pertama. Di saat – saat terakhir latihan, mereka lebih sering menghabiskan waktu di lapangan secara langsung; melakukan gladi bersih dan kotor. Semua selalu dalam pengawasan Anitta. Pun ... terkadang Abihirt melibatkan diri ketika pria itu memiliki waktu luang. Ya, tidak dimungkiri mereka jarang terlibat dalam pertemuan langsung. Sepertinya Abihirt terlalu sibuk, sehingga mereka cenderung melakukan kontak lewat sambungan telepon. Moreau juga tidak terlalu memikirkan karena dia benar – benar serius dengan beberapa urusan penting; ujian masuk perguruan tinggi masih menjadi desakan krusial yang dilakukan Barbara. Namun, juga tak menyangkal ada keganjilan spesifik dari sikap ibunya. Ntahlah. Barangkali dia m