“Baiklah, Daddy.”
Moreau tidak keberatan jika dia harus menciptakan insiatif mengenai situasi yang sedang dihadapi. Mendapati mata kelabu itu menatap tajam ke arahnya memang bukan harapan khusus. Semua terjadi secara murni dan karena dia tahu penyebab utama, sengaja memilih diam hingga Abihirt mengajukan satu pertanyaan usang. “Siapa yang memintamu memakai panggilan seperti itu?” “Aku sendiri. Tapi itu juga seperti apa yang kau tulis di ponselku. Supaya aku terus mengingatmu sebagai ayah sambungku. Maka tidak apa – apa memanggilmu daddy. Bukan begitu, Daddy?” Risiko terasa begitu dekat di bagian akhir. Moreau tahu ini tidak bagus. Hanya saja, dia masih tertarik menyerahkan rayuan. Abihirt terlalu sanksi untuk menerima sesuatu yang tidak termasuk ke dalam daftar rencana pria itu. Barangkali mendapat pelajaran baru atau mungkin terkejut menghadapi keberanian Moreau yang padahal hampir seperti biasanya. “Kau sudah setuju akan membawaku bertemu Pipao, DaddySekelebat pertanyaan bersarang di benak Moreau selama melewati pelbagai protokol kesehatan. Segala hal diberikan langsung oleh Abihirt. Pria itu bahkan menyemprotkan disinfektan nyaris di seluruh tubuh mereka, memastikan agar dia setuju untuk mengenakan pakaian pelindung yang lengkap. Ada masker dan sarung tangan ... saat ini sedang difokuskan membalut di telapak tangan Moreau, yang akhirnya bersih, meski dia tak akan bisa menahan diri lebih lama lagi. “Kenapa aku harus memakai semua ini?” tanyanya lambat. Abihirt hampir selesai, kemudian melirik dengan singkat. “Kau ingin bertemu panda, ini yang harus kau selesaikan.” Moreau sudah mengira pria itu tidak akan mengatakan apa pun. Sekarang dia sedikit mengerti tentang proses keamanan. Tidak terlalu dalam. Masih tersisa beberapa hal untuk ditanyakan. “Kenapa?” Bagi Moreau, ini semacam aturan ketat. Dia tidak terbiasa berada di situasi seperti ini. Apa lagi ... ada sebuah krisis di mana benaknya sedikit t
Moreau ragu, tetapi dia tetap mengulurkan tangan mengusap bulu yang tersaring oleh lapisan sarung lateks. “Aku lihat Chicao masih di rumah. Caroline kadang – kadang bersamanya. Mengapa tidak kau bawa kemari? Bukankah itu sama seperti memberi Pipao teman?” Lagi. Selalu dia yang memulai pembicaraan. Moreau menatap Abihirt serius, berharap ini terakhir kali pria itu mendiaminya. Tetapi ya, sebuah penantian tidak sia – sia ketika dia mendapat pertanyaan sarat nada menuduh. “Kau ingin aku mengambil risiko ganti rugi jika terjadi sesuatu kepada Pipao?” “Yang penting tidak ada urusannya denganku.” Moreau mengedikkan bahu, seakan ini bagian terpenting untuk dikuasai. Mata kelabu Abihirt yang menatap penuh kewaspadaan meningkatkan sensasi mendarah daging. Moreau ingin pria itu segera memalingkan pandangan, sedikit tak menyangka jika akan ada penambahan dari suara serak dan dalam ayah sambungnya. “Kau datang kemari untuk mengunjungi Pipao atau hanya bertanya sepanjang waktu?” “Aku
“Ibumu beruntung sekali. Sudah mendapatkan berondong, kaya pula. Aku yakin Mr. Lincoln menghabiskan nominal fantastis untuk membayar biaya sewa panda. Menurutmu, kira – kira apakah dia akan keberatan jika aku ingin berkunjung?” Rayuan Juan terdengar tidak masuk akal ketika pria tahu itu jawaban seperti apa yang akan mereka dapatkan. Moreau sendiri hampir mendekati pengecualian. Dia tidak ingin menghadapi sikap ayah sambungnya yang sanksi, andai mencoba menuruti keinginan Juan. Tidak ada hak istimewa dan Moreau juga tak berniat membawa hubungan pernikahan Barbara sebagai harga jual. Itu tak akan mempan atau dia akan mendapat perkara baru saat berharap menyelesaikannya dengan harapan. “Panda milik Abi tidak dipelihara di rumah ibuku, Juan. Kau tahu itu, dan kalaupun di sana, aku yakin kau juga akan keberatan bertemu ibuku. Benar, kan?” tanya Moreau sambil sesekali menatap ekspresi masam Juan. Mereka melewati lorong studio Mrs. Smift setelah pelbagai proses penguk
“Mengapa Abi tidak ingin meminjamkan uangnya kepadamu?” Sejumlah uang telah diambil tunai dan pria itu bertanya sambil menghitung beberapa lembar yang digolongkan ke nominal sekian. Barbara melipat tangan di depan dada sambil mengamati setiap tindakan Samuel di hadapannya. Dia berdecak sambil mempertimbangkan jawaban, dan memang ada pengakuan serius yang tak dapat disembunyikan. “Abi punya pengeluaran besar per tahun, itu membuatnya lebih hati – hati saat mengambil tindakan. Dia cukup realistis untuk mengetahui bahwa pijaman nanti tidak akan dibayar dalam waktu dekat. Aku tentunya tidak bisa menghindari keputusan yang Abi ambil. Dia tahu aku akan marah, tapi dia tidak peduli. Sebagai ganti, uang itu digunakan untuk membungkamku.” Setidaknya, itulah yang Barbara pikirkan belakangan. Dia mengerti bahwa suaminya memiliki nilai subtansial, tidak bisa diganggu gugat. Metode perundingan apa pun tidak akan sanggup membujuk segala jenis pemahaman yang pria itu putuskan. Ti
[Malam ini pulang ke rumah-ku.] Pesan itu dikirim—tidak lagi oleh nomor anonim. Tetapi sebuah tampilan tertulis yang secara mengejutkan mengingatkan Moreau tentang hubungan konkrit antara dia dan ayah sambungnya .... Ini bentuk terlarang dengan pelbagai andil persembunyian. Moreau tidak tahu apa yang sedang pria itu pikirkan. Menduga permintaan Abihirt terlalu aneh; semacam sebuah kebutuhan mendadak, tetapi juga mendesak. Ya, setidaknya yang dia tahu ... pria itu tidak menambahkan ‘ruang merah’ di antara kalimat tertera. Lagi pula, Moreau sama sekali tidak mendapatkan hari ini sebagai daftar untuk berkunjung. Masih mencoba sekadar mempertimbangkan. Menarik napas, mengembuskan secara perlahan. Dia menggerakkan kedua ibu jari usai menutup loker di tempat latihan. [Aku sedang tidak ingin ke mana – mana setelah ini.] [Aku sudah ada di depan.] Lagi. Balasan ayah sambungnya terlalu cepat .... Itu mengejutkan. Moreau secara naluriah mengedarkan pa
“Mr. Lincoln tidak pernah meninggalkan perhatian darimu.” “Diam-lah, Juan.” Moreau berjuang keras untuk tidak terlihat menghadapi pengaruh besar, tetapi Juan selalu—hampir merusak seluruh percapaiannya saat sedang bersikap baik – baik saja. Sangat menjengkelkan walau dia tetap memberanikan diri untuk berhadapan langsung bersama Abihirt. Pria itu menjulang, seperti tiang; mendominasi keadaan. “Mengapa kau di sini?” tanya Moreau sanksi, sengaja membiarkan kencenderungan dari reaksi murni mengambil alih. Mereka akan membutuhkan sedikit jarak sekadar merasakan adanya sebuah perbandingan. Namun, dia tak benar – benar yakin bahwa ini adalah sesuatu yang benar. “Untuk menjemputmu. Masuklah ke mobil.” Moreau menggeleng secara naluriah. “Aku bawa mobilku sendiri. Tidak bisa ikut denganmu,” ucapnya sebagai penolakan halus, meski sangat mustahil menantikan saat – saat di mana Abihirt tidak memiliki alternatif lain. “Gabriel.” Karena Abihirt bahkan melibatkan seseorang; tambahan. Pr
Beraninya pria itu! Napas Moreau seketika tercekat. Sungguh tak bisa memindahkan perhatian dari satu titik di mana Juan sedang menunggu kepastian. Dia takut bukan karena pria itu bersikap mengancam. Tetapi suara yang juga terdengar serius menyiratkan sesuatu ... bahwa pengetahuan Juan tidak bisa dianggap remeh. Bagaimanapun, dia juga berharap jika Abihirt akan menemukan jalan pintas. Juan terus memaksa, sementara di baliknya ... pria itu seolah tak peduli seperti apa mata kelabu Abihirt benar – benar mendelik tajam diliputi genggaman yang mengetat di bagian setir. Moreau tahu mereka tak punya banyak pilihan. Ayah sambungnya sempat tak mengatakan apa pun untuk waktu yang lama sampai merasa lebih baik, dan pada akhirnya Juan diberi kesempatan berkunjung. Pria itu bersikap luar biasa antusias—sebuah momentum klise ... sebenarnya sudah terduga dari awal. Tidak satu pun darinya—dari Moreau dan Abihirt, memikirkan bagaimana Juan membuntuti mer
“Mengapa aku harus ke kamarnya?” tanya Moreau lambat. Bagaimanapun dia tak ingin setuju tanpa syarat. Abihirt bisa memerintahkan siapa pun, yang pria itu pekerjakan, tetapi dia tidak termasuk. Tak ingin disuruh dan tak mau selalu menurut. “Saya juga tidak tahu, Nona. Tapi sebaiknya Anda pergi temui tuan, karena sepertinya beliau tidak sedang dalam mood yang bagus.” Sebelah alis Moreau terangkat tinggi. Bertanya – tanya kapan Abihirt pernah memiliki suasana hati yang bagus, maksudnya yang benar – benar tidak pernah pria itu tunjukkan. Bukankah memang selalu ada yang ingin disembunyikan? Itu kalau dia tak salah mengambil simpul, tetapi Moreau tidak akan berpikir terlalu jauh. Emma mungkin benar. Abihirt punya kebiasaan tak terduga. Dia tak ingin menghadapi ayah sambungnya yang mendadak dalam perubahan drastis dan menjengkelkan. “Kau akan menemaniku ke kamarnya?” Lagi. Kali ini Moreau mencoba peruntungan. Dia berharap Emma akan setuju, tetapi wanita paruh baya