Tangan Ryan bergetar saat memegang kertas yang ia keluarkan dari amplop coklat, perlahan ia membaca huruf demi huruf yang berada diatas kertas tersebut. Kertas itu adalah hasil tes kesuburan yang ia lakukan dengan Syifa beberapa waktu lalu, lututnya terasa lemas dan degup jantungnya seakan berhenti memompa darah yang mengalir dalam tubuhnya saat mengetahui hasil tes tersebut. "Apa ini, Ryan?" tanya Dina.Wanita paruh baya itu penasaran dengan apa yang dibaca oleh anaknya, Ryan masih terdiam tak bisa berkata apa-apa setelah membaca hasil tes itu. Dina akhirnya menarik kertas itu dan membacanya sendiri, tangannya bergetar dan kertas itu terlepas hingga jatuh ke lantai. "Kamu bisa jelaskan apa maksudnya?" tanya Dina."Aku ... Aku ...." Ryan baru ingat jika dia dan Syifa melakukan tes kesuburan di rumah sakit, tetapi tidak pernah kembali untuk mengambil hasilnya. Lelaki itu tidak menyangka jika Syifa sudah mengambil hasilnya, tetapi ia tidak diberitahu dan wanita itu malah sengaja me
"Kemana pun Syifa pergi, bukan urusanmu lagi," ucap Athar."Aku tidak bertanya padamu, kau juga bukan siapa-siapa Syifa jadi jangan ikut campur!" ucap Ryan.Athar mengepalkan tangannya hendak memukul Ryan, tetapi Syifa menahan agar Athar tidak melakukan itu. Wanita cantik itu tersenyum dan mengajak Athar pergi enggan untuk menjawab pertanyaan Ryan.Athar mengikuti kemauan sahabatnya itu, lalu berjalan dengan Syifa menuju mobil. Ryan yang belum mendapat jawaban dari Syifa pun mengejar dan menahan tangan Syifa."Syifa, jawab pertanyaan ku kamu mau pergi kemana?" tanya Ryan.Syifa terpaksa menghentikan langkahnya dan berusaha melepaskan tangan Ryan, wanita cantik itu awalnya malas menjawab pertanyaan mantan suaminya, tetapi melihat wajah Ryan dan Sherly membuat dia ingin mengucapkan kata-kata untuk mereka."Aku ingin menjalani kehidupan baru di tempat yang baru," ucap Syifa."Kenapa harus di tempat baru? Apa kamu tidak sayang dengan peninggalan orang tuamu? Mereka pasti kecewa kamu menin
Syifa terus menatap jalan di depannya, mobil yang di kendarai Athar terus melaju meninggalkan perkampungan membawa Syifa dan segala luka di hatinya. Dengan sekuat tenaga Syifa berusaha untuk tidak menangis karena malu kepada Athar, tetapi nyatanya wanita cantik itu tak kuasa membendung rasa sesak di dada sehingga lelehan bening pun lolos membasahi pipi mulusnya."Menangis lagi," ucap Athar memberikan sapu tangannya pada Syifa."Aku pikir sudah bisa ikhlas menerima kehancuran ini, nyatanya sesak di dadaku belum juga hilang," ucap Syifa.Syifa bisa tegar dan terlihat bahagia ketika di depan Ryan, Dina, dan Sherly. Namun, ketika ia hanya berdua dengan Athar ia tak dapat membohongi hatinya sendiri. Tak ada satupun wanita yang ingin di khianati dan mengalami kegagalan dalam berumah tangga, sekuat apapun wanita pasti akan meneteskan air mata jika mengalami hal itu."Aku harap kamu bisa melupakan semuanya setelah berada di tempat yang baru," ucap Athar."Terima kasih, Athar. Kamu satu-satuny
Dina begitu syok mendengar pernyataan dari Ryan hingga sesak nafas dan akhirnya pingsan, Ryan dan Sherly membawanya kembali ke klinik dan cukup lama menunggu wanita paruh baya itu sadar."Baru saja pulang, kenapa bisa pingsan lagi?" tanya dokter pemilik klinik swasta tersebut. "Mama saya sepertinya sangat terkejut dengan sebuah kenyataan yang baru saja ia dengar," ucap Ryan."Apakah itu masalah hasil tes yang Bapak Ryan tanyakan pada saya?" Ryan menganggukkan kepala menjawab pertanyaan dokter, hal itu membuat Dokter membuka kacamata dan memijat pangkal hidungnya. Pantas saja Bu Dina kembali Anfal, ternyata kabar itu sangat mengejutkan dan kini kondisinya lebih buruk daripada sebelumnya. "Dengan berat hati saya katakan Bu Dina mengalami stroke ringan."Ryan dan Sherly kompak menutup mulutnya terkejut mendengar ucapan dokter, Sherly tidak bisa membayangkan bagaimana hidup dengan mertua yang kini mengalami stroke. Ia sedang hamil muda, sedangkan Ryan akan sibuk di toko furniture, past
"Sepertinya belum pernah, karena saya baru tiba di Jakarta kemarin dan baru hari ini melamar kerja di sini," jawab Syifa.Satria menganggukkan kepala, lelaki tampan itu meminta Lidya sebagai leader menjelaskan kepada Syifa apa saja yang harus di lakukan. Ternyata Syifa tak hanya bertugas membersihkan ruangan satria, tapi juga bertugas membersihkan ruangan asistennya yaitu Athar."Ayo aku antar ke ruang pak Athar," ucap Lidya.Syifa menganggukan kepala dan berpamitan pada Satria. Lelaki tampan yang merupakan CEO di perusahaan tersebut mengangguk dan menatap punggung Syifa yang telah keluar dari ruangannya."Aku merasa wajahnya familiar, apa mungkin dia mirip seseorang. Namun, siapa?" gumam Satria dalam hati.Sementara di sisi lain, Lidya mengetuk pintu ruangan Athar dan Athar pun menyuruhnya masuk. Ia terkejut saat Lidya membawa Syifa ke ruangannya, ia tidak menyangka jika Syifa akan ditugaskan membersihkan ruangannya."Pak Athar, mulai hari ini Syifa saya tugaskan membersihkan ruangan
"Syifa, bisakah kamu membersihkan ruanganku dulu. Aku ingin bicara hal yang sangat rahasia dengan Tuan Satria," ucap Athar."Baiklah aku siap, permisi Tuan Satria," ucap Syifa.Satria menganggukkan kepalanya lalu wanita cantik itu keluar dari ruangan Satria membawa alat-alat kebersihan menuju ruangan Athar, setelah Syifa keluar Satria pun memandang Athar dengan penuh tanda tanya. Lelaki berwajah tampan itu kini diam saja dan membuat atasannya mengerutkan kening."Hal rahasia Apa yang ingin kamu sampaikan, Athar?" tanya Satria."Tuan, bisakah anda menjaga rahasia saya?" tanya Athar."Rahasia yang mana?" Satria balik bertanya."Tentang perasaan saya terhadap Syifa, Saya tidak ingin dia mengetahui hal itu dari Tuan. Saya tidak ingin hubungan kami menjadi canggung," ucap Athar."Aku pikir kamu lelaki pemberani, rupanya Kamu pengecut, Athar. Syifa cukup cantik, meskipun dia sudah janda aku yakin banyak lelaki yang menyukai nya. Jika kamu tidak mengungkapkan perasaanmu, mungkin saja suatu s
"Aku istrimu, Mas. Bukan pembantu, aku gak suka kamu perintah seperti itu," ucap Sherly."Aku tidak pernah menganggap kamu sebagai pembantu. Aku hanya meminta kamu mengerjakan apa yang sudah menjadi kewajiban istri, kalau melakukan hal-hal itu saja kamu tidak mau pergi saja dari rumah ini," ucap Ryan.Lelaki itu tidak ingin semakin emosi, ia menarik handuk yang ada di belakang pintu lalu pergi meninggalkan kamar menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi Ryan duduk di kloset sambil mengusap kasar wajahnya.Belum satu Minggu berpisah dengan Syifa ia sudah merasakan perbedaan besar, Syifa yang dulu selalu sigap menyiapkan baju dan sarapan untuknya kini tak ada lagi. Sherly yang ia pikir bisa menjadi pengganti Syifa nyatanya tak bisa mengerjakan hal itu dan membuat paginya di penuhi emosi dan hanya menjadi beban hidupnya.Ryan mulai mandi dan merutuki kebodohan demi kebodohan yang ia lakukan selama ini, hidupnya yang selalu bahagia saat bersama Syifa harus ia nodai karena rayuan Sherly dan
"Aku nggak cari apa-apa dan udah selesai beresin ruangan kamu," ucap Syifa."Lalu Kamu kenapa masih di sini?" tahta Athar."Tadi aku kebelet pipis kalau aku pakai toilet yang di bawah kelamaan, jadi aku numpang ke toilet yang ada di ruangan kamu, maaf ya kalau aku lancang," ucap Syifa."Karena kamu jadi aku maafkan, kalau orang lain nggak akan aku izinkan untuk memakai toilet di ruangan ini," ucap Athar.Syifa tersenyum Athar memang selalu menganggapnya spesial, tetapi ia pikir hanya spesial sebatas sahabat. Syifa tak pernah tahu sejak beranjak remaja, melihat Syifa yang semakin hari semakin cantik, membuat benih cinta mulai tumbuh di hati Athar.Athar melihat Syifa bukan lagi sahabatnya melainkan wanita yang ia cinta, tetapi perihnya hidup Athar membuat lelaki itu terpaksa sekolah SMA dan kuliah di jakarta melalui program gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA).Lama tak berjumpa dengan Syifa, mereka tetap berkomunikasi lewat pesan singkat dan bertemu setahun sekali setiap idul Fitri