21++“Aku tahu.” Gio mengangguk. Tahu apa yang akan dilakukan istrinya itu ketika dirinya berselingkuh. “Kamu akan kabur dan meninggalkanku.” Gio mendekat—mengecup singkat bibir istrinya itu. Agatha menggeleng. “Tidak.” “Yang akan aku lakukan adalah memotong milikmu!” menatap ke bawah sebentar. “Lalu aku akan membunuhmu.” Gio mengerjap. kemudian terkekeh. “Jangan bercanda..” Merinding juga dengan ancaman istrinya. “Bagaimana bisa kamu memotong milikku..” Agatha menatap Gio. Menepuk pelan bahu suaminya itu. “Maka jangan pernah berselingkuh.” Memperagakan bagaimana saat memotong… Gio mengerjap—menadadak semua bulut kuduknya merinding. Lalu terkekeh dan berusaha tersenyum. “Mana mungkin aku berselingkuh. Aku hanya menyukaimu..” Agatha turun dari pangkuan Gio. “Tidak ada yang tahu ke depannya. tapi kamu harus mengingatnya ketika ingin berselingkuh.” Agatha menunduk. “Aku akan memotong milikmu itu!” Setelah itu Agatha berjalan menjauh. Berjalan ke atas pergi ke kamar. “Tungg
Di sebuah klub. Seorang wanita tengah menikmati minumannya ditemani beberapa temannya. Wanita itu meminum pelan.. “Hei Julie kau tidak akan kembali?” tanya teman Julie. Julie menggeleng. “Aku senang di sini. aku ingin terus di sini.” Julie mengangkat gelasnya.. Kedua temannya menyambutnya dengan gembira. Malam ini setelah pertengkaran dengan Gio, Julie memutuskan untuk pergi ke klub bersama teman-temannya. Namun ia merasa tidak ada yang menyenangkan di sini. Meski ramai sekitarnya, tapi Julie merasa ia sendirian. Sampai ia mendongak—matanya bertatapan dengan seorang pria. “Bukankah dia Minjae?” tanya teman Julie yang berada di samping. Julie menatap Minjae. Sepertinya pria itu sadar dengan kehadiran Julie. “Waah dia semakin keren saja.” Teman Julie itu menggeleng pelan. “Dia dulu sangat culun tapi sekarang sangat keren.” “Bukankah dia menjadi artis di negara asalnya? Aku pernah melihat dia tampil bersama grupnya di tv.” Imbuh teman Julie yang lain. “Wajah
Julie membasuh wajahnya beberapa kali menggunakan air. Ia menatap dirinya yang tidak menggunakan make up sama sekali. Julie memejamkan mata sebentar sebelum mengambil tas. “aku akan pulang.” setelah itu berjalan keluar dari toilet. Namun langkahnya terhenti ketika seorang laki-laki yang menghadang dirinya. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Julie. Minjae tersenyum. “Hanya ingin bertemu denganmu.” Julie berdecih pelan. “Sudah bertemu kan. Yasudah aku akan pergi.” Setelah itu memutar tubuhnya dan hendak pergi. Namun lagi-lagi Minjae mencegahnya. Minjae menangkap pergelangan tangan Julie agar wanita itu tidak pergi. “Mau pergi minum kopi?” tanya Minjae. Julie menatap tangannya. “Aku tidak minum kopi.” “Ah..” Minjae mengangguk. “Sedari dulu kau memang tidak minum kopi. Kau minum teh. Ayo pergi minum Teh. Ke tempat yang tidak seramai ini.” Julie bersindekap. “Lalu apa yang akan kau lakukan?”Minjae tersenyum miring. Mendekati Julie kemudian menunduk—berkata tepat di sampin
“Kau cantik.” minjae tersenyum manis. “Setidaknya di mataku kau memang cantik.” Julie memandang kesal Minjae. “Maksudmu aku tidak cantik di mata orang lain dan hanya cantik di matamu?” “Aku tidak bilang seperti itu…” Minjae menggeleng. “Yang paling penting kau cantik.” Julie mendengusa. Kemudian mengusap keningnya. “Berbicara denganmu sungguh menguras energiku.” Minjae tersenyum. “Menguras keringatmu saja bagaimana..” “Apa mak—” Julie ingin melempar Minjae dengan gelas yang berisi teh ini. “Jangan bicara macam-macam!” “memangnya aku bicara apa?” tanya Minjae. “Aku tahu kau instruktur pilates. Aku hanya ingin bilang bagaimana kalau kau jadi instrukturku…” Julie bersindekap. “Kau—” menyipitkan mata.Pipinya memerah. Entah menahan malu, salah tingkah atau sedang marah. Julie sungguh kesal dengan pria yang berada di hadapannya ini.Minjae memang tampan. Sangatlah tampan… Jelas sekali kalau dia memang idol sekaligus aktor. Wajahnya sangat mulus tanpa cela. Gaya pakaiannya kekinian
Seorang wanita tengah berjalan memasuki sebuah hotel. Wanita yang terkenal sebagai…. Wanita penghibur dari kalangan atas. Semua yang ia pakai dari atas hingga bawah bermerek dengan harga fantastis. Rambutnya digerai dengan gelombang yang cantik. Make up tipis dengan lipstik merah menyala. Sebuah dress merah yang begitu pas di tubuhnya. Katanya, tidak sembarang orang bisa bertemu dengan wanita itu. Wanita yang hanya mau bertemu jika bekerja…. Bekerja yang dimaksud adalah melayani tamu. Ia sampai di kamar vvip… Tersenyum senang kemudian masuk ke dalam. Seorang pria yang sudah menunggunya lebih dari 15 menit. “Jangan marah. Aku berdandan cukup lama…” wanita itu mendekat. “Cukup!” Gio menatap wanita itu. “Jangan mendekat. lebih dari ini saja.” Wanita itu tersenyum. kemudian mengambil duduk di tepi ranjang. “Untuk apa kau menyewaku? Istrimu tidak cukup mahir memuaskanmu?” tanyanya. Tangannya mengusap seprai yang lembut. Tidak pernah ia dapatkan kamar sebagus i
Agatha selalu pulang lebih awal. Tapi Gio? Tidak tahu. Bahkan pesannya saja tidak dibalas. Entah ke mana pria itu pergi. Bagaimana Agatha bisa berpikir baik jika suaminya tidak pernah memberitahukan ke mana. hal itu terjadi setelah Gio bertemu dengan Julie. Agatha mengacak rambutnya sendiri. Dengan lelah—ia pergi ke belakang. Bukannya pergi ke kamarnya sendiri, ia malah pergi ke kamar maidnya. Agatha langsung merebahkan dirinya di kasur milik Mina. “Apa yang kau lakukan di sini!” Mina memukul pelan kaki Agatha yang langsung selonjoran dia tas kasurnya. “Sepatumu!” Mina berkacak pinggang. “Sepatumu kau lepas sendiri atau..” Agatha tidak peduli malah memejamkan mata seolah tidur. Mina menghela napas. Akhirnya ia yang melepaskan sepatu Agatha. mengangkat kaki Agatha hingga bergeser sehingga di posisi yang nyaman. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Mina. “Kau tidak menyiapkan makan malam untuk suamimu?” tanyanya. Agatha menggeleng. “Malas.” Sambil berdecak p
Agatha membuka pintu dan menatap suaminya yang berdiri di hadapannya. Hanya menatapnya sinis. Sedangkan Gio malah tersenyum manis. Sembari mengangkat paper bag yang dibawanya. “Aku bawa roti buat kamu.” Agatha mengangguk dan berjalan melewati Gio begitu saja. Gio mengejar Agatha dan memeluk pinggang istrinya itu dari samping. “Kenapa kamu?” tanyanya. “Kamu marah?” tanyanya. Agatha menghela napas. “Aku tidak tahu.” Gio mengernyit. “Ayo makan.” “Aku tidak terlalu berselera.” Gio menarik Agatha dan memeluknya. “Jangan marah..” lirih Gio. Ia mengecup pelan puncak kepala Agatha. Agatha mendongak. “Bukankah kita setuju untuk pulang lebih awal?” tanyanya. “Kenapa hanya aku yang selalu pulang lebih awal? apa kamu sesibuk itu?” tanyanya. Gio terdiam sesaat. Pekerjaan kantor bisa ia kendalikan. Tapi, kenapa ia menjadi lebih sibuk akhir-akhir ini adalah dirinya yang sibuk mencari kebenaran. Itulah kenapa ia tidak bisa pulang lebih awal sama seperti yang dilakukan oleh Agatha. Gi
“Hallo mrs…” “Ada hal yang ingin aku tanyakan.” Agatha duduk di bangkunya. Sambungan teleponnya terhubung dengan sekretaris Gio.“Silahkan, Mrs.” Agatha tidak yakin…. Tapi yang tahu Gio ke mana dan kenapa hanyalah sekretaris dan asistennya. Masalahnya adalah jika ia tanya kepada salah satu mereka. mereka akan langsung memberitahukannya pada Gio. Agatha menggeleng pelan. “Apa kau punya waktu nanti siang?” tanyanya. “Aku ingin mentraktirmu makan dan ada hal yang ingin aku tanyakan. Tapi jangan beritahu Gio kau bisa?” tanya Agatha. Cika pasti bingung dengan ajakan Agatha yang tiba-tiba. Tapi menolak ajakan istri bosnya sendiri tentu tidak sopan. Maka dari itu ia menerima permintaan Agatha. Restoran yang dipilih Agatha adalah restoran biasa yang santai. Tidak privat karena pertemuan ini adalah pertemuan santai bukan pertemuan rahasia.Agatha mengambil duduk di depan Cika. “Kita makan dulu sebelum bicara,” ucap Agatha. Cika menganguk. “Terima kasih mrs.” “Bagaimana kabarmu C
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men