“Tapi kita tetap bisa bersama,” balas Gio. Sungguh ia tidak ingin kehilangan Agatha. Ditinggal satu hari saja pusing, ini mau ditinggal kuliah di luar negeri. Bagaimana dirinya. Apa jadinya dirinya.. “Sesekali aku akan mengunjungimu. Hubungan jarak jauh tidak sesulit itu.” Gio tidak bisa memikirkan lagi bagaimana jika ditinggal Agatha seperti ini. Kebersamaan mereka… Sentuhan yang mereka lakukan. Apa dipikir ia bisa lepas dari semua ini dengan mudah? Agatha menggeleng. ia berdiri duduknya. “Hubungan kita berakhir di sini.” Agatha berjalan dengan cepat keluar dari kafe. Segera mengusap air matanya yang berjatuhan. Padahal ia merindukan pria itu. Ingin memeluk pria itu. Ingin menyandarkan kepalanya di dada pria itu dan berkata. Semuanya terasa sangat sulit. “Agatha!” panggil Gio segera mengejar Agatha. Agatha tidak berhenti sampai Gio berhasil mencekal tangannya. Gio menarik tangan Agatha—dan mendekap tubuh mungil wanita itu. “Jangan tinggalkan aku. Aku
“Kau putus dengannya?” tanya Jordy yang berada di samping Agatha. Agatha mengangguk tanpa mengangkat kepalanya. “Hm..” “Di sana ada tisu.” Jordy menunjuk dashbord. Agatha mengambilnya. mengusap air matanya dengan tisu. “Dia ingin kita tetap berhubungan. Ldr.. tapi aku tidak mau. Aku tidak yakin dengan hubungan seperti itu,” ucap Agatha dengan air mata yang masih berlinang. “Ya..” Jordy menyetujui. “Ldr memang sulit. Hubungan kalian bisa kandas di tengah jalan..” Agatha menghela nafas. “Maka dari itu aku mengakhirinya dari awal.” Agatha menatap lurus ke depan. Kembali menangis… Jordy menoleh sebentar sembari menggeleng pelan. Berusaha memahami orang yang lagi patah hati. Ia masih fokus menyetir sedangkan Agatha masih menangis. “Aku membuatnya membenciku. Karena, hanya dengan cara itu dia bisa melepasku. Jika aku memberinya harapan, dia bisa mengikutiku dan mengawasiku.” “Kau bisa menjelaskan padanya nanti..” Agatha menoleh pada jendela. “Aku tidak tahu kapan aku bisa bert
“Jawab nanek apa maksud kamu?” tanya Margaret pada akhirnya memegang kedua bahu cucunya. “Dokter bilang kamu sepenuhnya sembuh. Tapi kenapa kamu bilang penyakit ini menggoroti? Apa maksud kamu?” Gio menghela nafas. “Gio belum sepenuhnya sembuh. Dan—” Gio menepuk dadanya. “Di sini masih sering sakit.” Akhirnya Gio memberitahukan penyakitnya pada keluarganya.. “Di saat hal itu terjadi. Agatha selalu berada di sampingku. Hanya dia yang bisa membuatku tenang. Hanya dia yang membuatku rutin minum obat.” Gio segera mengusap sudut air matanya yang berair. “Hanya dia yang bisa membuatku minum obat di saat aku benar-benar muak dengan obat-obatan…” lirihnya. “Tapi dia sekarang sudah pergi…” Margaret terdiam. Ia tidak tahu jika cucunya menyimpan hal sebesar ini. “Kenapa tidak bilang dari awal?” tanya Margaret. “Karena aku tidak ingin membuat kalian kawatir. Aku tidak ingin membuat semua orang kawatir dan heboh dengan keadaanku.” Gio menatap neneknya. “Mulai sekarang, nene
Agatha pergi.. Ia menghela nafas sembari menyeret kopernya. Kepergiannya yang begitu cepat… Agatha menoleh ke belakang. Jordy mengantarnya—pria itu masih berdiri di belakangnya. “Pergilah,” ucap Jordy. Seakan mengusir Agatha agar segera pergi. Agatha menghela nafas. “Aku benar-benar pergi?” tanyanya. Hatinya tidak rela meninggalkan kota ini. Kota yang menyimpan banyak kenangannya. Bersama… Gio Agatha mengerucutkan bibirnya. Akhirnya Jordy mendekat. memegang bahu Agatha. “Jika ingin mengejar sesuatu, ada yang harus kau relakan. Contohnya adalah cinta. Aku yakin setelah kau kembali. Kau akan mendapatkan cinta yang lebih dari kemarin.” “Aku mengerti.” Agatha mengangguk. “Jangan menghawatirkan apapun. Di sana ada orangku yang akan membantumu.” Lagi-lagi Agatha mengangguk. “Aku tidak punya siapapun. Hanya kau yang bisa aku andalkan.” “Aku harap aku tidak salah memilihmu.” Agatha mendongak. “Aku juga tidak sedang main-main.” Jordy mengangguk. “Semua yang aku
1 tahun pertama dilewati Agatha dengan belajar sungguh-sungguh. Ia bahkan tidak banyak berteman. “Agatha!” panggil seorang perempuan yang memiliki suara cempreng. “Agatha!” memanggil Agatha lagi. Agatha pura-pura tidak kenal karena memalukan dipanggil sekencang itu. Tapi perempuan itu mengejar Agatha sampai memeluk Agatha dari belakang. “Jangan kabur.” Emily menahan lengan Agatha. “Aku ingin mengatakan sesuatu.” Agatha berjalan santai dan menoleh ke samping. “Jangan banyak bicara, kita harus mengikuti kelas sebentar lagi.” Emily dan Agatha masuk ke dalam ruang. Memilih bangku tengah yang nyaman untuk mendengarkan penjelasan dosen. “Nanti malam…” Emily mulai berbicara. “Nanti malam ayo pergi ke pesta.” Tanpa menoleh Agatha langsung menggeleng. “Tidak!” Emily mengguncang pelan bahu Agatha. “Ayolah… di sana ada banyak mahasiswa tampan. Aku dengar kakak tingkat juga datang ke pesta itu.” Agatha menghela nafas. “Aku terlalu tua menghadiri pesta seperti
Agatha tidak tahu pesta seperti apa yang dimaksud oleh Emily. Tapi bukankah pesta itu menggunakan dress formal.Tapi ini ia dilihkan Emily rok jeans selutut. Dengan kaos crop. Menggunakan heels tinggi untuk menunjang tingginya yang pendek. Agatha mengernyit ketika taksi yang membawa mereka sampai di sebuah rumah. “Ini…” lirihnya tidak yakin. “Kau pasti belum pernah.” Emily menggandeng tangan Agatha. “Pesta di sini memang seperti ini Agatha. pesta ini diadakan oleh kakak tingkat kita.” “Dia Influencer yang lumayan terkenal. Semua minuman dan makanan di sana premium. Juga.. dia mengundang DJ..” Ocehan Emily yang seperti lewat saja di telinga Agatha. Bagi Agatha yang penting Emily senang ia bisa ikut. Tapi ia akan segera pergi setelah Emily tidak sadar. Agatha tersenyum sendiri memikirkan rencana liciknya. Agatha menghela nafas dan memilih untuk mengikuti Emily saja. Emily mendekat. “Yang aku suka dari pesta ini karena ada banyak pria tampan. Aku harus mendapatkan satu..” bi
Pada akhirnya.. Agatha duduk di mobil dengan sampingnya ada Matt. “Asalmu dari mana?” tanya Matt. Agatha menoleh. “Aku dari Indonesia.” “Really..” Matt tiba-tiba antusias. “Nenek kakekku dari sana. aku sering ke indonesia.” Agatha mengangguk dan tersenyum. “Apa yang membuatmu ke pesta padahal kau sendiri tidak minum apalagi merokok?” tanyanya. “Entahlah.” Matt mengedikan bahu. “Aku hanya menyetujui permintaan temanku.” “Sama denganku.” Matt ini begitu tampan. Tampannya orang London. Agatha bisa menebaknya, mungkin Matt adalah salah satu influencer yang dibicarakan oleh Emily. Tapi Matt nampak begitu muda. “How older you matt?” tanya Agatha memberanikan diri. “Aku 22.” Benar kan.. Agatha tertawa sendiri. Pasti di pesta itu hanya terisi oleh anak-anak muda. “Kenapa kau tertawa?” tanya Matt. “Aku terlalu tua untukmu?” Agatha menggeleng. “Aku yang terlalu tua. Aku 26.” “Whaat?” tanya Matt. “Tapi kau tidak terliihat tua—oh maksudku wajahmu masih begitu muda
Agatha meraih ponselnya lagi ketika bunyi dering itu kembali terdengar. Agatha menghela nafas. “Apa lagi? belum cukup memarahiku?” tanyanya. “Apa?” tanya seseorang di balik telepon itu. Agatha mengernyit dan melihat siapa nama di dalam ponselnya. Tidak ada. Nomo asing. “Aku ingin tahu bagaimana kabarmu setelah kabar itu?” tanya seseorang itu. Agatha baru menyadari bahwa ini adalah suara Matt. “Oh…” Agatha mengerjap. “Aku kira kakakku.” Terdengar suara tawa ringan. “Kau pasti dimarahi kakakmu setelah berita itu tersebar.” Agatha mengangguk. “Hm. Aku dimarahi habis-habisan.” “Aku sudah menyuruh orang untuk menutup beritu itu. jadi kau tidak usah kawatir. Berita itu tidak akan melebar ke mana-mana,” jelas Matt. “Baiklah. Terima kasih.” Agatha bangkit dari duduknya. Melihat tanggalan. Seminggu lagi ia harus pulang. Sekian lama tidak pulang dan akhirnya akan pulang. “Matt,” panggil Agatha. “Ya?” “Kalau sudah tidak ada yang kau bicarakan. Aku akan mengakhiri
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men