Agatha melangkah dengan cepat. “Aku akan memberikan semua sahamku pada Jordy.” Setelah itu menatap mereka berdua dengan remeh. “Puas kan?” tanyanya. Kemudian berjalan dengan cepat berjalan ke arah pintu. Agatha mengusap air matanya yang lagi-lagi menetes. “Agatha!” panggil Jordy setengah berteriak. Kenapa ia dilahirkan jika seperti ini? Kenapa ia ada di dunia jika hanya ada kesengsaraan untuknya. Tidak pernah dianggap oleh siapapun. Keberadaannya pun selalu dianggap aib. Orang-orang berusaha menyingkirkannya apapun yang terjadi. “Agatha!” teriak Jordy. Jordy berhasil menangkap pergelangan tangan Agatha. “Jangan pergi.” “Maksudmu apa melarangku pergi?” tanya Agatha menahan emosi. “Beraninya kau menahanku pergi setelah aku mendengar semua percakapan kalian.” Agatha mengusap air matanya. Ia berharap tidak menangis agar tidak terlihat menyedihkan di mata orang lain. “Bergabunglah denganku mengurus perusahaan.” Jordy berkacak pinggang. “Jangan melepaskan kepemilikan sahammu
Ada alasan kenapa Jordy begitu peduli pada Agatha. Sebagai putra pertama sekaligus pewaris Harper group, tekanan yang diberikan keluarga begitu besar. Sering kali Jordy bersedih sepulang sekolah mendapatkan nilai yang buruk. Ia akan dimarahi habis-habisan oleh Calista. Disaat itulah Agatha datang, Agatha mengajaknya melukis. Agatha menghiburnya dengan mengajak Jordy melukis bersamanya. Namun tidak lama hal itu terjadi, semua lukisan beserta alat-alatnya malah dibuang oleh Calista. Calista mengancam akan menyakiti Agatha jika Jordy masih tetap mendekati Agatha. Maka dari itu, Jordy berusaha menjaga jarak dengan Agatha meskipun ia sebenarnya peduli dengan adiknya sendiri. “Kau pikir mereka akan merestui hubungan kalian dengan keadaanmu yang sekarang?” tanya Jordy lagi. Agatha terdiam. semua yang dikatakan Jordy sudah terjadi. Bahkan dirinya sendiri diusir oleh nenek Gio karena tidak setara dengan pria itu. Lantas apakah ia bisa bertahan dengan keadaan seperti ini
Agatha datang ke sebuah kafe. Melangkah dengan helaan nafas yang berat.. Ia berhenti sebentar—menatap seorang pria yang tengah duduk dengan tenang di sebuah bangku. Agatha mendekat dan mengambil duduk di hadapan Gio. Gio mengernyit dan memandang Agatha. “Bukan di sana..” “Ke marilah.” Menunjuk kursi di sampingnya. Agatha menggeleng. “Tidak..” suaranya yang begitu pelan. “Di sini lebih nyaman.” Agatha tetap memilih duduk di hadapan Gio daripada duduk di samping pria itu. Gio menghela nafas. dan membiarkan Agatha duduk di hadapannya saja. “Aku tahu semuanya. Aku tahu kenapa kau pergi dari Mansion.” Tangan Gio terulur mengusap punggung tangan Agatha. “Aku sudah memberitahumu, abaikan saja perkataan keluargaku. Aku tidak mau kau pergi, Agatha.” Agatha menatap tangannya yang diusap lembut Gio. Ia mengerucutkan bibirnya. Sadar bahwa sesungguhnya ia memang merindukan pria itu. Namun karena keadaan yang sekarang, ia tidak bisa.Jadi ia hanya diam dan berusaha tenang. “Aku tida
“Tapi kita tetap bisa bersama,” balas Gio. Sungguh ia tidak ingin kehilangan Agatha. Ditinggal satu hari saja pusing, ini mau ditinggal kuliah di luar negeri. Bagaimana dirinya. Apa jadinya dirinya.. “Sesekali aku akan mengunjungimu. Hubungan jarak jauh tidak sesulit itu.” Gio tidak bisa memikirkan lagi bagaimana jika ditinggal Agatha seperti ini. Kebersamaan mereka… Sentuhan yang mereka lakukan. Apa dipikir ia bisa lepas dari semua ini dengan mudah? Agatha menggeleng. ia berdiri duduknya. “Hubungan kita berakhir di sini.” Agatha berjalan dengan cepat keluar dari kafe. Segera mengusap air matanya yang berjatuhan. Padahal ia merindukan pria itu. Ingin memeluk pria itu. Ingin menyandarkan kepalanya di dada pria itu dan berkata. Semuanya terasa sangat sulit. “Agatha!” panggil Gio segera mengejar Agatha. Agatha tidak berhenti sampai Gio berhasil mencekal tangannya. Gio menarik tangan Agatha—dan mendekap tubuh mungil wanita itu. “Jangan tinggalkan aku. Aku
“Kau putus dengannya?” tanya Jordy yang berada di samping Agatha. Agatha mengangguk tanpa mengangkat kepalanya. “Hm..” “Di sana ada tisu.” Jordy menunjuk dashbord. Agatha mengambilnya. mengusap air matanya dengan tisu. “Dia ingin kita tetap berhubungan. Ldr.. tapi aku tidak mau. Aku tidak yakin dengan hubungan seperti itu,” ucap Agatha dengan air mata yang masih berlinang. “Ya..” Jordy menyetujui. “Ldr memang sulit. Hubungan kalian bisa kandas di tengah jalan..” Agatha menghela nafas. “Maka dari itu aku mengakhirinya dari awal.” Agatha menatap lurus ke depan. Kembali menangis… Jordy menoleh sebentar sembari menggeleng pelan. Berusaha memahami orang yang lagi patah hati. Ia masih fokus menyetir sedangkan Agatha masih menangis. “Aku membuatnya membenciku. Karena, hanya dengan cara itu dia bisa melepasku. Jika aku memberinya harapan, dia bisa mengikutiku dan mengawasiku.” “Kau bisa menjelaskan padanya nanti..” Agatha menoleh pada jendela. “Aku tidak tahu kapan aku bisa bert
“Jawab nanek apa maksud kamu?” tanya Margaret pada akhirnya memegang kedua bahu cucunya. “Dokter bilang kamu sepenuhnya sembuh. Tapi kenapa kamu bilang penyakit ini menggoroti? Apa maksud kamu?” Gio menghela nafas. “Gio belum sepenuhnya sembuh. Dan—” Gio menepuk dadanya. “Di sini masih sering sakit.” Akhirnya Gio memberitahukan penyakitnya pada keluarganya.. “Di saat hal itu terjadi. Agatha selalu berada di sampingku. Hanya dia yang bisa membuatku tenang. Hanya dia yang membuatku rutin minum obat.” Gio segera mengusap sudut air matanya yang berair. “Hanya dia yang bisa membuatku minum obat di saat aku benar-benar muak dengan obat-obatan…” lirihnya. “Tapi dia sekarang sudah pergi…” Margaret terdiam. Ia tidak tahu jika cucunya menyimpan hal sebesar ini. “Kenapa tidak bilang dari awal?” tanya Margaret. “Karena aku tidak ingin membuat kalian kawatir. Aku tidak ingin membuat semua orang kawatir dan heboh dengan keadaanku.” Gio menatap neneknya. “Mulai sekarang, nene
Agatha pergi.. Ia menghela nafas sembari menyeret kopernya. Kepergiannya yang begitu cepat… Agatha menoleh ke belakang. Jordy mengantarnya—pria itu masih berdiri di belakangnya. “Pergilah,” ucap Jordy. Seakan mengusir Agatha agar segera pergi. Agatha menghela nafas. “Aku benar-benar pergi?” tanyanya. Hatinya tidak rela meninggalkan kota ini. Kota yang menyimpan banyak kenangannya. Bersama… Gio Agatha mengerucutkan bibirnya. Akhirnya Jordy mendekat. memegang bahu Agatha. “Jika ingin mengejar sesuatu, ada yang harus kau relakan. Contohnya adalah cinta. Aku yakin setelah kau kembali. Kau akan mendapatkan cinta yang lebih dari kemarin.” “Aku mengerti.” Agatha mengangguk. “Jangan menghawatirkan apapun. Di sana ada orangku yang akan membantumu.” Lagi-lagi Agatha mengangguk. “Aku tidak punya siapapun. Hanya kau yang bisa aku andalkan.” “Aku harap aku tidak salah memilihmu.” Agatha mendongak. “Aku juga tidak sedang main-main.” Jordy mengangguk. “Semua yang aku
1 tahun pertama dilewati Agatha dengan belajar sungguh-sungguh. Ia bahkan tidak banyak berteman. “Agatha!” panggil seorang perempuan yang memiliki suara cempreng. “Agatha!” memanggil Agatha lagi. Agatha pura-pura tidak kenal karena memalukan dipanggil sekencang itu. Tapi perempuan itu mengejar Agatha sampai memeluk Agatha dari belakang. “Jangan kabur.” Emily menahan lengan Agatha. “Aku ingin mengatakan sesuatu.” Agatha berjalan santai dan menoleh ke samping. “Jangan banyak bicara, kita harus mengikuti kelas sebentar lagi.” Emily dan Agatha masuk ke dalam ruang. Memilih bangku tengah yang nyaman untuk mendengarkan penjelasan dosen. “Nanti malam…” Emily mulai berbicara. “Nanti malam ayo pergi ke pesta.” Tanpa menoleh Agatha langsung menggeleng. “Tidak!” Emily mengguncang pelan bahu Agatha. “Ayolah… di sana ada banyak mahasiswa tampan. Aku dengar kakak tingkat juga datang ke pesta itu.” Agatha menghela nafas. “Aku terlalu tua menghadiri pesta seperti
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve
21++ Memborgol kaki Agatha dengan sisi ranjang. Hingga kedua kaki Agatha terbuka dengan lebar. Agatha benar-benar tidak bisa bergerak. Matanya juga tertutup semuanya gelap. Namun ia menunggu apa yang akan dilakukan pria itu. Gio memasukkan jemarinya ke dalam milik Agatha. menekannya hingga membuat Agatha bergerak gelisah… “Ahh!” Agatha membuka bibirnya. Gio tersenyum miring. “Kau suka?” tanyanya. Agatha mengangguk. “Aku suka..” lirihnya. Gio menggerakkan jarinya maju mundur—menggoda milik Agatha. Agatha tidak bisa menahannya lagi—sampai pelepasannya datang juga. “Ahh!” desah Agatha ketika milik Gio mulai memenuhi miliknya. “Gio ahh!” Gio bergerak menghujam agatha lagi. Tangannya terulur mengusap pipi Agatha… Memasukkan jemarinya ke dalam bibir wanita itu. Gio terus bergerak menghujam Agatha. memenuhi milik wanita itu dengan miliknya terus menerus. Sampai ia menarik borgol di kaki Agatha. Ia mengangkat satu kaki Agatha dan kembali menghujam milik wanita i
21++ “Sayang ahh ohhh!” Gio menekan miliknya ke dalam mulut Agatha. Membuat Agatha terdorong sampai membentur pantry. Tapi untungnya telapak tangannya bergerak dengan cepat melindungi belakang kepala Agatha. Agatha melakukan tugasnya—membuat Gio semakin tergila-gila dengannya. Agatha pastikan, Gio akan semakin menyukainya. “babe..” Gio menggerakkan pinggulnya maju mundur. “Ahh babe… kau nikmat ohh!” Gio menarik Agatha kemudian menyatukan miliknya ke dalam milik Agatha. Menarik satu kaki Agatha—membawanya ke atas. Kemudian pelan-pelan menghujam milik Agatha. Tubuh Agatha terguncang.. kedua dadanya bergerak dengan pergerakan pria itu. Agatha hanya bertopang pada meja pantry sementara Gio yang terus menghujamnya. Gio menarik pinggangnya dan memutar tubuhnya. kembali menghujamnya dari belakang. Salah satu tangannya di bawa ke belakang. Gio memang mengendalikan permainan ini. Tidak berhenti sebelum dirinya puas. Meskipun Agatha kelelahan. Tapi Agatha merutuk or
21++ “Kau ingin kita menjadi apa?” tanya Gio. Agatha mengedikkan bahu. Dasar tidak peka. Agatha menggerutu dalam hati. “Lupakan saja.” Agatha mengalunkan tangannya di leher Gio. “Tapi aku berterima kasih karena kau mau melakukan hal sebanyak itu. Aku hanya tidak menyangka kau melakukannya untukku.” Gio mengusap pinggang Agatha pelan. “Jika kau menurut, aku akan melakukan apapun…” Jemarinya mengusap bibir bawah Agatha. “Menurut padaku… kau akan mendapatkan keuntungan lebih banyak.” Agatha mengernyit. “Aku sudah menurut…” Gio tersenyum miring. “Tidak sepenuhnya.” Agatha berpikir lebih dalam. Ia sudah menuruti keinginan Gio. Semuanya…. Lalu apa yang diminta oleh pria itu. Agatha pun tidak tahu apa arti kata menurut itu di bagi Gio. Agatha mengedikkan bahu. “Aku merasa, aku sudah menurut dan melakukan apapun yang kau mau.” “Itu menurutku tapi tidak bagiku.” Gio benar-benar membuatnya bingung. Agatha perlahan naik ke atas pangkuan pria itu. Kemudian memiri
Ketika masuk ke dalam penthouse. Agatha disambut oleh bau masakan. Ketika melhat dapur—ia melihat pria yang tampan sedang memasak. Dengan lengan kemeja yang dilipat sampai siku. Pria itu terlihat fokus memasak. Entah apa yang dimasak. Gio hanya menatap Agatha sekilas dan kembali memasak. “Kau sudah pulang?” tanyanya. Agatha mengangguk. Gio mengacuhkannya. Agatha mendekat dan memeluk pria itu dari belakang. Memeluk pinggang pria itu dengan kedua tangannya. Agatha menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. “Jangan menggangguku. Aku akan menyelesaikannya dahulu.” Alhasil Agatha diam—tapi dia masih memeluk pria itu. Jadi, Gio memasak dengan Agatha yang selalu mengekorinya. Mengaduk masakannya—sampai menyajikan masakannya. Agatha masih menempel padanya. setelah itu barulah Gio memutar tubuhnya. “Ada apa?” tanya Gio. “Tapi sebelum kau berbicara, lebih baik makan dulu. aku yakin ada banyak yang ingin kau bicarakan.” Agatha menyipitkan mata. Kemudian mengambil duduk