Flashback off Haven menepati janjinya. Damian dibuat hancur dengan pembongkaran kejahatan yang berada di dalam perusahaan. Damian sering main kasar dengan bawahannya. Tidak hanya kepada laki-laki tapi juga perempuan. Ternyata, perusahaan keluarga Damian sering memanipulasi pajak. Melakukan tindakan ilegal pada tanah warga yang digunakan sebagai pabrik. Perusahaan tidak membayar tanah warga sesuai dengan perjanjian. Belum lagi, korupsi yang merajalela di perusahaan keluarga Damian. Semuanya hancur. Perusahaan tidak bisa bertahan, ditambah kasus Damian yang melakukan penyerangan pada Gaby. Kasus terus bergulir dengan keadaan perusahaan kacau bahkan bangkrut. Gaby dan Haven masih menggunakan pakaian pernikahan mereka. “Mau ke mana?” tanya Haven ketika Gaby hendak pergi. Gaby menggeleng. “Aku hanya ingin pergi keluar mencari udara segar.” Haven mengambil sebuah paper bag. “Ganti dulu pakaianmu. Jangan pergi dengan seperti itu. Orang-orang bisa melihatmu.” Gaby m
Haven sudah berusaha menghubungi Gaby namun tidak dibalas juga. Sudah mencoba menelepon. Tapi tidak dijawab sudah berulang kali. Akhirnya ia keluar. Mengemudikan mobilnya guna mencari Gaby. Setelah melihat sekitar akhirnya ia berhenti tepat di depan sebuah minimarket. Disanalah ia melihat seorang wanita yang tengah menunduk, tidur. “Astaga apa yang dilakukan olehnya?” Haven turun dari mobil. Ia berjalan mendekat dan melihat Gaby dari dekat. Ada satu kresek yang penuh dengan camilan dan es krim. “Gaby..” panggilnya pelan. “Gaby..” Haven mengusap pipi Gaby pelan. “Ayo bangun.” Gaby yang sudah terlanjur tidur tidak mau diganggu. Ia malah semakin terlelap dengan posisi tangan menjadi bantal di atas meja. “Kamu lelah tapi kamu menghindariku. “ Haven mengangkat tubuh Gaby dan membawanya ke mobil. Menurunkan tubuh Gaby dengan hati-hati. gaby sedikit bergerak mencari posisi ternyaman. Haven tersenyum kecil sebelum berjalan memutar dan duduk di kursi pengemudi
Waktu terus berjalan. Gaby maupun Haven bekerja. Mereka menjadi jarang bertemu meski Haven berusaha untuk mendekati Gaby. Gaby yang menyibukkan diri dengan pekerjaan. Ia bahkan selalu pulang saat larut. Begitupun dengan Haven yang tidak memiliki banyak waktu karena mengurusi perusahaan. Apalagi sekarang tanggung jawabnya semakin bertambah dengan menjadi menantu Winston pertama. Ada satu tanggung jawab yang diembannya setelah resmi menjadi menantu seorang Ethan. Satu perusahaan yang bergerak di bidang properti telah resmi menjadi miliknya. Sebagai penanda bahwa ia resmi menjadi bagian dari keluarga Winston. “Untuk yang terakhir…” lirih Haven menatap sebuah kantor di hadapannya. “Aku akan berusaha mendekatinya sebelum aku berangkat ke London.” Haven akhirnya keluar dari mobilnya yang mahal. Ia bersindekap sembari menunggu Gaby keluar. Haven bersandar pada mobil. Meskipun sebenarnya ia juga lelah. Tapi ia akan tetap berusaha mendekati Gaby. “Gaby!” Haven melambaikan tangann
“Apa kau begitu menyukaiku?” tanya Gaby. Haven mengangkat kepalanya. Bukannya menjawab langsung, pria itu justru tertawa. Setelah membersihkan tangannya dan mengelap tangannya menggunakan tisu. Haven menoleh. “Bukan hanya suka. Aku mencintaimu.” Kemudian menyalakan mobilnya. Mulai mengemudikan mobil menuju rumahnya. “Sudah jangan dipikirkan. Aku tahu kau mengantuk.” Haven fokus menyetir. “Tidur saja. nanti aku akan membangunkanmu.” Gaby bersandar dan memejamkan mata. “Jangan macam-macam denganku.” “Aku boleh macam-macam. Aku suamimu, tidak ada yang akan mempermasalahkannya.” Haven tertawa pelan. “Sudah tidur saja.” “Aku akan menendangmu jika kau menyentuhku.” “Iya, Gaby..” Haven menoleh sebentar. Gaby mengerucutkan bibirnya. Kenapa pria ini membuatnya kesal. Bukan karena pria itu yang menggodanya. Tapi respon yang diberikan Haven. Pria itu pasrah, tidak ada perlawanan. Pria itu bahkan tidak memaksanya sedikitpun. Gaby menjadi merasa bersalah lagi.
“Kenapa kamu di sini?” tanya Aluna begitu melihat Gaby berada di ruang tamu. “Kalau tidak pernah ke sini, di marahi. Ke sini juga di marahi. Memangnya kenapa kalau Gaby ke sini?” tanya Gaby memakan camilan di ruang santai mansion keluarganya. “Baru sehari nikah kok udah marahan,” Decak Aluna. “Sudah dua minggu ya, bukan sehari.” “Sama saja, hitungannya masih sebentar. eh udah marahan.” Aluna mengambil duduk di samping Gaby. Kemudian meraih sebuah toples yang berada di pangkuan Gaby. “Mama kan sudah bilang, pernikahan itu bukan perkara yang mudah.” Aluna menoleh dan mencubit pipi anak perempuannya itu dengan gemas. “siapa yang menyuruh menikah secepat ini?” tanya Aluna. Gaby berdecak. “Aku melakukannya untuk perusahaan juga.” Aluna menggeleng. “Tidak.” Aluna mengedikkan bahunya. “Kamu tidak secinta itu dengan perusahaan sampai-sampai merelakan kebahagiaan kamu sendiri.” “Kamu itu bocah pintar yang licik.” Aluna menonyor dahi anaknya. Gaby berdecak. Ia menghela nafas kasar.
Makan malam dengan para pegawai yang tidak dikenal oleh Haven. Ya sebenarnya perusahaan ini adalah cabang. ia jarang ke sini karena sudah ada seseorang yang ditunjuk untuk mengelola cabang ini. Tapi ia ke sini untuk mengontrol apakah perusahaan berjalan dengan baik atau tidak. “Sir, apakah anda sudah mempunyai kekasih?” tanya seorang wanita. Pertanyaan itu cukup konyol. Namun mungkin berita pernikahannya belum sampai di perusahaan cabang. “Aku sudah menikah.” menunjukkan cincin di jari manisnya dengan bangga. “Oh maaf, Sir.” Wanita itu nampak tidak enak. Wajahnya memerah menahan malu. Memang ya kalau pesona Haven itu sulit untuk dihiraukan. Siapa yang tidak suka dengan pria tampan matang yang berbau uang. Tentu saja siapapun pasti akan tergiur. Haven tersenyum tipis. “Aku akan memperkenalkan istriku secara langsung nanti.” “Pernikahan kami dilakukan sederhana, wajar jika banyak orang yang tidak tahu aku sudah menikah.” Haven mengangkat gelasnya. “Cheers.” “C
“Gabriella..” desis tajam Haven. “Kenapa? mau marah?” tanya Gaby. Ia melempar tasnya begitu saja. “Aku tanya kau ke mana saja saat di sana? dan bersama siapa saja?” tanya Gaby. Haven menghela nafas. “Aku sedang bekerja, aku tidak ke mana-mana selain ke kantor.” Gaby berkacak pinggang. “Jangan membohongiku, Haven. Aku bukan Gaby yang dulu. aku bukan wanita bodoh yang bisa kau bohongi dan kau permainkan sesuka hatimu.” “Aku tidak berbohong Gab. Aku tidak bermain-main di sana, aku hanya bekerja dan kemarin aku makan malam dengan rekan-rekanku.” “Rekan-rekan?” tanya Gaby. “Rekan-rekan atau selingkuhan kamu?” tanyanya. “Mana ada selingkuhan? Kamu kata siapa?” tanya Haven. “Tidak peduli kata siapa.” Gaby berdecih pelan. “Tidak ada lagi pria yang bisa aku percaya di dunia ini selain orang tuaku.” “Tidak ada pria yang benar-benar bersih di dunia ini. Mereka akan sulit fokus dengan satu wanita saja.” Gaby mengambil tasnya dengan kesal. “Gab!” Haven mencekal tangan Gaby. “
“Gab aku mohon percayalah padaku.” Haven yang terdengar putus asa karena Gaby yang tidak pernah percaya padanya. “Aku tidak bodoh Haven..” balas Gaby. “Aku bukan Gaby lima tahun yang lalu.” “Sekarang pergilah dari sini.” Gaby mendorong Haven keluar dari ruangannya. “Gabriella..” lirih Haven. “Tidak. Tidak usah banyak omong. Pergilah sekarang juga.” Mendorong Haven sampai pria itu benar-benar keluar dari ruangannya. Setelahnya menutup pintu ruangannya dengan rapat supaya pria itu tidak bisa masuk. Gaby berkacak pinggang—mengusap wajahnya kasar. Sampai kapan ia akan dihianati seperti ini. sampai kapan ia terus dipermainkan oleh laki-laki? Gaby mengusap rambutnya kasar. Apa semua itu adalah kesalahannya di masa lalu? Apakah yang ia rasakan saat ini adalah akibat perbuatannya dulu yang suka mempermainkan hati para pria. ~~Di usir istri sendiri. Naas sekali memang. Padahal harapan Haven besar untuk dimaafkan oleh Gaby. Namun baru saja sampai sudah diusir begitu saja. Setelah
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve