Setelah mendengar ucapan Haven, Ethan terdiam sesaat. Kemudian menghela nafas pelan. “Kamu dua kali menyelamatkan nyawa anak saya. Apa yang kamu inginkan?” “Saya mencintai Gabriella dan ingin bersamanya. saya ingin menikahi Gaby.” Ethan dan Aluna saling berpandang. Ethan bersindekap. “Dengan pernikahan kalian. Nama perusahaan akan terselamatkan. Tapi.. kamu harus bicara lebih dahulu dengan Gaby.” “Karena yang terpenting bukanlah tentang perusahaan, tapi tentang anakku sendiri.” Haven mengangguk paham. ~~Entah sudah berapa lama Gaby tertidur. Perlahan ia mulai membuka matanya. Melihat sekeliling yang gelap. Terdengar suara nafas seseorang. Ketika ia menoleh. ia mendapati seorang pria yang tengah menunduk di samping ranjangnya. “Haven…” lirihnya. Haven mengangkat kepalanya ketika mendengar suara Gaby. “Kamu sudah bangun.” Haven menatap Gaby. “Ada yang sakit?” Gaby menggeleng kecil. “Tidak..” “Orang tuamu pulang sebentar. Mereka akan kembali ke sini nanti. Jadi aku yang
“Tidak masalah jika kau tidak mau.” Haven mengedikkan bahu. “Dia akan dipenjara beberapa bulan atau satu tahun saja.” Gaby mengernyit. “Secepat itu?” Haven mengangguk. “Untuk kasus yang pertama. Dia memang punya anak, tapi dia bertanggung jawab secara materi. Jadi tidak terlalu dipermasalahkan. Yang kedua, dia menghamili pegawainya. Tapi dia tidak terbukti menekan pegawainya untuk mengaborsi. Yang melakukan siapa? si perempuan sendiri bukan?” tanya Haven. “Bukti yang kamu kumpulkan juga bisa membuat boomerang bagi teman kamu.” Kenapa Gaby tidak bisa berpikir sejauh itu ya. Ternyata Haven bisa berpikir sejauh dan serumit itu. Padahal ia sudah memikirkan dengan matang untuk membuat Damian dipenjara. Ternyata masih ada skenario yang lebih bagus untuk menghukum pria itu. “Ada rencana yang lebih baik untuk membuatnya hancur.” Haven tersenyum miring. “Apa?” tanya Gaby. “Menikahlah denganku.” Haven mendekat. menatap wajah Gaby lekat. “Menikahlah denganku dan semuanya
Flashback off Haven menepati janjinya. Damian dibuat hancur dengan pembongkaran kejahatan yang berada di dalam perusahaan. Damian sering main kasar dengan bawahannya. Tidak hanya kepada laki-laki tapi juga perempuan. Ternyata, perusahaan keluarga Damian sering memanipulasi pajak. Melakukan tindakan ilegal pada tanah warga yang digunakan sebagai pabrik. Perusahaan tidak membayar tanah warga sesuai dengan perjanjian. Belum lagi, korupsi yang merajalela di perusahaan keluarga Damian. Semuanya hancur. Perusahaan tidak bisa bertahan, ditambah kasus Damian yang melakukan penyerangan pada Gaby. Kasus terus bergulir dengan keadaan perusahaan kacau bahkan bangkrut. Gaby dan Haven masih menggunakan pakaian pernikahan mereka. “Mau ke mana?” tanya Haven ketika Gaby hendak pergi. Gaby menggeleng. “Aku hanya ingin pergi keluar mencari udara segar.” Haven mengambil sebuah paper bag. “Ganti dulu pakaianmu. Jangan pergi dengan seperti itu. Orang-orang bisa melihatmu.” Gaby m
Haven sudah berusaha menghubungi Gaby namun tidak dibalas juga. Sudah mencoba menelepon. Tapi tidak dijawab sudah berulang kali. Akhirnya ia keluar. Mengemudikan mobilnya guna mencari Gaby. Setelah melihat sekitar akhirnya ia berhenti tepat di depan sebuah minimarket. Disanalah ia melihat seorang wanita yang tengah menunduk, tidur. “Astaga apa yang dilakukan olehnya?” Haven turun dari mobil. Ia berjalan mendekat dan melihat Gaby dari dekat. Ada satu kresek yang penuh dengan camilan dan es krim. “Gaby..” panggilnya pelan. “Gaby..” Haven mengusap pipi Gaby pelan. “Ayo bangun.” Gaby yang sudah terlanjur tidur tidak mau diganggu. Ia malah semakin terlelap dengan posisi tangan menjadi bantal di atas meja. “Kamu lelah tapi kamu menghindariku. “ Haven mengangkat tubuh Gaby dan membawanya ke mobil. Menurunkan tubuh Gaby dengan hati-hati. gaby sedikit bergerak mencari posisi ternyaman. Haven tersenyum kecil sebelum berjalan memutar dan duduk di kursi pengemudi
Waktu terus berjalan. Gaby maupun Haven bekerja. Mereka menjadi jarang bertemu meski Haven berusaha untuk mendekati Gaby. Gaby yang menyibukkan diri dengan pekerjaan. Ia bahkan selalu pulang saat larut. Begitupun dengan Haven yang tidak memiliki banyak waktu karena mengurusi perusahaan. Apalagi sekarang tanggung jawabnya semakin bertambah dengan menjadi menantu Winston pertama. Ada satu tanggung jawab yang diembannya setelah resmi menjadi menantu seorang Ethan. Satu perusahaan yang bergerak di bidang properti telah resmi menjadi miliknya. Sebagai penanda bahwa ia resmi menjadi bagian dari keluarga Winston. “Untuk yang terakhir…” lirih Haven menatap sebuah kantor di hadapannya. “Aku akan berusaha mendekatinya sebelum aku berangkat ke London.” Haven akhirnya keluar dari mobilnya yang mahal. Ia bersindekap sembari menunggu Gaby keluar. Haven bersandar pada mobil. Meskipun sebenarnya ia juga lelah. Tapi ia akan tetap berusaha mendekati Gaby. “Gaby!” Haven melambaikan tangann
“Apa kau begitu menyukaiku?” tanya Gaby. Haven mengangkat kepalanya. Bukannya menjawab langsung, pria itu justru tertawa. Setelah membersihkan tangannya dan mengelap tangannya menggunakan tisu. Haven menoleh. “Bukan hanya suka. Aku mencintaimu.” Kemudian menyalakan mobilnya. Mulai mengemudikan mobil menuju rumahnya. “Sudah jangan dipikirkan. Aku tahu kau mengantuk.” Haven fokus menyetir. “Tidur saja. nanti aku akan membangunkanmu.” Gaby bersandar dan memejamkan mata. “Jangan macam-macam denganku.” “Aku boleh macam-macam. Aku suamimu, tidak ada yang akan mempermasalahkannya.” Haven tertawa pelan. “Sudah tidur saja.” “Aku akan menendangmu jika kau menyentuhku.” “Iya, Gaby..” Haven menoleh sebentar. Gaby mengerucutkan bibirnya. Kenapa pria ini membuatnya kesal. Bukan karena pria itu yang menggodanya. Tapi respon yang diberikan Haven. Pria itu pasrah, tidak ada perlawanan. Pria itu bahkan tidak memaksanya sedikitpun. Gaby menjadi merasa bersalah lagi.
“Kenapa kamu di sini?” tanya Aluna begitu melihat Gaby berada di ruang tamu. “Kalau tidak pernah ke sini, di marahi. Ke sini juga di marahi. Memangnya kenapa kalau Gaby ke sini?” tanya Gaby memakan camilan di ruang santai mansion keluarganya. “Baru sehari nikah kok udah marahan,” Decak Aluna. “Sudah dua minggu ya, bukan sehari.” “Sama saja, hitungannya masih sebentar. eh udah marahan.” Aluna mengambil duduk di samping Gaby. Kemudian meraih sebuah toples yang berada di pangkuan Gaby. “Mama kan sudah bilang, pernikahan itu bukan perkara yang mudah.” Aluna menoleh dan mencubit pipi anak perempuannya itu dengan gemas. “siapa yang menyuruh menikah secepat ini?” tanya Aluna. Gaby berdecak. “Aku melakukannya untuk perusahaan juga.” Aluna menggeleng. “Tidak.” Aluna mengedikkan bahunya. “Kamu tidak secinta itu dengan perusahaan sampai-sampai merelakan kebahagiaan kamu sendiri.” “Kamu itu bocah pintar yang licik.” Aluna menonyor dahi anaknya. Gaby berdecak. Ia menghela nafas kasar.
Makan malam dengan para pegawai yang tidak dikenal oleh Haven. Ya sebenarnya perusahaan ini adalah cabang. ia jarang ke sini karena sudah ada seseorang yang ditunjuk untuk mengelola cabang ini. Tapi ia ke sini untuk mengontrol apakah perusahaan berjalan dengan baik atau tidak. “Sir, apakah anda sudah mempunyai kekasih?” tanya seorang wanita. Pertanyaan itu cukup konyol. Namun mungkin berita pernikahannya belum sampai di perusahaan cabang. “Aku sudah menikah.” menunjukkan cincin di jari manisnya dengan bangga. “Oh maaf, Sir.” Wanita itu nampak tidak enak. Wajahnya memerah menahan malu. Memang ya kalau pesona Haven itu sulit untuk dihiraukan. Siapa yang tidak suka dengan pria tampan matang yang berbau uang. Tentu saja siapapun pasti akan tergiur. Haven tersenyum tipis. “Aku akan memperkenalkan istriku secara langsung nanti.” “Pernikahan kami dilakukan sederhana, wajar jika banyak orang yang tidak tahu aku sudah menikah.” Haven mengangkat gelasnya. “Cheers.” “C