“Entahlah.” Gaby mengedikkan bahu. “Hayoo.. “ Firly menyenggol Gaby. “Pastikan dulu perasaanmu.” Gaby hanya mendesah kasar. Sungguh, ia tidak tahu bagaimana perasaannya sekarang. Apalagi ia sering beraktivitas bersama dengan Haven. Bagaimana kalau perasaannya yang dulu tumbuh kembali. Bagaimana jika ia kembali mencintai pria itu lagi. Gaby tidak tahu. Setelah acara berkumpul. Semua mahasiswa kembali ke dalam penginapan. Gaby bersama Firly. Ia tidak bisa tidur dan hanya menatap langit-langit kamar. Di sini tenang, karena letaknya yang jauh dari pemukiman. Namun Gaby tetap tidak bisa tidur. Alhasil ia memutuskan untuk berjalan keluar. Tidak jauh dari penginapan. Ia melihat sebuah kursi. Akhirnya mengambil duduk di kursi itu. Merogoh vapenya dan menghisapnya perlahan. “Hei.. bagi denganku..” ucap seorang pria yang diketahui Gaby sebagai teman satu kelasnya. Ia mengernyit karena pria itu berjalan sempoyongan ke arah Gaby. “Gabriella…” lirihnya. Benar saja ketika pria itu
“Kalian ada hubungan kan?” pria itu menatap Haven dan Gaby bergantian. Raut wajahnya curiga. “Ada atau tidak, tidak ada hubungannya denganmu,” balas Haven. “Peraturan dalam tour ini, tidak boleh mabuk.” Haven menatap pria itu dengan malas. “Pergilah sebelum aku melaporkanmu.” Pria itu menggeleng. “Aku Ingin berbicara dengan Gaby.” “Tidak.” Balas Gaby sewot. Haven memasang badan di hadapan Gaby. Hingga tubuh Gaby berada di belakangnya. Tubuh Gaby yang mungil tertutupi oleh tubuhnya yang besar. “Pergi.” Haven menekankan katanya. Akhirnya pria itu pergi dengan sempoyongan. Masuk ke dalam ruang dan menghilang. Barulah Haven berpindah posisi. Ia menunduk dan mengambil tongkat Gaby yang berada di tanah. “Lain kali jangan keluar malam-malam. Apalagi sendiri.” Haven membantu Gaby menggunakan tongkat itu. “Aku hanya ingin mencari udara segar,” balas Gaby. “Ini.” mengambil vape Gaby. Menyerahkannya pada wanita itu. Gaby menerimanya. “Terima kasih.” “Masuklah. Jangan keluar lagi,”
Haven tersenyum miring. “Aku tidak peduli Gaby..” lirihnya. “Jangan seperti ini Haven!” Gaby setengah berteriak. Namun ia masih bisa mengontrol emosinya. Untung saja sudah larut. Tempat mereka juga cukup jauh dari penginapan. “Why?” tanya Haven. “Aku berhak melindungi wanita yang aku cintai.” Gaby menutup matanya frustasi. “Mulai sekarang, jangan lakukan apapun.” Gaby menunjuk Haven dengan jari telunjuknya. “Jangan melakukan apapun tanpa persetujuanku. Jaga jarakmu denganku. Jangan pernah dekat-dekat denganku.” “Lalu yang kita lakukan sekarang ini apa?” tanya Haven santai. “Ah sial.” Gaby menutup mata sebentar. “Tidak ada gunanya berbicara denganmu.” Haven mengambil tangan Gaby. “Beri aku alasan yang jelas kenapa aku harus menjauh. Kenapa aku harus menyerah untuk mendapatkanmu kembali?” “Karena kau akan menikah?” tanya Haven. “Aku tidak akan menyerah meski kau sudah menikah sekalipun.” “karena aku yakin kau tidak mencintai pria itu.” Haven masih menggenggam tangan Gaby. “B
Setelah kegiatan tour di Jepang, kehidupan kembali berjalan dengan normal. Gaby melupakan apapun yang terjadi selama di Jepang. Ia berusaha untuk menjalani hari-harinya seperti biasa. Sampai ia merasa sedikit bersalah atas apa yang telah ia perbuat pada seseorang. Entahlah, pernikahan sudah di depan mata.. Ia tidak seharusnya memikirkan orang lain. Ia berjalan keluar dari ruangannya. “Kenapa keluar?” tanya Vina. “Aku menunggu Damian..” ucap Gaby. “Kenapa dia belum ke sini juga. Katanya sudah pulang tadi malam.” Vina tersenyum. “Tunggu sebentar, dalam perjalanan..” “Mungkin,” imbuhnya. Gaby hanya mengangguk. sampai ia melihat seseorang yang tiba-tiba muncul. Pria yang tiba-tiba berjalan ke arah sembari membawa sebuah paper bag. “Akhirnya..” Gaby tersenyum cerah. Damian langsung memeluk Gaby. Mengusap pelan sebelum mengecup puncak kepala Gaby. “Itu apa?” tanya Gaby. Damian tersenyum. “Ayo masuk dulu..” Menarik pergelangan tangan Gaby dan mengajak kekasihnya untuk masuk
Pantai. Tempat yang disukai oleh Gaby. Ia berjalan mendekat ke air. Pasir itu mengenai kakinya. Gaby memejamkan mata menikmati hilir angin yang menerpanya. “Suka?” tanya Damian dari belakang memeluk Gaby. Gaby mengangguk dan memutar tubuhnya. Ia mengalunkan kedua tangannya di leher Damian. “Kamu bisa sampai jam berapa?” tanya Gaby. “Sampai jam 3.” Damian mengusap pipi Gaby pelan. “Aku akan di sini. Kamu nanti bisa pergi dulu..” Damian mengernyit. “Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri sayang.” “Aku akan meminta sopirku nanti untuk menjemputku ke sini. kamu tidak perlu kawatir. Aku ingin melihat matahari terbenam.” Damian menghela nafas. “Yasudah..” “Jika saja tidak ada rapat penting, aku pasti akan menemani kamu di sini melihat matahari terbenam.” Gaby mendongak. “Tidak masalah..” Damian memeluk pinggang Gaby dari samping. “Bagaimana kalau pernikahan kita dipercepat saja..” Gaby menyipitkan mata. “Kamu sudah tidak sabar?” sambil tertawa. Damian mengecup bibir Gaby. “Ya,
Kacau. Sebentar lagi menikah. tapi Gaby merasa semuanya hambar. Ia datang ke klub bersama temannya, Laura. Gaby menghela nafas sembari duduk di kursi. “Masih berani datang ke klub. Padahal pernah hamir mati, mau nikah lagi.” Laura meneguk minumannya. “Nanti aku lagi yang kena. Bagaimana nanti jika aku dimarahi oleh keluargamu?” tanya Laura lagi. Gaby menggeleng. “Tidak akan. Mereka tidak akan memarahi anak orang lain, padahal anaknya sendiri yang salah.” “Santai saja.” Gaby mengambil rokok. Menyulutnya sampai menghisapnya pelan. “Kau kenapa?” tanya Laura. Tidak biasanya melihat temannya yang begitu terlihat kacau. Apalagi Gaby menghisap rokok batangan. Padahal biasanya rokok elektrik. Itupun juga jarang, kalau ada masalah saja. “Aku bingung.” Gaby mengusap rambutnya kasar. “Damian aneh. Damian semakin berubah.” “Berubah bagaimana?” tanya Laura. “Dia selingkuh?” “Tidak mugkin kalau itu. aku tahu sekali Damian tidak pernah main wanita lain. ya, meskipun dia memang friendl
“Hai babe, kenapa kamu pergi ke apartemenku malam-malam?” tanya Damian menyambut kedatangan Gaby yang berada di ambang pintu Apartemennya. “Aku ingin bicara.” Gaby langsung nyelonong masuk. Ia menatap Apartemen Damian sebentar sebelum ia berbalik. Menatap Damian yang hanya menggunakan celana pendek. Pria itu bersiap untuk tidur. Gaby menghela nafas. “Kamu mau tidur?” Damian mengangguk. “Tapi tidak masalah karena kamu di sini.” Damian mendekat. kemudian menunduk—mencium aroma yang begitu pekat dari Gaby. “Kamu mabuk.” Damian mengernyit. tidak suka jika Gaby pergi mabuk-mabukkan. Meski bersama teman wanita itu sendiri. Tapi Damian tetap tidak suka. “Kamu tidak memberitahuku kalau pergi ke klub. Datang ke Apartemenku dalam keadaan mabuk.” Tangan Damian terangkat mengusap pipi Gaby. “Seharusnya aku yang marah. Kenapa malah kamu yang terlihat marah..hm.” Gaby mendongak. “Setelah bekerja kamu langsung pulang?” tanyanya. Damian mengangguk. “Kenapa kamu bertanya sepe
“Kamu yang selingkh dengan mantan kamu itu, tapi menuduhku tiba-tiba?” Damian mencengkram lengan Gaby. “Mau cuci tangan dengan menuduhku?” Gaby menggeleng. “Ti-tidak..” Bahkan ucapannya terbata-bata. Bagaimana pria itu bisa tahu dirinya dan Haven dekat. “Tidak usah berbohong..” lirih Damian. “Aku tidak membicarakannya karena tidak ingin hubungan kita menjadi renggang. Tapi kamu…” Damian menjeda ucapannya. “Tapi kamu malah menuduhku sembarangan seperti ini.” Gaby memejamkan mata sebentar. “Tidak Damian.. tunggu.” “Apa?” tanya Damian. “Apa yang ingin kamu jelaskan?” tanya Damian lagi. “Jelas sekali kalian ciuman. Itu sudah disebut sebagai perselingkuhan. Kalian melakukannya juga bukan satu kali..” Damian merogoh ponselnya. kemudian menunjukkan foto-foto Gaby dan Haven yang ciuman. Di beberapa tempat. semuanya, tidak terkecuali. “Bagaimana kamu..” Gaby mendongak. “Kamu mengawasiku? Kamu menyuruh orang untuk membututi dan mengawasi semua kegiatanku?” tanya Gaby. “Aku tidak pe
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve