21++ Perjanjian sudah dimulai. Saat ini hidup Gaby akan sepenuhnyad diatur oleh Haven. Bahkan untuk pergi ke kantor saja diantar. “Sampai kapan aku diantar?” tanya Gaby menoleh ke samping. “Sampai aku yakin kamu tidak kebut-kebutan di jalan,” balas Haven tanpa menoleh. Setelah memarkirkan mobilnya di depan kantor Gabriella, barulah Haven menoleh. “Aku tidak yakin kamu bisa menahan diri tidak kebut-kebutan di jalan.” Gaby berdecak pelan. “Mobilku jenis sport, sudah sepantasnya dikendarai dengan kecepatan rata-rata..” “Sudah seharusnya mobil sport melaju dengan kencang. Tidak pelan-pelan seperti mobilmu ini..” balas Gaby panjang lebar. Haven tersenyum miring. “Baiklah aku akan belikan mobil seperti ini.” “Tidak!” Gaby melotot. “Mobilku banyak.” “Semua mobilmu sport.” “Ya karena aku suka.” “Aku tidak suka.” Haven menatap Gaby. “Yasudah tidak usah menyetir mobil selamanya.” “Haven!!” teriak Gaby. Haven meraih pipi Gaby. “Jangan teriak-teriak sayang..” Ga
21++ “Terima hukuman kamu.” Haven meloloskan jarinya di bawah sana. Membelai milik Gaby yang sudah basah akibar perbuatannya. Tubuh Gaby memang selalu menginginkan sentuhan Haven. Namun kali ini pria itu benar-benar mempermainkannya. Gaby mendongak—tidak bisa menahan desahannya saat jemari Haven yang panjang mengobrak-abrik miliknya di bawah sana. Apalagi bibir pria itu yang menghisap dadanya. Menggigit puncak dadanya. Namun disaat ia akan sampai di puncak kenikmatan itu, justru Haven berhenti. Haven menarik tengkuknya dan mencium bibirnya kembali. Pria itu menarik pinggangnya dan dalam sekejap Gaby sudah ada di pangkuan pria itu. Pada awalnya Haven ingin memberi jeda pada mereka. Bahkan tadi pagi ia tidak mendekati Gaby. Karena ia tahu jika terlalu dekat dengan wanita itu, ia pasti ingin menyentuhnya kembali. Namun pagi ini justru Gaby memancing amarahnya. Sehingga ia tidak bisa menahannya lagi. Terus berciuman dan saling bertukar saliva. Jemari Haven mem
Baru saja menginjakkan kaki di kantor. Semua orang menyapa Haven dengan hormat. Langkahnya yang tegas membuat semua pegawainya menunduk dengan hormat setiap berpapasan dengannya. Semburat senyum tipis terpampang di wajahnya yang datar. Tentu saja menjadi pertanyaan bagi beberapa pegawainya yang melewatinya. Siapa yang tidak tahu Haven Thomas Edison adalah pria dingin dan jarang tersenyum. Bos yang tegas dan galak serta tidak menerima kesalahan apapun. Haven langsung menuju ruangannya. Namun baru saja ia sampai—ia dikejutkan oleh sosok pria tua yang memungguginya. Haven menghela nafas. “Kenapa kakek ke sini pagi-pagi?” Pria tua itu adalah kakek Haven. Pendiri Edison Corp. Hendry menoleh dan memutar tubuhnya menghadap cucu tercinta. Meski usianya sudah tidak muda lagi dan membawa tongkat ke mana-mana untuk berjalan tetapi semangatnya masih membara. “Kamu telat 20 menit. Tidak seharusnya pemimpin telat..” Hendry menatap curiga pada Haven. “Apa yang terjadi denganmu?” ia mend
Haven menghela nafas. “Aku belum tertarik…” “2 tahun yang lalu sudah lama cucuku..” Hendery menggeleng pelan. “Lupakan mantan kamu itu.” “Ada banyak wanita di luar sana yang lebih cantik dan lebih baik dari mantan kamu.” Hendery mengambil satu map berwarna cokelat. “Kakek menyiapkan daftar nama-nama wanita yang bisa kekasih kamu.” “Kek..” Hendery tetap membuka dokumen itu sampai menunjukkan folmulir data diri banyak sekali wanita. “Semuanya berpendidikan dan anak dari pempimpin perusahaan. Selain cantik dan pintar, mereka juga bisa mendukung perusahaan kamu.” Haven menghela nafas sungguh lelah. “Haven tidak mau!” balas Haven. “Bagaimana tidak mau mencoba saja belum.” Hendery menunjuk Haven. “Kamu harus mencoba berkencan sekali dengan mereka. minimal bertemu dulu baru menolak. belum apa-apa sudah menolak!” Haven menghela nafas lelah. “Haven belum tertarik menjalin hubungan dengan wanita lagi.” “Apa? Jangan lama-lama! Kakek takut kamu menjadi suka pria daripada wani
[Gabriella, aku tidak bisa bertemu denganmu untuk beberapa hari karena pekerjaan. Aku harap kamu bisa menjaga diri] Setelah mengirimkan pesan tersebut, Haven menaruh ponselnya ke dalam saku. Tujuan yang pertama adalah datang ke Singapore. Untuk menemui wanita yang sudah dipilihkan oleh kakeknya. Selain untuk berkencan ia juga ada pekerjaan selama beberapa hari di sana. “Wanita yang pertama…” ucap Galang, Sekretarisnya. Sekaligus teman kecilnya. “Putri kedua Eccar Corp. Lulusan S3 di Harvard. Saat ini menjadi dosen di National University of Singapore.” Galang memiringkan kepalanya. “Umurnya 31 tahun… lebih tua darimu ternyata.” “Oke lanjut. Anda akan bertemu dengannya satu jam lagi,” ucap Galang setelah melihat jam di tangannya. Haven berjalan mendahului Galang. “Tidak penting,” sahutnya. Galang menggeleng pelan. “Seperti kakekmu, dicoba dulu. siapa tahu kalian cocok!” Haven mendadak berhenti—menoleh dan menatap temannya itu tajam. “Kau bilang apa?” Galang berd
Gaby masih asik bergoyang dibawah sinar lampu yang begitu gemerlap. Bukannya sedih ditinggal sang kekasih, Gaby malah senang kerena bisa menghabiskan waktunya di klub. Namun, dalam lubuk hatinya yang terdalam. Ia juga merindukan Haven. Padahal baru beberapa jam ditinggal oleh pria itu. Setelah pusa bergoyang ria, Ia menyingkir dan kembali ke bangkunya. Huh! Ia hanya minum beer, jadi tidak akan terlalu mabuk. Gaby mengeluarkan rokok elektriknya. Menghisapnya dan memhembuskannya dengan santai. “Lega…” Gaby memejamkan mata. Berharap Haven tidak kembali cepat-cepat. Bulu kuduknya mendadak merinding membayangkan pria itu tiba-tiba menyusulnya ke sini. Tapi tidak akan! Jelas-jelas pria itu sudah berpamitan akan pergi. Gaby yang sedang menikmati waktunya tidak akan sadar jika ada orang yang mengikuitnya. Pria yang disewa oleh Haven untuk mengawasinya. Memtoret dan memvideo diam-diam Gaby lalu mengirimkannya langsung pada Haven. Di sisi lain. Haven baru saja
Setelah 7 hari di Singapore akhirnya Haven pulang juga. Bukan karena lelah bekerja, tapi lebih ke lelah karena harus bertemu dengan wanita yang dijodohkan dengannya. Semuanya membosankan. Semua wanita itu langsung jatuh ke dalam pesonanya. Dan akhirnya memintanya untuk menikah. Sial! Haven tidak ingin bertemu dengan para wanita lagi. “Ada beberapa wanita yang harus anda temu lagi saat sudah kembali.” Galang membuka tablet. “Yang jelas. Beberapa itu bisa jadi banyak.” Haven berjalan lebih dulu. Sedangkan di belakang Galang bertugas membawa koper-kopernya. Bisa dibayangkan betapa susahnya keadaan Galang, sudah membawa tablet malah membawa koper juga. Belum lagi menghadapi Haven seperti Singat. “Ada sekitar 10..” lirih Galang. Haven berhenti. “Sialan,” umpatnya dengan keras. “Aku tida peduli.” Mengambil kunci kemudian berjalan lebih dulu mendahului Galang. Tujuannya hanya satu. Yaitu ke klub untuk menemui miliknya yang telah berkeliaran terlalu lama. Tidak
Haven tidak sabar dan kembali mencium Gaby meskipun mereka berada di lorong klub. Keputusan Haven adalah membawa Gaby untuk ke kamar klub yang berada di lantai teratas. Setelah masuk ke dalam kamar. Haven merobek dress sialan itu! dress yang menarik mata lelaki untuk memandang Gaby. Gaby hanya pasrah. Di bawah pengaruh alkohol ia juga menikmati dan justru bertindak aktif. Haven menjelahi tubuh Gaby. Dengan sekali tarikan bra hitam yang digunakan Gaby sudah terjatuh di lantai. Haven mengurung tubuh Gaby di tembok. Ia menunduk dan mencium bibir wanita itu kembali. “Haven..” lirih Gaby. Haven menunduk—memberikan tanda kepemilikan di leher Gaby. Jemarinya dengan mengusap buah dada Gaby yang sudah tidak terbungkus kain apapun. Mengusapnya dan meremasnya perlahan hingga membuat Gaby melenguh secara tidak sadar. Gaby pasrah! Tubuhnya pasrah dan menikmati setiap sentuhan Haven. Haven semakin menunduk dan menghisap dada Gaby. Memainkan puncak dada wanita itu dengan lid