Baru saja menginjakkan kaki di kantor. Semua orang menyapa Haven dengan hormat. Langkahnya yang tegas membuat semua pegawainya menunduk dengan hormat setiap berpapasan dengannya. Semburat senyum tipis terpampang di wajahnya yang datar. Tentu saja menjadi pertanyaan bagi beberapa pegawainya yang melewatinya. Siapa yang tidak tahu Haven Thomas Edison adalah pria dingin dan jarang tersenyum. Bos yang tegas dan galak serta tidak menerima kesalahan apapun. Haven langsung menuju ruangannya. Namun baru saja ia sampai—ia dikejutkan oleh sosok pria tua yang memungguginya. Haven menghela nafas. “Kenapa kakek ke sini pagi-pagi?” Pria tua itu adalah kakek Haven. Pendiri Edison Corp. Hendry menoleh dan memutar tubuhnya menghadap cucu tercinta. Meski usianya sudah tidak muda lagi dan membawa tongkat ke mana-mana untuk berjalan tetapi semangatnya masih membara. “Kamu telat 20 menit. Tidak seharusnya pemimpin telat..” Hendry menatap curiga pada Haven. “Apa yang terjadi denganmu?” ia mend
Haven menghela nafas. “Aku belum tertarik…” “2 tahun yang lalu sudah lama cucuku..” Hendery menggeleng pelan. “Lupakan mantan kamu itu.” “Ada banyak wanita di luar sana yang lebih cantik dan lebih baik dari mantan kamu.” Hendery mengambil satu map berwarna cokelat. “Kakek menyiapkan daftar nama-nama wanita yang bisa kekasih kamu.” “Kek..” Hendery tetap membuka dokumen itu sampai menunjukkan folmulir data diri banyak sekali wanita. “Semuanya berpendidikan dan anak dari pempimpin perusahaan. Selain cantik dan pintar, mereka juga bisa mendukung perusahaan kamu.” Haven menghela nafas sungguh lelah. “Haven tidak mau!” balas Haven. “Bagaimana tidak mau mencoba saja belum.” Hendery menunjuk Haven. “Kamu harus mencoba berkencan sekali dengan mereka. minimal bertemu dulu baru menolak. belum apa-apa sudah menolak!” Haven menghela nafas lelah. “Haven belum tertarik menjalin hubungan dengan wanita lagi.” “Apa? Jangan lama-lama! Kakek takut kamu menjadi suka pria daripada wani
[Gabriella, aku tidak bisa bertemu denganmu untuk beberapa hari karena pekerjaan. Aku harap kamu bisa menjaga diri] Setelah mengirimkan pesan tersebut, Haven menaruh ponselnya ke dalam saku. Tujuan yang pertama adalah datang ke Singapore. Untuk menemui wanita yang sudah dipilihkan oleh kakeknya. Selain untuk berkencan ia juga ada pekerjaan selama beberapa hari di sana. “Wanita yang pertama…” ucap Galang, Sekretarisnya. Sekaligus teman kecilnya. “Putri kedua Eccar Corp. Lulusan S3 di Harvard. Saat ini menjadi dosen di National University of Singapore.” Galang memiringkan kepalanya. “Umurnya 31 tahun… lebih tua darimu ternyata.” “Oke lanjut. Anda akan bertemu dengannya satu jam lagi,” ucap Galang setelah melihat jam di tangannya. Haven berjalan mendahului Galang. “Tidak penting,” sahutnya. Galang menggeleng pelan. “Seperti kakekmu, dicoba dulu. siapa tahu kalian cocok!” Haven mendadak berhenti—menoleh dan menatap temannya itu tajam. “Kau bilang apa?” Galang berd
Gaby masih asik bergoyang dibawah sinar lampu yang begitu gemerlap. Bukannya sedih ditinggal sang kekasih, Gaby malah senang kerena bisa menghabiskan waktunya di klub. Namun, dalam lubuk hatinya yang terdalam. Ia juga merindukan Haven. Padahal baru beberapa jam ditinggal oleh pria itu. Setelah pusa bergoyang ria, Ia menyingkir dan kembali ke bangkunya. Huh! Ia hanya minum beer, jadi tidak akan terlalu mabuk. Gaby mengeluarkan rokok elektriknya. Menghisapnya dan memhembuskannya dengan santai. “Lega…” Gaby memejamkan mata. Berharap Haven tidak kembali cepat-cepat. Bulu kuduknya mendadak merinding membayangkan pria itu tiba-tiba menyusulnya ke sini. Tapi tidak akan! Jelas-jelas pria itu sudah berpamitan akan pergi. Gaby yang sedang menikmati waktunya tidak akan sadar jika ada orang yang mengikuitnya. Pria yang disewa oleh Haven untuk mengawasinya. Memtoret dan memvideo diam-diam Gaby lalu mengirimkannya langsung pada Haven. Di sisi lain. Haven baru saja
Setelah 7 hari di Singapore akhirnya Haven pulang juga. Bukan karena lelah bekerja, tapi lebih ke lelah karena harus bertemu dengan wanita yang dijodohkan dengannya. Semuanya membosankan. Semua wanita itu langsung jatuh ke dalam pesonanya. Dan akhirnya memintanya untuk menikah. Sial! Haven tidak ingin bertemu dengan para wanita lagi. “Ada beberapa wanita yang harus anda temu lagi saat sudah kembali.” Galang membuka tablet. “Yang jelas. Beberapa itu bisa jadi banyak.” Haven berjalan lebih dulu. Sedangkan di belakang Galang bertugas membawa koper-kopernya. Bisa dibayangkan betapa susahnya keadaan Galang, sudah membawa tablet malah membawa koper juga. Belum lagi menghadapi Haven seperti Singat. “Ada sekitar 10..” lirih Galang. Haven berhenti. “Sialan,” umpatnya dengan keras. “Aku tida peduli.” Mengambil kunci kemudian berjalan lebih dulu mendahului Galang. Tujuannya hanya satu. Yaitu ke klub untuk menemui miliknya yang telah berkeliaran terlalu lama. Tidak
Haven tidak sabar dan kembali mencium Gaby meskipun mereka berada di lorong klub. Keputusan Haven adalah membawa Gaby untuk ke kamar klub yang berada di lantai teratas. Setelah masuk ke dalam kamar. Haven merobek dress sialan itu! dress yang menarik mata lelaki untuk memandang Gaby. Gaby hanya pasrah. Di bawah pengaruh alkohol ia juga menikmati dan justru bertindak aktif. Haven menjelahi tubuh Gaby. Dengan sekali tarikan bra hitam yang digunakan Gaby sudah terjatuh di lantai. Haven mengurung tubuh Gaby di tembok. Ia menunduk dan mencium bibir wanita itu kembali. “Haven..” lirih Gaby. Haven menunduk—memberikan tanda kepemilikan di leher Gaby. Jemarinya dengan mengusap buah dada Gaby yang sudah tidak terbungkus kain apapun. Mengusapnya dan meremasnya perlahan hingga membuat Gaby melenguh secara tidak sadar. Gaby pasrah! Tubuhnya pasrah dan menikmati setiap sentuhan Haven. Haven semakin menunduk dan menghisap dada Gaby. Memainkan puncak dada wanita itu dengan lid
Haven mengangkat tubuh Gaby ke atas kasur. Ia mengukung tubuh wanita itu di bawahnya. “Please Haven..” pinta Gaby. Haven tersenyum miring. “Apa yang kamu inginkan sayang?” “Touch me..give me your dick!” “Nanti setelah aku menghukummu.” Jemari Haven mengusap bibir Gaby yang membengkak akibat ulahnya. “Selama 7 hari kamu tidak pernah mematuhi perintahku.” Jemari Haven mencengkram buah dada Gaby. Meremasnya dengan kuat hingga membuat Gaby menjerit tertahan. Mencubit puncak yang berwarna pink itu dengan gemas. Haven tersenyum miring. “Terima hukumanmu sayangku.” Haven menunduk—kembali menghisap buah dada wanita itu sebelum melesakkan miliknya ke dalam sana. “Ahh!” Gaby merasakan junior Haven masuk dengan kasar ke dalam miliknya. Haven menghentakkan miliknya semakin dalam memenuhi milik Gaby. “Ahh Haven pelan-pelan aah ahh!” desahan Gaby yang semakin terdengar kala Haven bergerak dengan kasar. Haven sengaja! Haven sengaja untuk menghukum wanita itu. Tubuh Gaby
Terbangun dengan tubuh yang benar-benar remuk. Gaby menoleh ke samping. Didapatinya sebuah punggung lebar seorang pria. Ia mencoba mengingat kembali tadi malam. Ia bercinta dengan Haven. Dan pria itu menyiksanya semalaman!Tubuh Haven yang bergerak membuat Gaby melotot panik. Belum sempat ia berpura-pura kembali tidur—tubuhnya ditarik oleh tangan pria itu. “Kau sudah bangun?” tanya Haven mengusap dahi Gaby dengan mata yang masih terpejam. “Tidak. Aku sudah mati.” Haven terkekeh pelan. “Masih ingin membatantahku hm?” Gaby mendadak menciut. Hukuman yang Haven berikan menyiksa meskipun pada akhirnya ia juga menikmati. Tapi sungguh melelahkan. Ia tidak suka pokoknya!Haven menarik pinggang Gaby hingga tubuh mereka saling menempel kembali. “Ingin dihukum lagi?” Haven membuka mata. Kedua bola matanya yang tajam menatap Gaby dengan intens. Gaby menggeleng pelan. “Darimana kamu? kenapa tiba-tiba datang dan tidak memberitahuku dulu?” “Karena aku ingin memberimu kejutan.” Haven ter
Di dalam sebuah ruangan. Seorang pria sampai tertidur di kursi dengan kepala yang bersandar pada ranjang. Gio tidak akan meninggalkan Agatha sampai wanita itu bangun. Sampai pria itu terbangun akibat usapan lembut di kepalanya. Gio bangun dan melihat Agatha yang tengah menatapnya. “Kamu butuh apa?” tanya Gio. Agatha membuka bibirnya. tapi ucapannya sangat kecil. Seperti lirihan.. “Haus..” lirihnya. Gio dengan sigap bangun. Mengambil air untuk Agatha. membantu Agatha sedikit bangun agar bisa minum dengan nyaman. Gio hendak membaringkan tubuh Agatha lagi. tapi wanita itu menolaknya. “Kenapa?” tanya Gio. “Kamu harus istirahat dulu kata dokter.” Agatha menggeleng. “Aku lelah…” lirihnya. Gio menghela napas. “Benar. Kamu memang lelah setelah lama terbaring di kasur.” Akhirnya Agatha duduk di ranjang. kedua matanya juga terbuka dengan lebar meski hari masih malam. Seolah sangat segar dan tidak bisa tertutup. “Kenapa aku merasa aneh..” lirihnya. “Apa aku koma te
Beberapa hari sebelum kejadian. Beberapa hari sebelum rapat… Gio baru saja keluar dari perusahaan… Berjalan pelan—sempat diam sebentar mengamati langit yang mendung. Hari ini sangat melelahkan. Jujur ia ingin sekali pulang dan istirahat. Tapi…. Gio merogoh ponselnya—melihat satu pesan yang baru saja muncul. Pesan dari bodyguard yang menjaga ruangan Agatha di rumah sakit. [Sir nona Agatha kritis. Keadaannya kian memburuk. Para dokter sedang memberikan pertolongan.] Tanpa menunggu waktu lama lagi. Gio langsung pergi ke rumah sakit di mana Agatha dirawat. Agatha yang berada di ruangan sedang dikerubungi oleh dokter dan perawat. Gio memejamkan mata—kedua tangannya menutupi wajahnya. “Bertahan Agatha…” lirihnya. Sampai akhirnya dokter keluar… “Agatha…. tidak selamat.” Dokter itu mengatakan hal keramat itu pada Gio. “Para perawat akan segera mencabut alat-alat medis dari tubuhnya.” Gio menggeleng—ia segera masuk ke dalam ruangan. Menghalangi para perawat y
“Kenapa ingin bertemu denganku?” tanya Leonard pada Levin yang ada di hadapannya. Mereka dipisahkan oleh kaca dan tembok.. Leonard hanya bisa melihat ayahnya itu dari kaca. “Aku ingin kau meneruskan perusahaan,” ucap Levin. Leonard menatap ayahnya tidak percaya. “Kau pikir aku kau?” tanyanya. “Aku bukan kau. aku bukan kau yang membunuh saudara, keponakan sendiri untuk mendapatkan kekuasaan.” Levin tertawa pelan. “Kau hidup karena uangku. Kau hidup karena kekusaanku.” Menatap anaknya itu. “Darahmu itu mengalir darahku juga. Mau berlari seperti apapun, kau tetap sama denganku.” Leonard mengepalkan kedua tangannya. “Tidak puas kau menyakiti Mom dan aku? Tidak puas? sampai sekarang pun kau masih menyuruhku sesuka hatimu!” teriak Leonard. Tatapan Leonard pada ayahnya sepenuhnya dendam dan kebencian. Bukan tanpa alasan. Leonard tahu semuanya. Tahu yang terjadi pada orang tuanya. Levin sering menyiksa dan memukul ibunya. Ia juga tahu perselingkuhan yang dilakukan Levin
“Saya tadi mencari anda. Tapi anda langsung pergi. saya bertanya pada bodyguard anda, katanya anda sedang pergi ke gereja.” Polisi yang membantu penyelidikan kasus Agatha. Gio mengangguk. mereka duduk di sebuah bangku. Polisi itu mengeluarkan rokok, menyulutnya kemudian menghisapnya perlahan. “Terima kasih,” ucap Gio. “Terima kasih sudah membantu saya. Kapanpun anda membutuhkan bantuan, anda bisa menghubungi saya.” Polisi itu mengangguk.“Saya dulu yang memegang kasus Bryan Harper.” Gio menoleh. baru tahu mengenai hal itu. “Dari awal saya memang menemukan keanehan pada kasus itu. namun, para atasan menyuruh saya untuk diam saja. waktu itu saya memberontak dan berusaha untuk mengungkap kasus tersebut, tapi karena saya membangkang. Saya diturunkan jabatan…” “Dari sanalah saya tidak memegang kasus besar. Tapi anda datang, membantu saya juga…” polisi itu menatap Gio. “Saya juga berterima kasih pada anda. Karena anda, saya bisa menempati posisi awal saya.” Gio mengangguk. “Ternya
“Ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan bukti….” Semua dijelaskan secara rinci. Semua yang membuktikan Levin sebagai dalang dibalik pembunuhan dan perencanaan pembunuhan. “Sebelum itu, ada hal yang ingi disampaikan?” tanya Hakim. Levin menatap semua orang yang ada di sana. Tidak ada satupun keluarga Levin yang datang ke pengadilah. Saudara, anak bahkan istrinya tidak ada yang datang. Tidak tahu apa yang terjadi. Tapi mereka tidak ada yang datang. “Tidak ada.” “DASAR BAJINGAN!” teriak Jessika. “KAU TIDAK HANYA MEMBUNUH SAUDARAMU SENDIRI, KAU MEMBUNUH ANAK SAUDARAMU JUGA. KAU TIDAK MERASA BERSALAH?” Pak Rudi berusaha menenangkan Jessika lagi. “Tenang Jessika…” Jessika memberontak. Ia melepaskan tangan pak Rudi di lengannya. “DASAR BAJINGAN! DASAR IBLIS! SAMPAI KAPANPUN AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKANMU!” “Iya Jessika. Iya… tenang dulu ya..” pak Rudi membawa Jessika untuk duduk kembali. “Jangan berteriak. Nanti kau bisa diusir..” ucap Pak Rudi lagi. Sementara
Semua berjalan begitu saja. Dan Agatha masih sama. tidak kunjung bangun. Kata dokter, tidak ada perubahan pada Agatha. Dan yang terakhir. Dokter itu menegaskan. Tidak ada harapan, tubuh Agatha hanya ditopang oleh alat-alat medis. Jika tanpa alat medis tersebut—Agatha tidak akan bertahan. Tapi Gio bersikukuh mempertahankan Agatha. ia akan menunggu—sampai kapanpun. Ia akan menunggu selama apapun. Ia akan tetap menunggu Agatha bangun. “Dia terlihat lelah bukan…” Aluna berada di samping Gio. Menatap kaca yang menampilkan Agatha terbaring lemah. Kian hari kian kurus.. Kian hari tubuhnya—seluruh tubuhnya termasuk wajahnya juga pucat. Gio menghela napas. Kemudian mengangguk. Hanya anggukan untuk menjawab ucapan mamanya. “Jangan bilang mama juga menyuruhku untuk melepaskan Agatha, seperti orang-orang lain yang menyuruhku untuk menyerah saja?” tanya Gio. Aluna menggeleng. “Tidak.” “Mama tidak akan menyuruh kamu melepaskan. Jika mama ada di posisi kamu. mama juga
Semua bukti telah diberikan kepada polisi. Dengan semua bukti yang telah lengkap itu, kasus langsung ke kejaksaan. Semua orang dipanggil… Calista menjadi tersangka utama dalam kasus itu. Calista yang terbukti menjadi orang yang menyuruh pria untuk membunuh Agatha. Sampai akhirnya Calista ditetapkan menjadi tersangka. Karena tidak ingin hancur sendirian. Ia juga menyeret nama Levin. Sampai Levin pun sekarang menjadi terdakwa… Menjadi orang yang dicurigai menjadi dalang utama dari rencana pembunuhan Agatha. Satu persatu terbuka… Kasus yang telah ditutup pun akhirnya dibuka juga. Kasus kecelakaan Jordy dan kecelakaan Bryan Harper. Rumah Levin digrebek. Ruangan kantor Levin juga tidak luput dari penyelidikan. Penangkapan Levin pun menjadi perbincangan karena, pria itu ditangkap saat berada di bandara. Hendak melarikan diri keluar negeri. Ada banyak bukti-bukti yang di dapatkan setelah penggrebekan itu. Ponsel-ponsel yang disembunyikan oleh Levin… Ponsel yan
Gio mengangguk mengerti. “Saya punya kenalan seorang hakim yang sangat tegas…” polisi itu berhenti sejenak. “Tapi saya tidak bisa memilik hakim saat kasus sudah masuk ke kejaksaan.”“Siapa hakim itu?” tanya Gio. “Saya akan mengirimkan detailnya.” Gio berdiri dari duduknya. “Jika kau berhasil mengerjakan kasusku dengan baik. aku akan memberimu bayaran tambahan.”Polisi itu ikut berdiri kemudian menggeleng. “Tidak. Sudah menjadi tugas saja menangani kasus dengan benar. Anda datang ke sini menandakan bahwa saya adalah penegak hukum yang dapat dipercaya.” “Anda tidak perlu membayar saya lagi. karena memang sudah tugas saya.” Gio mengernyit. tapi kemudian berjalan mendekat. “Jika suatu nanti kau memerlukan bantuan. Kau bisa menghubungiku.” Setelah itu Gio pergi. [Keadaan Agatha memburuk] sebuah pesan dari bodyguard. Gio langsung pergi ke rumah sakit. Meski jadwalnya yang begitu padat. Gio tidak peduli. Ia tetap pergi ke rumah sakit untuk melihat bagaimana keadaan kekasihnya. Ses
Sudah beberapa hari Agatha dirawat. Meski mendapatkan penjagaan ketat, Gio masih mengijinkan orang-orang terdekat Agatha menjenguk. Bukan hanya terdekat, karyawan Agatha, teman-teman Agatha. Silih berganti orang-orang datang—mereka hanya bisa melihat Agatha dari jendela. Semuanya berhati-hati. keadaan Agatha belum stabil. Gio menunduk—di sela-sela kesibukannya. Ia menyempatkan diri untuk datang menjenguk Agatha. “Babe..” panggil Gio. “Kamu tidak bosan terus tidur seperti ini?” tanya Gio. “Semua orang menyayangi kamu.” Gio mengambil tangan Agatha. Mengenggamnya perlahan. Mengusapnya dengan sayang. Sesekali mengecupnya. Wajah Agatha kian hari kian pucat. Kata dokter, mengajak pasien koma berbicara dan bercerita bisa membantu mereka pulih. Untuk itu, Gio selalu berbicara. Meski ia tidak terlalu bisa bercerita. “Hari ini.. semua karyawanmu datang menjenguk. Ada perempuan yang mengajak kamu minum juga. Aku tidak tahu namanya.” “Tapi dia terlihat begitu sedih melih