[Gabriella, aku tidak bisa bertemu denganmu untuk beberapa hari karena pekerjaan. Aku harap kamu bisa menjaga diri] Setelah mengirimkan pesan tersebut, Haven menaruh ponselnya ke dalam saku. Tujuan yang pertama adalah datang ke Singapore. Untuk menemui wanita yang sudah dipilihkan oleh kakeknya. Selain untuk berkencan ia juga ada pekerjaan selama beberapa hari di sana. “Wanita yang pertama…” ucap Galang, Sekretarisnya. Sekaligus teman kecilnya. “Putri kedua Eccar Corp. Lulusan S3 di Harvard. Saat ini menjadi dosen di National University of Singapore.” Galang memiringkan kepalanya. “Umurnya 31 tahun… lebih tua darimu ternyata.” “Oke lanjut. Anda akan bertemu dengannya satu jam lagi,” ucap Galang setelah melihat jam di tangannya. Haven berjalan mendahului Galang. “Tidak penting,” sahutnya. Galang menggeleng pelan. “Seperti kakekmu, dicoba dulu. siapa tahu kalian cocok!” Haven mendadak berhenti—menoleh dan menatap temannya itu tajam. “Kau bilang apa?” Galang berd
Gaby masih asik bergoyang dibawah sinar lampu yang begitu gemerlap. Bukannya sedih ditinggal sang kekasih, Gaby malah senang kerena bisa menghabiskan waktunya di klub. Namun, dalam lubuk hatinya yang terdalam. Ia juga merindukan Haven. Padahal baru beberapa jam ditinggal oleh pria itu. Setelah pusa bergoyang ria, Ia menyingkir dan kembali ke bangkunya. Huh! Ia hanya minum beer, jadi tidak akan terlalu mabuk. Gaby mengeluarkan rokok elektriknya. Menghisapnya dan memhembuskannya dengan santai. “Lega…” Gaby memejamkan mata. Berharap Haven tidak kembali cepat-cepat. Bulu kuduknya mendadak merinding membayangkan pria itu tiba-tiba menyusulnya ke sini. Tapi tidak akan! Jelas-jelas pria itu sudah berpamitan akan pergi. Gaby yang sedang menikmati waktunya tidak akan sadar jika ada orang yang mengikuitnya. Pria yang disewa oleh Haven untuk mengawasinya. Memtoret dan memvideo diam-diam Gaby lalu mengirimkannya langsung pada Haven. Di sisi lain. Haven baru saja
Setelah 7 hari di Singapore akhirnya Haven pulang juga. Bukan karena lelah bekerja, tapi lebih ke lelah karena harus bertemu dengan wanita yang dijodohkan dengannya. Semuanya membosankan. Semua wanita itu langsung jatuh ke dalam pesonanya. Dan akhirnya memintanya untuk menikah. Sial! Haven tidak ingin bertemu dengan para wanita lagi. “Ada beberapa wanita yang harus anda temu lagi saat sudah kembali.” Galang membuka tablet. “Yang jelas. Beberapa itu bisa jadi banyak.” Haven berjalan lebih dulu. Sedangkan di belakang Galang bertugas membawa koper-kopernya. Bisa dibayangkan betapa susahnya keadaan Galang, sudah membawa tablet malah membawa koper juga. Belum lagi menghadapi Haven seperti Singat. “Ada sekitar 10..” lirih Galang. Haven berhenti. “Sialan,” umpatnya dengan keras. “Aku tida peduli.” Mengambil kunci kemudian berjalan lebih dulu mendahului Galang. Tujuannya hanya satu. Yaitu ke klub untuk menemui miliknya yang telah berkeliaran terlalu lama. Tidak
Haven tidak sabar dan kembali mencium Gaby meskipun mereka berada di lorong klub. Keputusan Haven adalah membawa Gaby untuk ke kamar klub yang berada di lantai teratas. Setelah masuk ke dalam kamar. Haven merobek dress sialan itu! dress yang menarik mata lelaki untuk memandang Gaby. Gaby hanya pasrah. Di bawah pengaruh alkohol ia juga menikmati dan justru bertindak aktif. Haven menjelahi tubuh Gaby. Dengan sekali tarikan bra hitam yang digunakan Gaby sudah terjatuh di lantai. Haven mengurung tubuh Gaby di tembok. Ia menunduk dan mencium bibir wanita itu kembali. “Haven..” lirih Gaby. Haven menunduk—memberikan tanda kepemilikan di leher Gaby. Jemarinya dengan mengusap buah dada Gaby yang sudah tidak terbungkus kain apapun. Mengusapnya dan meremasnya perlahan hingga membuat Gaby melenguh secara tidak sadar. Gaby pasrah! Tubuhnya pasrah dan menikmati setiap sentuhan Haven. Haven semakin menunduk dan menghisap dada Gaby. Memainkan puncak dada wanita itu dengan lid
Haven mengangkat tubuh Gaby ke atas kasur. Ia mengukung tubuh wanita itu di bawahnya. “Please Haven..” pinta Gaby. Haven tersenyum miring. “Apa yang kamu inginkan sayang?” “Touch me..give me your dick!” “Nanti setelah aku menghukummu.” Jemari Haven mengusap bibir Gaby yang membengkak akibat ulahnya. “Selama 7 hari kamu tidak pernah mematuhi perintahku.” Jemari Haven mencengkram buah dada Gaby. Meremasnya dengan kuat hingga membuat Gaby menjerit tertahan. Mencubit puncak yang berwarna pink itu dengan gemas. Haven tersenyum miring. “Terima hukumanmu sayangku.” Haven menunduk—kembali menghisap buah dada wanita itu sebelum melesakkan miliknya ke dalam sana. “Ahh!” Gaby merasakan junior Haven masuk dengan kasar ke dalam miliknya. Haven menghentakkan miliknya semakin dalam memenuhi milik Gaby. “Ahh Haven pelan-pelan aah ahh!” desahan Gaby yang semakin terdengar kala Haven bergerak dengan kasar. Haven sengaja! Haven sengaja untuk menghukum wanita itu. Tubuh Gaby
Terbangun dengan tubuh yang benar-benar remuk. Gaby menoleh ke samping. Didapatinya sebuah punggung lebar seorang pria. Ia mencoba mengingat kembali tadi malam. Ia bercinta dengan Haven. Dan pria itu menyiksanya semalaman!Tubuh Haven yang bergerak membuat Gaby melotot panik. Belum sempat ia berpura-pura kembali tidur—tubuhnya ditarik oleh tangan pria itu. “Kau sudah bangun?” tanya Haven mengusap dahi Gaby dengan mata yang masih terpejam. “Tidak. Aku sudah mati.” Haven terkekeh pelan. “Masih ingin membatantahku hm?” Gaby mendadak menciut. Hukuman yang Haven berikan menyiksa meskipun pada akhirnya ia juga menikmati. Tapi sungguh melelahkan. Ia tidak suka pokoknya!Haven menarik pinggang Gaby hingga tubuh mereka saling menempel kembali. “Ingin dihukum lagi?” Haven membuka mata. Kedua bola matanya yang tajam menatap Gaby dengan intens. Gaby menggeleng pelan. “Darimana kamu? kenapa tiba-tiba datang dan tidak memberitahuku dulu?” “Karena aku ingin memberimu kejutan.” Haven ter
Bayangkan saja, pergi ke taman bermain bukanlah tempat kencan yang Gaby inginkan. Tapi si Haven ini malah mengajaknya ke taman bermain. “Aku tidak suka ke tempat seperti ini..” lirih Gaby ketika mereka sampai. “Kenapa?” Haven mengernyit. “Penuh dengan orang-orang. Aku tidak suka. Lagipula harus mengantri dulu untuk naik wahana. Aku paling tidak suka…” Gaby menghela nafas lelah.” Haven turun dari mobil. Membuka pintu mobil untuk Gaby. Setelah itu menarik perempuan itu keluar dari mobil. Mengajaknya masuk—Haven berhasil membawa Gaby masuk meski wanita itu mengeluh. Gaby menatap sekeliling. Taman ini begitu sepi. Ia melihat ponselnya. benar kok hari ini hari weekend dan seharusnya taman itu sedang ramai-ramainya. “Kok sepi?” Haven hanya mengedikkan bahu. Gaby membuka kacamata hitamnya. “Jangan bilang kamu menyewa taman bermain ini?” tanyanya dengan mata yang melebar. Haven mengangguk. Gaby menutup mulutnya tidak percaya. “Sungguh?” Haven mengusap puncak
“Akh!” Haven melotot sambil berpegang pada tangan Gaby. Haven menghela nafas dan melihat sekeliling. Saat ini mereka berada di bianglala dan mereka berada di atas. Gaby hanya tertawa melihat Haven yang ketakutan. “Mama pernah cerita, Papa dulu juga ketakutan. Seperti kamu saat ini.” Gaby tertawa karena Haven yang semakin kencang memeluk lengannya. “Aku hanya kawatir.” Haven tersenyum kaku. Gaby mengangguk saja. Ia melihat langit yang berwaran keunguan. “Mama bilang, kencan pertama bersama Papa di Bianglala adalah momen yang terbaik. Waktu itu aku tidak percaya, tapi aku merasakannya sendiri.” Gaby menatap Haven. “Melihat sunset di atas bianglala ternyata seru juga.” Haven mengusap rambut belakang Gaby. “Kamu terlihat sangat menyayangi mereka.” “Tentu saja. apalagi mendengar perjuangan mereka sebelum aku ada.” Gaby menoleh. “Mereka melalui hari-hari yang sulit sebelum akhirnya menikah, apalagi kak Gio yang sejak kecil harus terpisah dari Papa.” Haven mengernyit. “Aku tidak te