Ethan turun dari kuda. Ia mendekati Gio yang masih berada di atas dan di dampingi oleh Peter. “Ayo turun Gio.” Ethan menggendong Gio yang berada di atas kuda. Akhirnya bocah itu berada di pelukan Ethan. “Suka?” tanya Ethan. Gio mengangguk. “Tadi kakek sangat hebat,” puji Gio pada kakeknya. Peter yang diam-diam mendengarkan menjadi tersenyum. Ethan mengerjap. “Lebih hebat dari papa?” tanya Ethan tidak terima. “Iya!” Gio mengangguk. “Tadi papa terjatuh!” “Benar.” Peter mendekat. “Untung saja kamu berkuda dengan kakek jika bersama papamu. Kamu bisa jatuh berguling-guling seperti papamu.” Gio mengangguk setuju dengan ucapan kakeknya. “Hah! Aku tidak berguling-guling..” Ethan melotot. “Kudanya sulit dikendalikan hingga aku jatuh! Tapi aku tidak sampai berguling-guling separah itu!” Peter berdecih pelan sambil tertawa. “Lihat baju kamu. Seperti terjebur di dalam kolam lumpur!” Ethan menatap dirinya sendiri. “Ini—” “Gio ikut kakek sini..” Peter sudah merebut Gio
Ellya Winston, anak yang selama ini disembunyika, diusir dan dianggap tidak ada keberadaannya. Ethan bahkan sudah lupa dengan adiknya itu. Namun sejak kapan ia menganggap perempuan itu adiknya. Ethan menggeleng pelan setelah mendengar ucapan Papanya. “Mama sudah tahu?” “Kami sudah berdiskusi. Mama akan menerima Ellya dan akan berusaha menggapnya anak sendiri. Dia sudah terlalu lama diasingkan.” “Papa ingin menebus kesalahan Papa..” lirih Peter. “Meskipun kesalahan Papa tidak pernah dimaafkan.” Ethan mengangguk. “Setidaknya Papa sudah berusaha.” Ethan menatap Peter. “Ethan hargai usaha Papa.” Peter tersenyum. “Papa harap kamu bisa menerimanya.” “Ethan akan berusaha.” Sebagai akhir yang menyenangkan. Ethan yang berbaikan dengan ayahnya. Orang tuanya juga tidak egois dan mau belajar untuk menjadi orang tua yang lebih baik. Setelah membersihkan diri Ethan menyusul keluarganya yang berada di lantai atas. Di meja sudah penuh dengan makanan. “Waah es krimnya ena
“Waah siapa tuh kekanak-kanakan…” Ethan yang mendengar kalimat terakhir Aluna. “Bukan aku kan sayang..” Ethan mengecup pipi Aluna dari samping. Peter mengernyitkan matanya menatap Ethan. Tidak pernah melihat Ethan seceria itu. Anaknya satu itu terlihat begitu bahagia bersama Aluna. “Ya kamulah!” ucap Peter. Ethan berdecak. “Masa?” “Ethan kamu benar-benar berani ya..” ucap Peter yang terlihat kesal dan ingin sekali menepuk kepala Ethan dengan garpu yang ada di tangannya. Ethan tertawa pelan. “Aku sudah tidak takut denganmu, Pa.” Ethan menggeleng pelan. “Hanya Aluna yang bisa mengatasi kamu.” Peter menunjuk Ethan dengan dagunya. “Segera menikah saja kalian.” Peter menatap Aluna dan Ethan bergantian. Ethan mengangguk. “Bagaimana kalau minggu depan?” Aluna mengernyit. “Secepat itu? kamu tidak persiapan memangnya?” herannya. Margaret yang baru saja datang menggeleng pelan. Memang sedang dimabuk asmara jadi wajar saja. “Jangan terburu-buru. Siapkan dulu pernikaha
Entah ke mana Ethan menyetir mobil. Yang pasti mereka melewati jalan yang gelap. Mau curiga pada Ethan, tapi pria itu calon suaminya sendiri. Mau takut Ethan macam-macam, setiap hari sudah dimacam-macami. Sudahlah Aluna memejamkan saja. Pasrah di bawa ke mana oleh Ethan. Tidak ada Gio. Bocah itu dibawa ke rumah kakek dan neneknya. Sehingga orang tuanya bebas ke mana saja. “Ethan aku mengantuk ini..” Aluna bergumam. “Tidur saja.” Ethan mengusap puncak kepala Aluna. “Aku akan membangunkanmu saat sudah sampai.” Aluna membuka matanya sedikit. “Sungguh? Aku curiga kamu akan membunuhku dan mencincang tubuhku hidup-hidup.” Ethan berdecih pelan. tangannya yang besar itu membekap bibir Aluna agar tidak berbicara yang tidak-tidak. “Akh!” Ethan menarik tangannya yang digigit oleh Aluna. “Tapi ini jalan yang benar kan?” tanya Aluna yang benar-benar tidak tahu Ethan ini akan ke mana. Sudah pukul 10 malam lagi. Takut ada begal juga. Tapi untungnya jalan seram itu h
Ada helikopter yang berada di depan. Helikopter itu nampak mengibarkan sebuah banner ke bawah. Di sertai dengan letupan kembang api. Balon yang berukuran banyak itu terbang ke atas. [Will you marry me, Aluna Freya?] Tulisan yang ada di banner tersebut. Aluna menutup bibirnya. Ia tidak bisa menahan air matanya untuk tidak jatuh. “Will you marry me my princess?” tanya Ethan yang tengah memegang sebuah cincin berwarna silver. Aluna diam… bukan karena menolak. Tapi karena sesak. Karena tangisnya sendiri. Sialnya sampai ia tidak bisa berbicara. “Jawabannya yes or ya.” Aluna mengangguk tapi tidak bisa berucap. “Hei.. bilang iya,” Ethan mengusap air yang membasahi pipi Aluna. “Iyaa…huaa..” Aluna malah menangis. Ethan tertawa dan memasang cincin indah itu di jari manis Aluna. Setelah itu membawa Aluna ke dalam dekapannya. Bahkan semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan lamaran ini tersenyum bahagia. Kembang api diluncurkan lebih banyak. Aluna menatapnya
Ethan melepaskan ciuman mereka. Kemudian menyatukan dahinya dengan dahi Aluna. Dengan jarak yang sedekat ini, ia bisa melihat wajah cantik calon istrinya lebih jelas. “Cantik,” ucapnya. Aluna mendengus pelan. “Benarkah?” “Kenapa kamu selalu tidak percaya dengan apa yang aku katakan?” tanya Ethan. Karena selama ini Aluna yang tidak pernah berterima kasih saat ia memujinya. “Aku hanya tidak yakin… diriku cantik..” Aluna mengedikkan bahu. “What?” Ethan mengernyit. “Secantik ini kamu tidak percaya diri?” tanyanya. Ethan menggeleng pelan. “Jika aku jadi kamu akan berjalan dengan angkuh dan percaya diri.” “Sudah tidak diragukan lagi. Jika aku bersikap seperti kamu yang percaya diri, aku bisa menarik perhatian banyak laki-laki.” “Oh…” Ethan mengusap pipi Aluna. “Kalau begitu jangan. Hanya boleh percaya diri di hadapanku.” Aluna tertawa pelan. “Aku masih tidak percaya…” gumam Ethan. “Aku sudah punya anak, akan menikah..” Aluna tertawa pelan. “Kenapa? Apa terlalu tidak mungkin se
H-3 pernikahan Aluna dengan Ethan. Gaun yang akan digunakan Aluna akan segera selesai. Aluna ingin menggunakan gaun seperti seorang princess untuk pernikahan mereka. Dan ingin menggunakan dress seksi untuk acara after wedding mereka. Tentu saja pengumuman pernikahan mereka membuat orang heboh. Apalagi Aluna sendiri adalah asisten Ethan. Kini semua orang bertanya-tanya bagaimana mereka menjalin hubungan. Desas-desus pun terjadi. Pada akhirnya ada satu berita yang tiba-tiba muncul dan membuat semua orang heboh. [Seorang wanita yang dikabaran akan menikah dengan Ethan Winston merupakan wanita panggilan?] sebuah berita tersebar di internet dengan cepat. [Wanita yang dikabarkan akan menjadi istri Ethan sempat pergi ke hotel untuk menemui pria yang sudah membayarnya] Foto Aluna saat memasuki hotel pun tersebar. Namun dengan wajah yang diblur. Saat itu ia menggunakan dress hitam selutut dan heels tinggi. [Dan ternyata…wanita itu juga sudah punya anak?] Aluna membaca b
“Minggir sialan!” Ethan membuat kerumunan itu akhirnya terbelah. Ia langsung meraih Gio dan menggandeng tangan Aluna. Mereka langsung pergi ke rumah sakit. Kata dokter keadaan Gio tidak serius. Bocah itu sesak karena kaget dan dikerumuni banyak orang. Aluna dan Ethan duduk di sofa dekat Gio yang sedang berbaring di atas ranjang. “Kita perlu bicara Aluna,” ucap Ethan. Aluna menoleh. Ia merasa nada bicara Ethan dingin. Pria itu pasti marah. Tentang, berita itu. Ethan pasti kecewa padanya. Di rooftop rumah sakit adalah tempat teraman agar tidak ada orang yang melihat mereka apalagi mendengar pembicaraan mereka. Ethan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. “Aku tidak akan tanya berita itu. Tapi aku percaya kamu tidak akan pernah melakukan hal itu.” Aluna menoleh. “Aku yakin ada orang yang tidak senang denganmu sehingga membuat berita murahan seperti itu..” Ethan menghela nafas. “Bagaimanapun aku akan mencari siapa yang membuat berita itu dan memberinya pelaja
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men