Bab 5. Nurut aja.
Menjelang sore Evellyn sudah terlihat segar. Dia masih menggunakan pakaian Arkan, kali ini dia menggunakan kaos yang tentu ke besaran.Di meja makan terhidang menu makan malam. Evellyn menata meja makan dengan nyaman. Bibirnya tersungging melihat meja makan yang romantis.Tak lama pintu terbuka, Arkan pulang dengan wajah lelah. Evllyn segera menyambut suaminya dengan senyum menawan. Lain lagi dengan Arkan yang selalu berwajah tak ramah pada Evellyn.“Tuan, kau mau langsung mandi atau makan dulu,” tanya Evellyn ceria.Netranya menangkap meja makan yang terlihat tidak biasa.“Mandi,” jawab Arkan singkat. Sedikit melonggarkan dasi.Dia menghadapkan tubuhnya pada Evellyn. “Buka.”“Apanya, Tuan?” Evellyn menyilangkan tangannya di dada.“Jas ku, kan sudah ku bilang aku tak tertarik pada tubuh mu, jadi gak usah ke Gr-an.”“Siapkan bathtub tubuhku lelah, aku ingin berendam,” Perintahnya lagi.Dengan gesit Evellyn mengisi bathtub. Lalu memberikan aroma terapi.Dia ingat bunga-bunga yang dia simpan di dalam kulkas, dia ambil dan dituangkan di dalam bathtub.“Tuan, airnya sudah siap.”Arkan bangun dari duduk menuju kamar mandi, sebelum masuk kedalam kamar mandi dia berbalik. “Kemari.” Arkan menjentikkan jarinya memerintah Evellyn mendekat.“Ikut masuk.” Perintah yang keluar dari mulut Arkan kali ini membuat Evellyn bergidik ngeri.Melihat mata Evellyn membulat dan wajah yang mendadak pucat, membuat Arkan tertarik memberikan kejutan-kejutan lebih pada gadis di depannya. Dia tak seperti Alena yang agresif.“Ta-pi, Tu-.”“Aku tak ingin dibantah,” ucap Arkan dengan raut wajah sungguh tak bersahabat.Evellyn mengikuti Arkan dengan gigi dikatupkan rapat dan tangan terkepal. Hatinya tak karuan, apa yang akan dilakukan pria ini di dalam kamar mandi.Dengan Enteng Arkan menyuruh Evellyn membukakan pakainnya. Arkan menikmati tiap inci ekspresi wajah Evellyn. Terlihat marah, kesal, dan juga malu namun tak berdaya menolak.Evellyn menutup matanya saat dia membuka resleting celana Arkan. Tangannya gemetar, bibirnya masih terkatup rapat.Evellyn terus menundukkan wajah. Tangan Arkan terangkat, menyibak rambut yang menutupi wajah Evellyn, dengan kasar Evellyn menepis tangan Arkan dari rambutnya.“It’s oke lady, tak usah kasar, aku tak akan menyakitimu,” ucap Arkan mengangkat kedua tangannya, dia mengangkat kakinya mengeluarkan celana.“Kau sungguh terampil, bunga-bunga semalam kau taruh disini. “Arkan mencelupkan seluruh tubuhnya ke dalam bathtub. Menaikkan kedua tangannya. “Gosok-gosok tanganku,” perintahnya.Arkan menyandarkan kepala dan menutup matanya. Evellyn mulai menggosok telapak tangan Arkan.Jari-jari panjang dan lentik namun kokoh. Selanjutnya dia gosok pergelangan tangan, otot-otot halus yang kekar. Lalu evellyn menuju bagian lengan, terlihat otot yang menyembul menandakan kekuatan.“Kenapa berhenti?” suara Bariton Arkan membuyarkan lamunan Evellyn. Dia beranjak pada posisi lain, berganti pada tangan satunya.“Sini.” Arkan menunjuk dadanya. Evellyn menelan ludah melihat bulu-bulu halus di dada Arkan.Dengan kasar Arkan menarik tangan Evellyn menaruh di dadanya dan dengan dada yang berdegup Evellyn menggosok dada bidang lelaki yang bergelar suaminya.Setelah seluruh tubuh selesai digosok Arkan bangun tanpa aba-aba, menuju shower terlihat jelas tonjolan di antara selangkangannya. Beruntung masih ada kain yang menutupi.Setelah selesai Evellyn segera memakaikan Arkan kimono. Uuffff akhirnya selesai monolog Evellyn, dia mengelap peluh yang membasahi dahinya.Setelah makan dan segudang kata-kata yang menyakiti hati, Evellyn menyiapkan sofa untuk tidur. Ia tak ingin tidur bersama laki-laki yang bestatus suaminya saat ini.Biar bagaimanapun laki-laki dan perempuan satu ranjang di khawatirkan ada sengatan listrik.Dia merenggangkan badannya, lelah juga merawat bayi besar ujarnya. Tanpa menunggu Arkan masuk kamar, Evellyn merebahkan tubuhnya dan terlelap.Baru saja Arkan keluar dari ruang kerjanya. Dia pikir Evellyn masih menonton televisi.Didapatinya Evellyn tertidur pulas di sofa kamar dekat jendela. Menggamit guling di tubuhnya. Arkan memandangi wajah Evellyn, tangannya terulur ingin menyentuh wajahnya namun dia urungkan.Arkan menuju ranjang merebahkan tubuhnya dan memikirkan banyak hal. Tak berapa lama nafasnya mulai teratur, bayi bersar sudah berpindah pada Alam mimpi.Pendengarannya menangkap seseorang membuka pintu walk-in closet. Netranya menagkap Evellyn membuka wardrobe. Dia mencari-cari sesuatu, dari tempatnya berbaring Arkan bisa melihat bayang Evellyn.Bayang-bayang Evellyn begitu indah. Kaki jenjang, tubuh ramping, kulit bak pualam. Arkan tersenyum mengingat kejahilannya.Arkan hanya bisa menelan ludah, saat Evellyn menunduk mengambil sesuatu di bawah dan ada bagian tubuhnya tertangkap netra Arkan.Evelyn merasa ada yang memperhatikan. Dia menengok ke arah Arkan. Dengan cepat Arkan menutup matanya.Entah kenapa setelah menutup pintu walk In Closet Evelyn berjalan mendekati Arkan.Dia menunduk, didekatinya wajah Arkan. Sesaat dia perhatikan wajah di hadapannya.“Tampan, tapi jahat,” ucap Evellyn tepat di depan muka Arkan.Uhuuukkk. Arkan tersedak ludah sendiri. Membuat Evelyn terlonjak kaget dan jatuh terjengkang kebelakang.Arkan hanya melotot tak bisa berkata. Membalikkan tubuhnya ke samping. Jantungnya berdegup tak menyangka Evellyn melakukan hal itu.Tak jauh berbeda jantung Evellyn pun berpacu, tak menyangka ternyata Arkan terbangun. Beruntungnya Arkan tak marah. Evellyn terus mengelus-elus dadanya.“Kau tak memiliki pakaian? Suka sekali menggunakan pakaianku! Dan sepertinya kau tak menggunakan bra, Kau benar-benar ingin menggodaku dengan penampilanmu ya?” telisik Arkan.Netranya menatap Dada dan wajah Evellyn yang salah tingkah malu. Dengan cekatan tangannya menutupi bagian dadanya.“Hari ini saya izin, kerumah ibu saya mengambil pakaian Tuan, kemarin saya tak menyiapkan pakaian dibawa kesini."“Dengan pakaian seperti itu?”Evellyn tak menjawab dia hanya menundukkan kepala dan meremas-remas jari-jari tangannya.“Pergilah, tapi setelah ada yang mengantarkan pakaian untukmu,” ketus Arkan melenggang pergi meninggalkan Evellyn.Setelah Arkan pergi, datang beberapa pramuniaga mengantarkan beberapa setel pakain dan pakaian dalam.“Tu orang hebat bener ya, masalah beginian aja pas banget,” Evellyn memakai pakaian yang suaminya belikan.Hari ini Evellyn mengunjungi rumah ibunya. Berita tentang pernikahan sang pengusaha muda sudah tersebar luas, namun identitas si wanita masih menjadi tanda tanya.“Assalamualaikum,”“Waalaikumsalam,”Ibunya menyambut dengan bahagia. Adiknya pun menunggunya, meminta konfirmasi atas pernikahan dadakan ini.“Ka gimana sih, kasih tipsnya dong biar bisa dapet yang begitu,” ucap adik perempuannya yang masih menempuh pendidikan sekolah atas.“Ha ha ha. Tungguin aja tar juga dateng sendiri.” Ucap Evellyn mencomot brownis kesukaannya.“Eve dia baik kan?” tanya Ibu Ana.Ibunya paham pernikahan ini terpaksa. Tak ada cinta di antara mereka, bahkan mereka tak saling mengenal sebelumnya.“Doakan ya Bu, dia menjadi Imam yang sempurna dan baik, “ ucap Evelyn menggenggam jemari ibunya.“Aku gak lama Bu, mau ambil baju-bajuku. Kalo kesorean takut suamiku keburu pulang. Tadi belum siapkan makan malam,” ucap Evelyn tersenyum, menutupi hatinya yang terluka.Evellyn mengemas pakaian ke dalam koper. Tanpa sengaja foto lama yang membuatnya trauma mendalam jatuh di dekat kakinya.Setiap melihat kenangan bersama kedua orang tua kandungnya hatinya perih. Kenapa foto ini masih ada yang tersimpan? Seingat dia dulu sudah dibakar semua.Ayah dan ibunya membakar semua kenangan dengan orang tua kandungnya. Di karenakan, setiap setelah melihat foto itu evellyn akan mengigau dan sakit.Dia segera menyimpan kembali foto itu di bawah baju. Merebahkan tubuhnya di ranjang, menenangkan sesaat. Ia tak ingin mengalami mimpi buruk saat berada di rumah suaminya.Sampai di parkiran Evellyn melirik pergelangan tangan. Masih ada waktu buat cuci mata, gumam Evellyn. Dia berjalan melewati outlet-outlet pakaian. Lalu memasuki salah satu departmanstore. Memilih beberapa pakain. Netranya menangkap jejeran lingeri tergantung rapih. Terbersit pikiran jahil, membalas perkataan Arkan. Sedari dia datang Arkan selalu body shaming terhadapnya. “Aku enggak akan tertarik sama tubuh kamu! Tubuh buruk,” terekam kata-kata menyakitkan yang keluar dari bibir lelaki bernetra tajam itu. Bibirnya tersungging. “Kita lihat, Tuan, sejauh mana kau kuat melihatku dengan pakaian seperti ini.” Evellyn memilih beberapa warna dan model. Setelah selesai melakukan pembayaran dia menuju huniannya di lantai teratas. “Surprisee,” teriak orang di dalam Apartemen, ketika Evellyn membuka pintu. Evellyn ternganga kaget. Mengapa banyak orang di dal
Bab 7. Ternyata Baik. Arkan kembali melihat ke Arah Evellyn yang meringkuk dibawah sana."Heyyy... kau boleh tidur disampingku, asal tak melebihi batas," ucap Arkan mengeraskan sedikit suara. Tanpa aba-aba untuk kedua kali Evellyn menyingkab bedcover yang menutupi tubuhnya, membangunkan tubuh dan berjalan menuju ranjang. Netranya melirik ke arah wajah Arkan yang memejamkan mata saat Evellyn melintas dihadapannya. Terbit tersenyum smirk di bibir Evellyn. Di taruh bantal yang dia bawa di kepala ranajang dan sebelum naik ke atas ranjang dia kembali berjalan ke kamar mandi. Sengaja dia lalukan untuk melancarkan aksinya yaitu menggoda. "Hey... mulai besok pakailah pakaian yang sedikit tertutup, tubuh buruk jangan kau expose tak enak dilihat," suara Arkan terdengar kesal, ketika Evellyn sudah menyelimuti tubuhnya."Baik, Tuan," ucap Evellyn, dia memiringkan tubuhnya menghadap Arkan. "Bilang saja kau tergoda Tuan," bat
Bab 8. Kau Coba Menggoda? "Eve bersabar ya, Arkan memang sedikit kaku, punya pendirian tegas, apa yang dia tidak suka coba kamu hindari." Ibu mertuanya memberi Nasehat."Iyaa bu, akan saya coba memahaminya," ucap Evellyn sedikit ragu. Sore hari mereka pulang ke panthouse. keadaan rumah bersih dan rapi, pakaian kotor sudah bersih, tertumpuk rapih di ruang laundry room. "Waahhh... rupanya Tuan memiliki Keong Mas," ucap Evellyn naetranya berkeliling mendapati huniannya sudah dalam keadaan bersih. Arkan tak perdulikan ucapan Evellyn, dia langsung masuk ke dalam ruang kerja, melanjutkan pekerjaan yang belum selesai. Gadis itu melihat pakaian rapih masih tertumpuk di keranjang, rupanya wakl in closet terkunci, Evellyn ingat sebelum pergi dia mengunci dan memasukkan kunci dilaci nakas. Evellyn memasukkan satu persatu pakaian ke dalam bathrobe Menggantung kemeja dan jas.Uummm... Dia menghirup wangi pakaian yang sudah rapih. Membayangkan memeluk lelaki itu. Tubuhnya yang tegap dan ke
Bab 9. Fakta. "Aku paling benci peselingkuh." Arkan menarik tangan Evellyn dengan keras membawanya pulang. "Hai, jangan kasar pada wanita," ucap si lelaki mencoba menarik pakaian Arkan. Dengan tangkas Arkan menepis tangan lelaki itu sebelum tangannya mengenai tubuh Arkan lalu mendorongnya hingga terjungkal. Tak pelak mereka menjadi tontonan pengunjung. Evellyn memberi kode kepada si lelaki agar tak melanjutkan pembelaan. Arkan terus menarik tangan Evellyn dengan keras. Dia hempaskan tubuh Evellyn di atas kasur, membuka paksa pakaiannya dengan kasar lalu mencumbui tubuh Evellyn. Evellyn terisak menerima perlakuan Arkan, walau dia akui Arkan melakukannya dengan lembut. "Kau menggoda semua lelaki, ini 'kan, yang kau inginkan, akan ku berikan," ucap Arkan. "Mengapa semua perempuan suka menggoda lelaki." Arkan terus meracau tanpa sedikit pun menjeda aktifitas terhadap Evellyn. Arkan sudah dalam posisi siap begitu pun Evellyn sudah dalam keadaan pasrah. Mereka sudah siap melakuka
"Evellyn masih bergulung di tempat tidur, Sudah dua hari dia tak keluar kamar, sebatas keluar kamar pun dia malas. Sudah dua hari ini Bi Ningsih asisten rumah tangganya datang setiap hari menyiapkan kebutuhan Evellyn. Ketika Arkan masuk mengambil pakaian ke dalmam kamar Evellyn akan menyelimuti dirinya dengan bedcover dan bertahan di dalam sana sampai Arkan keluar. Melihat tingkah istrinya Arkan hanya tersenyum, dia belum ingin mengganggu Evellyn. Aksara terus menghubunginya. Namun, tak pernah dia angkat. Evellyn hanya memberi pesan singkat untuk tak memberi tahu kejadian kemarin pada ibunya. Dia berkata pada adiknya itu bahwa dia baik-baik saja di sini. Evellyn bangun, duduk di sofa menghadap kaca besar yang memperlihatkan keindahan kota jakarta pagi ini. Ceklek.. pintu dibuka."Eve." Arkan memanggilnya, Eve bergeming. Evellyn pikir Arkan sudah berangkat ke kantor. Arkan masuk kamar netranya mencari keberadaan Evellyn, didapatinya Evellyn berada disofa. Arkan menjatuhkan bob
"Kau!" sentak Arkan ketika melihat Allena berada disampingnya menyentuh pangkal pahanya. "Minumlah dulu untuk meredakan sakit kepalamu." Allena mengulurkan gelas dan dengan cepat Arkan menyambut gelas pemberian mantan kekasihnya. Dengan cepat Arkan menghabiskan air mineral yang berada dalam genggamannya. Berharap dapat meredakan kepala yang berdenyut. Namun bukannya menjadi lebih baik kini tubuhnya serasa terbakar, keringat bermunculan, dia melonggarkan dasi di lehernya."Allena apa yang kau lakukan?" tanya Arkan dengan mata yang sudah memerah. "Aku belum melakukan apapun Arkan, ada apa dengan tubuhmu?" Allena mengulurkan tangannya menyeka keringat yang bermunculan di dahi. "Allena nyalakan Acnya, aku kepanasan," ucap Arkan, sambil membuka kancing jas dan melonggarkan dasi dan kemeja putihnya basah oleh keringat. "Ini sudah suhu yang paling rendah sayang." Allena menyentuh wajah Arkan hingga leher, se
Bab 12. Luka. Brak!!! Pintu kamar Hotel terbuka dengan sekali tendang. Seseorang masuk dengan rahang keras menahan amarah. Dua orang yang sedang bergulung dengan kenikmatan, kocar-kacir mencari keberadaan pakaian yang teronggok entah di mana. Peluh kenikmatan membanjiri tubuh mereka. Si wanita berusaha menutupi tubuh polosnya dengan bedcover, yang sudah acak-acakan jatuh ke bawah ranjang. Dan si lelaki mendapatkan boxer lalu mengenakannya, tak lama tendangan menghantam dadanya. Tubuhnya terhuyung kebelakang. Saat ini suara tangisan, teriakan, kegaduhan, mendomisili kamar dengan nomor 23. Bahkan si wanita memilih kamar dengan nomor yang sama, dengan tanggal pernikannya, tiga hari yang akan datang. "Stooopp,,, aku bilang stooppp!" Suara melengking Allena menghentikan tindakan Arkan, yang dengan brutal memukuli teman tidur calon istrinya. Si lelaki terkapar tak berdaya, dengan wajah berc
Bab 13. Kenapa? Arkan merenggangkan tubuh, cahaya matahari menerobos melewati celah-celah hordeng yang belum dibuka. Dia memincingkan matanya, melihat arah jam dinding. "Oohhh shiit," Arkan melonjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Setelah mandi dia langsung menggelar sajadah melaksanakan ibadah sholat subuh yang tertinggal. Evellyn selesai menata makanan di atas meja. Pakaian pun sudah rapih dia jemur. Kemudian dia masuk ke dalam kamar dan mendapati Arkan sedang menunaikan kewajiban. Evellyn tersenyum mendapati suaminya menjalankan ibadah saat matahari sudah meninggi. "Solat Duha Masss," sindirnya cekikikan, dia masuk ke kamar mandi membasuh wajah dan mengganti pakaian. Dia ambil alat makeup dan sedikit memoles wajah. Walau kesiangan pantang bagi Arkan tak melakukan ibadah pada Tuhannya, karna hisab yang pertama dilakukan oleh Allah nanti adalah perihal Shalat. Selesai shalat, Arkan menuju meja makan. Makanan tertata rapi, beberapa menu tersaji. Triiiinngg, triiinng
"Mas gimana keadaan Ervan?" tanya Evellyn. "Baik, sudah lebih baik," "Udah aktif ngantor lagi?" tanya Evellyn penasaran. "Ngapain nanyain Ervan?" tanya Arkan penuh intimidasi. "Aku cuma nanya, Mas. Masa nanya doang nggak boleh?" jawab Evellyn cuek, dia mengalihkan pandangan karna tatapan Arkan yang seperti menguliti. "Begitu aja kesel," ujar Evellyn masih membuang muka. Arkan duduk di sebelah Evellyn. "Nanyain aku aja," ucap Arkan lembut, di dekat telinga Evellyn membuat bulu kuduknya berdiri. "Iisshhh ... Kamu tiap hari liat, perlu di tanyain apa lagi?" jawab Evellyn kesal. "Tiap aku pulang kaya sekarang tanya begini. Mas mau enak-enak nggak? gitu ...." "Iisshhh ... Kamu nggak usah di tanyain pasti minta." jawab Evellyn.
Ervan mengendarai mobil dengan perasaan gelisah, bukan 'kah tadi Aryanti sudah lebih baik, dia meninggalkan Aryanti dalam keadaan baik? Lalu kenapa Dokter mengabarkan Aryanti dalam keadaan kritis. Ervan berlari menuju ruang oprasi, sudah ada seorang perawat yang menunggunya di sana. Ervan menanda tangani berkas dengan cepat, bertanya kenapa bisa Aryanti kembali kritis, tetapi perawat enggan menjawab. "Nanti Dokter penanggung jawab yang akan menjelaskan, Pak,"jawab perawat, gegas masuk ke dalam ruang operasi. Operasi kali ini terbilang lama, setelah Beberapa jam, seorang dokter menghampiri Ervan. "Pak Ervan." Lelaki tampan yang terlihat begitu murung ini mendongak. Bangun dari duduk. Menatap Dokter Eliza. "Alhamdulillah, pasien sudah mendapatkan pertolongan, tetapi kondisinya begitu kritis, semua sudah kami upayakan yang terbaik. Hanya doa kini yang dapat kita lakukan." "Dok, bagaimana bisa kritis kem
"Sebentar lagi kamu bisa pulang, aku nggak akan melakukan yang melanggar undang-undang, Ar." Ervan berkata yakin. Ervan menaruh bekas makan di dekat pintu. "Marni sebentar lagi datang, aku sudah lama nggak ke kantor, aku ke kantor dulu, nggak apa 'kan?" tanya Ervan. "Iya, nggak apa, untung bos baik, boleh kamu cuti," Aryanti tersenyum kecil. "Itulah enaknya," Ervan terkekeh. "Mas cium aku," Aryanti merentangkan tangan, Ervan pun menyambut rentangan tangan wanitanya. Ervan mengecupj wajah Aryanti, tetapi saat Ervan akan melumat bibir Aryanti melengos, aku belum gosok gigi," ucapnya malu. Ervan menahan kepala Aryanti mengecup bibir yang terlihat pucat dan melumat lembut, kehangatan bibir Ervan membuat jantung Aryanti berdetak lebih keras. Kedatangan Marni menghentikan aktifitas mereka. "Maaf, Mbak." Marni kembali
"Sabar ya, Mas semua pasti ada hikmahnya, pasti ada kebaikan di balik semua ini," ucap Evelly saat menjenguk Aryanti. Ervan meyugar rambut kasar, sorot matanya penuh dengan dendam melihat istrinya terbaring, "Kebaikan apa yang di dapat dari kejadian ini?" di dalam hati Ervan terus bertanya. Apalagi setelah mendengar keterangan dokter mungkin telah terjadi tindak pelecahan terhadap Aryanti, karna ada luka lebam di pipi juga bekas ikatan di tangan. Dan ditemukannya sperma saat pertama kali Aryanti di bawa ke Rs. Ervan membekap mulutnya dengan bantal dia barteriak sekencang dia ingin luapkan. "Masss," suara Aryanti menghentikan kegiatan Ervan, lelaki itu menengok pada wanita yang terbaring di ranjang. Ervan melangkah mendekati Aryanti, "Kamu udah bangun Ar?" "Aku di mana? Mas?" tanya Aryanti lemah. "Kamu di Rs. Aku panggil dokter dulu," ucap Ervan, dia membuka pintu memanggil
Ivander mengambil kue bekas gigitan Azalea, lalu memakannya, netra biru itu membola, "Carla benar ini buatanmu?" tanya Ivan tak percaya. "Iya, kalau gak enak, besok aku cari resep yang baru, aku pikir ini sudah enak, teman-teman bilang ini benar-benar enak," Carla berkata pelan. "Tapi ini memang benar-benar enak Carla." Ivan berkata sambil mengambil satu potong lagi. "Bang buruan ngomongnya. Aku udah gak betah," Azalea merajuk manja, melirik pada Carla. Carla memang wanita penghibur, siapapun lelaki yang masuk areanya pasti akan tergoda, tetapi anti baginya menggoda lelaki beristri yang jelas-jelas tak menginginkannya. "Sebentar, sayang," ujad Ivan menggenggam tangan Lea. "Carla semua akan aku atur, mungin tiga hari lagi kamu sudah bisa keluar dari sana," Ivan meyakinkan wanita begincu merah ini. "Tapi, untuk keluarkan aku dari sana, Mr pasti keluar uang banyak, aku harus g
"Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala
Azalea terbelalalak mendengar penuturan Carla. "Utang apa?" Azalea mengajak Carla masuk ke dalam ruangan Ivander bekerja. Carla menjelaskan semua janji Ivan, selama ini dia menunggu. Tetapi yang di tunggu tak kunjung datang. "Jangan marah pada Mr Ivan, kami hanya partner ranjang, dia tak memiliki perasaan apapun padaku." Bola mata Azalea terbelalak, Carla berkata begitu nyaman, bahwa dia hanya partner ranjang. Tak memikirkan perasaan Azalea kah pelacur satu ini pikir Azalea. "Oke, nanti akan saya sampaikan pada partner ranjang Anda, bahwa Anda mencari Mr Ivan. Sebaiknya Anda pergi sekarang dari ruangan ini!" suara Azalea di tekan, berusaha meredam emosi. "Maaf, tapi itu dulu, sudah lama dia tak menjumpaiku. Maaf 'kan aku jika salah ucap." Carla merasa tak enak dengan reaksi Azalea. "It's oke," ujar Azale, " silahkan pintu ada disebelah sana." Tangan Azalea menjulur menunjuk arah pintu. "Mba, jangan marah, selama ini saya pikir Mr Ivan menyukai saya, karna dia hanya mengg
"Lalu?" "Bos Nathan mau melamar aku, kalo aku gak mau ngawal kakak." Dina berkata pelan. "Emang Nathan belum punya istri?" tanya Evellyn. "Belum kak, tapi dia pria flamboyan," ujar Dina. "Ya siapa tau, kamu perempuan terakhirnya, buktinya dia mau nikahin kamu," ujar Evellyn. "Aku belum yakin kak," ujar Dina lagi. Mereka berbincang selama perjalanan, Evellyn memang tipe orang yang tidak memandang status, asal enak di ajak bicara maka dia akan terus mengorek berita, hitung-hitung olah raga mulut, dari pada bergaul dengan teman-teman istri dari kolega suaminya yang dibicarakan hanya jabatan, kekayaan hingga arisan yang diluar nalar Evellyn. Evellyn terperangah kaget, ketika berkumpul dan mereka melakukan arisan berondog, padahal suami-suami mereka tak kalah tampan dan berwibawa, kenapa mau dengan lelaki yang hanya tampang dan juga entah apa yang di mau para wanita itu. "Din, kita mampir ke superma
Bima masih terus bermain pada tubuh Aryanti, dan berkali-kali pula Aryanti mendapatkan kenikmatan luar biasa. Ingin rasanya mengumpat, tetapi itu terjadi pada tubuhnya. Bima menyeringai penuh kemenangan. Hingga dia menuntaskan hasrat terkutuknya. Bima mengejang panjang. "Ar, rasamu tak pernah berubah, tak salah aku merindukanmu." Bima mengecup pucak kepala Aryanti, masih berada di atas tubuh tergolek tak berdaya. Lelaki ini bangun lalu mengambil pakaian yang tercecer dan memakainya lagi. Melepas sabuk yang mengikat tangan lalu melepas ikatan di mulut Aryanti. Wanita ini tergugu mengerat selimut, kepalanya berputar. "Jangan menagis Ar, tak ada yang tau selain kita berdua, asalkan kamu selalu siap saat aku mau, kamu akan aman." Bima mengecup pundak Aryanti, berbisik ditelinga mengancam."Maksu kamu?" Aryanti menatap Bima sendu matanya bengkak. Bima menunjukkan vidio panas yang barusan dia rekam, ini akan aku edit, seoalah-olah kita melakukan atas dasar suka sama-sama suka." Bima ber