Sampai di parkiran Evellyn melirik pergelangan tangan. Masih ada waktu buat cuci mata, gumam Evellyn.
Dia berjalan melewati outlet-outlet pakaian. Lalu memasuki salah satu departmanstore. Memilih beberapa pakain. Netranya menangkap jejeran lingeri tergantung rapih. Terbersit pikiran jahil, membalas perkataan Arkan. Sedari dia datang Arkan selalu body shaming terhadapnya. “Aku enggak akan tertarik sama tubuh kamu! Tubuh buruk,” terekam kata-kata menyakitkan yang keluar dari bibir lelaki bernetra tajam itu. Bibirnya tersungging. “Kita lihat, Tuan, sejauh mana kau kuat melihatku dengan pakaian seperti ini.” Evellyn memilih beberapa warna dan model. Setelah selesai melakukan pembayaran dia menuju huniannya di lantai teratas. “Surprisee,” teriak orang di dalam Apartemen, ketika Evellyn membuka pintu. Evellyn ternganga kaget. Mengapa banyak orang di dalam huniannya. Ervan menceritakan detail kepada keluarga bosnya. Terkait kejadian yang menimpa putranya, sehingga Arkan mencari wanita lain untuk menggantikan Allena. Ibu Arkan yang terkenal bijak, menasehati putranya. Agar tak mempermainkan pernikahan yang sudah dilakukan. “Inilah jodoh, rahasia Ilahi,” ucap Amelia – Ibunda Arkan. “Nak, kamu sudah putuskan menikahinya, maka kamu harus bertanggung jawab terhadap perbuatanmu, apapun sebab dibalik semua ini.” Lewat sambungan telepon Ibu Amelia menasehati putranya. “Apa lagi, sepertinya dia gadis yang baik,” sambungnya. Hari ini orang tua Arkan dan beberapa saudara datang untuk berkenalan dengan menantunya. Karna saat acara resepsi mereka belum sempat berbincang. Setelah saling berkenalan dalam beberapa waktu saja mereka sudah dapat berbincang akrab. “Ka, abis belanja apa?” secara tiba-tiba adik Arkan mengambil paperbag yang berada di dekat kursi, Evellyn menaruhbya di sana tadi. Dan tanpa adab secara tiba-tiba, Anisa mengeluarkan pakaian yang dibeli Evelyn. Waaawww. Semua menengok pada suara Anissa yang berisik. Dengan cekatan Ibu Amelia yanv berada tak jauh dari mereka menghampiri dan memasukkan kembali pakaian itu, sebelum yang lain melihat. “Jaga sopan santun, Nisa,” ucap Ibunya terlihat kesal. “Maafin Anisaa ya, “ ucap Ibu Amelia, menyerahkan paperbag berwarna merah itu. “Semoga cepet-cepet berhasil ya, biar Ibu cepet-cepet dapet cucu.” Ibu berbisik di telinga Evellyn. Membuat wajah Evellyn merona merah menahan malu. Keluarga Arkan ternyata menyenangkan. Tipe keluarga harmonis. Kenapa Arkan seperti tak memiliki parasaan, kaku, jahat, tak memiliki belas kasih, pikir Evelyn. Makan malam sudah tersusun rapih Arkan pun sudah pulang. Sebelum keluar kamar Arkan memberi ultimatum agar Evellyn tak memanggilnya Tuan. “Aku musti panggil anda apa, Tuan?” tanya Evellyn bingung. “Terserah,” ucap Arkan membuka pintu kamar dan berlalu pergi. Evellyn mengikuti dari belakang, dia berfikir harus panggil apa? Mas, enggak banget, Abang, juga gak cocok. Aa, duuhhh apa lagi Aa gak ada pantes-pantesnyaaa, hati Evellyn berbincang sendiri. Jedug... Tiba-tiba Evellyn menubruk punggung Arkan yang mendadak berhenti berjalan. Aduuuhhh... Desis Evellyn. “Maaf, Tu-“ Evellyn melipat bibirnya saat Arkan mencengkeram lengannya. “Eve coba ini. Ini kue paling aku suka. Hanya Ibu yang bisa membuat brownis seenak ini.” Arkan menyodorkan kue ke dalam mulut Evellyn, mengalihkan suasana yang mendadak penuh tanda tanya. Dan Evellyn membuka mulutnya menerima brownis yang disodorkan Arkan, dengan malu-malu. “Cieee, bikin bapeerr, pacaran sama siapa? Nikah sama siapa?” ucap Anissa sambil menaruh gelas di meja makan tanpa melihat pada kakanya. Arkan mendekati Evellyn dan merangkulnya. Uhuk Evelin tersedak.lagi-lagi Evellyn dibuat kaget. “Hati-hati Eve kenapa bisa tersedak,” ucap Arkan memberikan segelas air dan mengusap punggungnya. “Huaaaa.... Ibu,,, cariin aku jodoh, ngiri..” Annisa seperti anak kecil merengek pada ibunya. Semua yang berada di dalam ruang keluarga tertawa melihat ulah Anissa. “Masih kecil belajar dulu yang pinter!” seru Arkan pada adik satu-satunya. Di pojokan ruangan ada sepasang mata yang memperhatikan dengan rasa cemburu. Panthouse Arkan hanya memiliki satu kamar tidur komplit dengan kamar mandi. Satu ruang kerja. Ruang tamu Ruang keluarga dan Dapur dijadikan satu membuat ruangan terlihat luas. Ada ruang bar yang tidak pernah digunakan hanya sebagai hiasan. Tetapi kemarin untuk pertama kalinya dia gunakan setelah mendapatkan hidayah. Dan makan malam pun berakhir, semua pamit pulang tak terkecuali, memberi ruang pada pengantin baru. “Arkan, besok kamu ambil cuti saja, massa pengantin baru kerja terus,” ucap ibunya. “Gass polll, biar ibu cepet punya cucu.” Ibunya berjinjit membisikan kata-Kata yang membuat Arkan membelalakkan mata. “Besok mau kenalan sama keluarga Evellyn,” ucap Ibu Arkan lagi. “Asshiiap Nyonya. Perintah dilaksanakan.” Arkan memberi hormat pada Ibunya. Evellyn terperangah atas sikap Arkan. Apakah Arkan memiliki kepribadian ganda? Mengapa sikapnya seratus delapan puluh derajat berbeda saat bersama keluarganya. Setelah menutup pintu Arkan masuk dan duduk di sofa televisi, dia menyalakan benda segi empat itu sambil mengambil cemilan. Evellyn masih berdiri, bergeming melihat ke arah suaminya. “Kenapa lihatnya begitu?” ucap Arkan saat sadar diperhatikan Evellyn. Evellyn tersadar dari keterpanaannya. Dia berlalu pergi tanpa berniat menjawab pertanyaan Arkan. Evellyn mengambil pakaian yang tadi dia beli. Dia gunakan warna hitam kontras dengan warna kulitnya yang seputih susu. “ Bodo amat belum dicuci juga,” pikir Evellyn. Dia buka label pakaian dan dia kenakan pakaian kurang bahan itu. Saat bercermin dia terperangah. “Iihhhh malu banget,” batinnya saat melihat pantulan tubuhnya di cermin. Dia menengok ke arah pintu, takut-takut Arkan masuk. Dia kembali masuk ke dalam kamar mandi dan menenangkan diri. Ceklek. Pintu kamar terdengar terbuka. Tok, tok, tok. Pintu kamar mandi diketuk. “Sebentar, Tuan.” Dengan memantapkan hati Evellyn membuka pintu dengan keadaanya yang hampir tanpa busana. Ceklek.... Pintu kamar mandi terbuka, posisi Arkan berdiri membelakangi pintu kamar mandi. Dan Evellyn keluar melewati Arkan, tanpa sedikit pun Arkan menoleh padanya. Saat Evellyn menoleh kebelakang Arkan telah masuk ke dalam kamar mandi. “Aahhh zong.” Evellyn mengacak rambutnya. “Gagal rencana bikin dia terpana,” ucap Evellyn dalam hati. “Semangat Eve. Masih ada hari esok,” Evellyn terus menyemangati dirinya. Rencananya seratus persen gagal dan dia tak ingin menunggu Arkan didepan pintu kamar mandi dengan alasan ‘gengsi. Evellyn langsung masuk pada bedcover yang sudah disiapkan didekat sofa. Karna Semalam tidur di sofa dia tak bisa bergerak, jadi dia menggelar bedcover agar leluasa. Malam kian larut. Dua manusia berlainan kelamin dalam satu kamar itu pun sudah terbuai mimpi. Mereka terlelap. Kamar berukuran besar dengan ranjang berada di tengah ruangan dan Ac distel dingin membuat tubuh Evellyn bergetar menahan dingin. Walau pun tubuhnya menggigil dingin. Namun, keringat membanjiri tubuhnya. Jika biasanya Evellyn tidur di atas ranjang dan menggunakan pakaian lengkap kali ini Evellyn hanya menggunakan pakaian kurang bahan dan berada di lantai yang hanya di alasi bedcover. Dan yang membuatnya mengalami keadaan ini adalah dia menemukan foto kenangan bersama almarhum kedua orang tuanya tadi siang. Eeemm, Eemm, Ayaahh, Ibuuu Evellyn menggoyang-goyangkan kepalanya. “Heyyy, bangun... bangun....” Arkan menyibak selimut yang digunakan Evellyn karna Evellyn tak bangun juga setelah beberapa kali Arkan menggoyang lengannya. Saat selimut disibak Arkan terbelalak melihat penampakan Evellyn. Namun, belum sadar dari keterbelalakannya Evellyn berteriak dan memeluk Arkan dengan erat. “Maafkan aku Ayah Ibu, hu uu uu.” Evellyn terus menangis tersedu dan semakin erat memeluk Arkan. Arkan pun memeluk Evellyn mencoba memberikan rasa aman. “Sudah jangan menangis, ‘kan ada aku di sini.” Arkan mengelus-elus punggung Evellyn yang terbuka. Saat Arkan mengatakan kalimat itu Evellyn tersadar dari mimpinya. Dia merenggangkan tubuhnya dari pelukan Arkan dan kembali pada posisi tidur lalu menyelimuti tubuhnya. “Acnya terlalu dingin Tuan,” ucap Evellyn memunggungi Arkan. “Pakai jaket agar tidak dingin,” ucap Arkan. “Aku terbiasa dengan pakaian seperti ini saat tidur, Tuan,” ucap Evellyn asal. Arkan kembali keranjang extra king sizenya. Ranjang yang begitu kokoh, sekokoh lelaki yang menidurinya. Arkan kembali melihat ke Arah Evellyn yang meringkuk di bawah sana.Bab 7. Ternyata Baik. Arkan kembali melihat ke Arah Evellyn yang meringkuk dibawah sana."Heyyy... kau boleh tidur disampingku, asal tak melebihi batas," ucap Arkan mengeraskan sedikit suara. Tanpa aba-aba untuk kedua kali Evellyn menyingkab bedcover yang menutupi tubuhnya, membangunkan tubuh dan berjalan menuju ranjang. Netranya melirik ke arah wajah Arkan yang memejamkan mata saat Evellyn melintas dihadapannya. Terbit tersenyum smirk di bibir Evellyn. Di taruh bantal yang dia bawa di kepala ranajang dan sebelum naik ke atas ranjang dia kembali berjalan ke kamar mandi. Sengaja dia lalukan untuk melancarkan aksinya yaitu menggoda. "Hey... mulai besok pakailah pakaian yang sedikit tertutup, tubuh buruk jangan kau expose tak enak dilihat," suara Arkan terdengar kesal, ketika Evellyn sudah menyelimuti tubuhnya."Baik, Tuan," ucap Evellyn, dia memiringkan tubuhnya menghadap Arkan. "Bilang saja kau tergoda Tuan," bat
Bab 8. Kau Coba Menggoda? "Eve bersabar ya, Arkan memang sedikit kaku, punya pendirian tegas, apa yang dia tidak suka coba kamu hindari." Ibu mertuanya memberi Nasehat."Iyaa bu, akan saya coba memahaminya," ucap Evellyn sedikit ragu. Sore hari mereka pulang ke panthouse. keadaan rumah bersih dan rapi, pakaian kotor sudah bersih, tertumpuk rapih di ruang laundry room. "Waahhh... rupanya Tuan memiliki Keong Mas," ucap Evellyn naetranya berkeliling mendapati huniannya sudah dalam keadaan bersih. Arkan tak perdulikan ucapan Evellyn, dia langsung masuk ke dalam ruang kerja, melanjutkan pekerjaan yang belum selesai. Gadis itu melihat pakaian rapih masih tertumpuk di keranjang, rupanya wakl in closet terkunci, Evellyn ingat sebelum pergi dia mengunci dan memasukkan kunci dilaci nakas. Evellyn memasukkan satu persatu pakaian ke dalam bathrobe Menggantung kemeja dan jas.Uummm... Dia menghirup wangi pakaian yang sudah rapih. Membayangkan memeluk lelaki itu. Tubuhnya yang tegap dan ke
Bab 9. Fakta. "Aku paling benci peselingkuh." Arkan menarik tangan Evellyn dengan keras membawanya pulang. "Hai, jangan kasar pada wanita," ucap si lelaki mencoba menarik pakaian Arkan. Dengan tangkas Arkan menepis tangan lelaki itu sebelum tangannya mengenai tubuh Arkan lalu mendorongnya hingga terjungkal. Tak pelak mereka menjadi tontonan pengunjung. Evellyn memberi kode kepada si lelaki agar tak melanjutkan pembelaan. Arkan terus menarik tangan Evellyn dengan keras. Dia hempaskan tubuh Evellyn di atas kasur, membuka paksa pakaiannya dengan kasar lalu mencumbui tubuh Evellyn. Evellyn terisak menerima perlakuan Arkan, walau dia akui Arkan melakukannya dengan lembut. "Kau menggoda semua lelaki, ini 'kan, yang kau inginkan, akan ku berikan," ucap Arkan. "Mengapa semua perempuan suka menggoda lelaki." Arkan terus meracau tanpa sedikit pun menjeda aktifitas terhadap Evellyn. Arkan sudah dalam posisi siap begitu pun Evellyn sudah dalam keadaan pasrah. Mereka sudah siap melakuka
"Evellyn masih bergulung di tempat tidur, Sudah dua hari dia tak keluar kamar, sebatas keluar kamar pun dia malas. Sudah dua hari ini Bi Ningsih asisten rumah tangganya datang setiap hari menyiapkan kebutuhan Evellyn. Ketika Arkan masuk mengambil pakaian ke dalmam kamar Evellyn akan menyelimuti dirinya dengan bedcover dan bertahan di dalam sana sampai Arkan keluar. Melihat tingkah istrinya Arkan hanya tersenyum, dia belum ingin mengganggu Evellyn. Aksara terus menghubunginya. Namun, tak pernah dia angkat. Evellyn hanya memberi pesan singkat untuk tak memberi tahu kejadian kemarin pada ibunya. Dia berkata pada adiknya itu bahwa dia baik-baik saja di sini. Evellyn bangun, duduk di sofa menghadap kaca besar yang memperlihatkan keindahan kota jakarta pagi ini. Ceklek.. pintu dibuka."Eve." Arkan memanggilnya, Eve bergeming. Evellyn pikir Arkan sudah berangkat ke kantor. Arkan masuk kamar netranya mencari keberadaan Evellyn, didapatinya Evellyn berada disofa. Arkan menjatuhkan bob
"Kau!" sentak Arkan ketika melihat Allena berada disampingnya menyentuh pangkal pahanya. "Minumlah dulu untuk meredakan sakit kepalamu." Allena mengulurkan gelas dan dengan cepat Arkan menyambut gelas pemberian mantan kekasihnya. Dengan cepat Arkan menghabiskan air mineral yang berada dalam genggamannya. Berharap dapat meredakan kepala yang berdenyut. Namun bukannya menjadi lebih baik kini tubuhnya serasa terbakar, keringat bermunculan, dia melonggarkan dasi di lehernya."Allena apa yang kau lakukan?" tanya Arkan dengan mata yang sudah memerah. "Aku belum melakukan apapun Arkan, ada apa dengan tubuhmu?" Allena mengulurkan tangannya menyeka keringat yang bermunculan di dahi. "Allena nyalakan Acnya, aku kepanasan," ucap Arkan, sambil membuka kancing jas dan melonggarkan dasi dan kemeja putihnya basah oleh keringat. "Ini sudah suhu yang paling rendah sayang." Allena menyentuh wajah Arkan hingga leher, se
Bab 12. Luka. Brak!!! Pintu kamar Hotel terbuka dengan sekali tendang. Seseorang masuk dengan rahang keras menahan amarah. Dua orang yang sedang bergulung dengan kenikmatan, kocar-kacir mencari keberadaan pakaian yang teronggok entah di mana. Peluh kenikmatan membanjiri tubuh mereka. Si wanita berusaha menutupi tubuh polosnya dengan bedcover, yang sudah acak-acakan jatuh ke bawah ranjang. Dan si lelaki mendapatkan boxer lalu mengenakannya, tak lama tendangan menghantam dadanya. Tubuhnya terhuyung kebelakang. Saat ini suara tangisan, teriakan, kegaduhan, mendomisili kamar dengan nomor 23. Bahkan si wanita memilih kamar dengan nomor yang sama, dengan tanggal pernikannya, tiga hari yang akan datang. "Stooopp,,, aku bilang stooppp!" Suara melengking Allena menghentikan tindakan Arkan, yang dengan brutal memukuli teman tidur calon istrinya. Si lelaki terkapar tak berdaya, dengan wajah berc
Bab 13. Kenapa? Arkan merenggangkan tubuh, cahaya matahari menerobos melewati celah-celah hordeng yang belum dibuka. Dia memincingkan matanya, melihat arah jam dinding. "Oohhh shiit," Arkan melonjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Setelah mandi dia langsung menggelar sajadah melaksanakan ibadah sholat subuh yang tertinggal. Evellyn selesai menata makanan di atas meja. Pakaian pun sudah rapih dia jemur. Kemudian dia masuk ke dalam kamar dan mendapati Arkan sedang menunaikan kewajiban. Evellyn tersenyum mendapati suaminya menjalankan ibadah saat matahari sudah meninggi. "Solat Duha Masss," sindirnya cekikikan, dia masuk ke kamar mandi membasuh wajah dan mengganti pakaian. Dia ambil alat makeup dan sedikit memoles wajah. Walau kesiangan pantang bagi Arkan tak melakukan ibadah pada Tuhannya, karna hisab yang pertama dilakukan oleh Allah nanti adalah perihal Shalat. Selesai shalat, Arkan menuju meja makan. Makanan tertata rapi, beberapa menu tersaji. Triiiinngg, triiinng
Bab 14. Menyatakan. "Evee...." Arkan memegang dagu gadis dipangkuannya, lalu mendongakkan wajah Evelyn yang tertunduk untuk menatap wajahnya. "Kamu cantik." Mereka beradu pandang sesaat, lelaki bermata elang itu mengecup bibir Evellyn sedikit lama. "Sudah Tuan nanti anda terkena diabetes," ucap Evellyn saat Arkan melepas tautan bibirnya. Arkan pun mengernyitkan dahinya. "Tadi Anda bilang bibirku semanis kopi, Anda pun banyak menghabiskan kopi, nanti Anda overdosis, Tuan." Eve bicara sambil memalingkan wajahnya. "Kalo ini doping, agar aku semangat bekerja, supaya bisa cepat melunasi hutangku pada mu," ucap Arkan tersenyum, Kembali mengecupi wajah gadis yang duduk dipangkuannya. "Tuan, sudah... aku bukan anak kecil yang imut dan lucu, kenapa anda seperti ini!! Evellyn mencoba merenggangkan tubuh. Namun, sia-sia. "Eve, maafkan kata-Kata dan perbuatanku yang sering menyakiti hatimu," ucap Arkan tulus. Evellyn memandang mata Elang lelaki dihadapannya, mencari kebenaran ucapan
"Mas gimana keadaan Ervan?" tanya Evellyn. "Baik, sudah lebih baik," "Udah aktif ngantor lagi?" tanya Evellyn penasaran. "Ngapain nanyain Ervan?" tanya Arkan penuh intimidasi. "Aku cuma nanya, Mas. Masa nanya doang nggak boleh?" jawab Evellyn cuek, dia mengalihkan pandangan karna tatapan Arkan yang seperti menguliti. "Begitu aja kesel," ujar Evellyn masih membuang muka. Arkan duduk di sebelah Evellyn. "Nanyain aku aja," ucap Arkan lembut, di dekat telinga Evellyn membuat bulu kuduknya berdiri. "Iisshhh ... Kamu tiap hari liat, perlu di tanyain apa lagi?" jawab Evellyn kesal. "Tiap aku pulang kaya sekarang tanya begini. Mas mau enak-enak nggak? gitu ...." "Iisshhh ... Kamu nggak usah di tanyain pasti minta." jawab Evellyn.
Ervan mengendarai mobil dengan perasaan gelisah, bukan 'kah tadi Aryanti sudah lebih baik, dia meninggalkan Aryanti dalam keadaan baik? Lalu kenapa Dokter mengabarkan Aryanti dalam keadaan kritis. Ervan berlari menuju ruang oprasi, sudah ada seorang perawat yang menunggunya di sana. Ervan menanda tangani berkas dengan cepat, bertanya kenapa bisa Aryanti kembali kritis, tetapi perawat enggan menjawab. "Nanti Dokter penanggung jawab yang akan menjelaskan, Pak,"jawab perawat, gegas masuk ke dalam ruang operasi. Operasi kali ini terbilang lama, setelah Beberapa jam, seorang dokter menghampiri Ervan. "Pak Ervan." Lelaki tampan yang terlihat begitu murung ini mendongak. Bangun dari duduk. Menatap Dokter Eliza. "Alhamdulillah, pasien sudah mendapatkan pertolongan, tetapi kondisinya begitu kritis, semua sudah kami upayakan yang terbaik. Hanya doa kini yang dapat kita lakukan." "Dok, bagaimana bisa kritis kem
"Sebentar lagi kamu bisa pulang, aku nggak akan melakukan yang melanggar undang-undang, Ar." Ervan berkata yakin. Ervan menaruh bekas makan di dekat pintu. "Marni sebentar lagi datang, aku sudah lama nggak ke kantor, aku ke kantor dulu, nggak apa 'kan?" tanya Ervan. "Iya, nggak apa, untung bos baik, boleh kamu cuti," Aryanti tersenyum kecil. "Itulah enaknya," Ervan terkekeh. "Mas cium aku," Aryanti merentangkan tangan, Ervan pun menyambut rentangan tangan wanitanya. Ervan mengecupj wajah Aryanti, tetapi saat Ervan akan melumat bibir Aryanti melengos, aku belum gosok gigi," ucapnya malu. Ervan menahan kepala Aryanti mengecup bibir yang terlihat pucat dan melumat lembut, kehangatan bibir Ervan membuat jantung Aryanti berdetak lebih keras. Kedatangan Marni menghentikan aktifitas mereka. "Maaf, Mbak." Marni kembali
"Sabar ya, Mas semua pasti ada hikmahnya, pasti ada kebaikan di balik semua ini," ucap Evelly saat menjenguk Aryanti. Ervan meyugar rambut kasar, sorot matanya penuh dengan dendam melihat istrinya terbaring, "Kebaikan apa yang di dapat dari kejadian ini?" di dalam hati Ervan terus bertanya. Apalagi setelah mendengar keterangan dokter mungkin telah terjadi tindak pelecahan terhadap Aryanti, karna ada luka lebam di pipi juga bekas ikatan di tangan. Dan ditemukannya sperma saat pertama kali Aryanti di bawa ke Rs. Ervan membekap mulutnya dengan bantal dia barteriak sekencang dia ingin luapkan. "Masss," suara Aryanti menghentikan kegiatan Ervan, lelaki itu menengok pada wanita yang terbaring di ranjang. Ervan melangkah mendekati Aryanti, "Kamu udah bangun Ar?" "Aku di mana? Mas?" tanya Aryanti lemah. "Kamu di Rs. Aku panggil dokter dulu," ucap Ervan, dia membuka pintu memanggil
Ivander mengambil kue bekas gigitan Azalea, lalu memakannya, netra biru itu membola, "Carla benar ini buatanmu?" tanya Ivan tak percaya. "Iya, kalau gak enak, besok aku cari resep yang baru, aku pikir ini sudah enak, teman-teman bilang ini benar-benar enak," Carla berkata pelan. "Tapi ini memang benar-benar enak Carla." Ivan berkata sambil mengambil satu potong lagi. "Bang buruan ngomongnya. Aku udah gak betah," Azalea merajuk manja, melirik pada Carla. Carla memang wanita penghibur, siapapun lelaki yang masuk areanya pasti akan tergoda, tetapi anti baginya menggoda lelaki beristri yang jelas-jelas tak menginginkannya. "Sebentar, sayang," ujad Ivan menggenggam tangan Lea. "Carla semua akan aku atur, mungin tiga hari lagi kamu sudah bisa keluar dari sana," Ivan meyakinkan wanita begincu merah ini. "Tapi, untuk keluarkan aku dari sana, Mr pasti keluar uang banyak, aku harus g
"Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala
Azalea terbelalalak mendengar penuturan Carla. "Utang apa?" Azalea mengajak Carla masuk ke dalam ruangan Ivander bekerja. Carla menjelaskan semua janji Ivan, selama ini dia menunggu. Tetapi yang di tunggu tak kunjung datang. "Jangan marah pada Mr Ivan, kami hanya partner ranjang, dia tak memiliki perasaan apapun padaku." Bola mata Azalea terbelalak, Carla berkata begitu nyaman, bahwa dia hanya partner ranjang. Tak memikirkan perasaan Azalea kah pelacur satu ini pikir Azalea. "Oke, nanti akan saya sampaikan pada partner ranjang Anda, bahwa Anda mencari Mr Ivan. Sebaiknya Anda pergi sekarang dari ruangan ini!" suara Azalea di tekan, berusaha meredam emosi. "Maaf, tapi itu dulu, sudah lama dia tak menjumpaiku. Maaf 'kan aku jika salah ucap." Carla merasa tak enak dengan reaksi Azalea. "It's oke," ujar Azale, " silahkan pintu ada disebelah sana." Tangan Azalea menjulur menunjuk arah pintu. "Mba, jangan marah, selama ini saya pikir Mr Ivan menyukai saya, karna dia hanya mengg
"Lalu?" "Bos Nathan mau melamar aku, kalo aku gak mau ngawal kakak." Dina berkata pelan. "Emang Nathan belum punya istri?" tanya Evellyn. "Belum kak, tapi dia pria flamboyan," ujar Dina. "Ya siapa tau, kamu perempuan terakhirnya, buktinya dia mau nikahin kamu," ujar Evellyn. "Aku belum yakin kak," ujar Dina lagi. Mereka berbincang selama perjalanan, Evellyn memang tipe orang yang tidak memandang status, asal enak di ajak bicara maka dia akan terus mengorek berita, hitung-hitung olah raga mulut, dari pada bergaul dengan teman-teman istri dari kolega suaminya yang dibicarakan hanya jabatan, kekayaan hingga arisan yang diluar nalar Evellyn. Evellyn terperangah kaget, ketika berkumpul dan mereka melakukan arisan berondog, padahal suami-suami mereka tak kalah tampan dan berwibawa, kenapa mau dengan lelaki yang hanya tampang dan juga entah apa yang di mau para wanita itu. "Din, kita mampir ke superma
Bima masih terus bermain pada tubuh Aryanti, dan berkali-kali pula Aryanti mendapatkan kenikmatan luar biasa. Ingin rasanya mengumpat, tetapi itu terjadi pada tubuhnya. Bima menyeringai penuh kemenangan. Hingga dia menuntaskan hasrat terkutuknya. Bima mengejang panjang. "Ar, rasamu tak pernah berubah, tak salah aku merindukanmu." Bima mengecup pucak kepala Aryanti, masih berada di atas tubuh tergolek tak berdaya. Lelaki ini bangun lalu mengambil pakaian yang tercecer dan memakainya lagi. Melepas sabuk yang mengikat tangan lalu melepas ikatan di mulut Aryanti. Wanita ini tergugu mengerat selimut, kepalanya berputar. "Jangan menagis Ar, tak ada yang tau selain kita berdua, asalkan kamu selalu siap saat aku mau, kamu akan aman." Bima mengecup pundak Aryanti, berbisik ditelinga mengancam."Maksu kamu?" Aryanti menatap Bima sendu matanya bengkak. Bima menunjukkan vidio panas yang barusan dia rekam, ini akan aku edit, seoalah-olah kita melakukan atas dasar suka sama-sama suka." Bima ber