Frederix menatap sang adik. Kenapa Lou? Kenapa kamu sangat sering mengalah? Bahkan kali ini kamu juga bersedia menyingkirkan cita-cita untuk Daddy mereka.“Kenapa? Kamu takut Daddy marah?”“Daddy pasti tidak marah, tetapi kecewa. Iya ‘kan?” jawab Louis.“Ini bagian dari cita-citamu, Lou. Kamu harus mengejarnya.”“Aku berniat begitu, Kak. Sebelum aku berumah-tangga, aku ingin sudah memiliki usaha yang bisa aku banggakan, seperti Daddy dan Kak Fred."Mungkin ini adalah salah satu gen yang mereka bawa dari William. Berusaha keras membangun usaha sendiri. Frederix dan Sacha memang sudah memulainya. Sementara Louis, pemuda itu memulai bukan dari bisnis melainkan dari bakat dan kegemarannya.Frederix meletakkan map itu di meja. Tubuhnya menyamping menghadap sang adik. Kedua tangannya kini memegang bahu Louis.“Aku akan mendukungmu, Lou. Aku juga yakin Daddy akan begitu,” tegas Frederix.“Benarkah?” Mata Louis berbinar antara haru dan bahagia.“Iya. Dan kamu belajar dengan sangat baik. Propo
“Tuan William.”“Tuan Philippe.”William dan Philippe saling menyapa dan berjabatan tangan. Setelahnya mereka berangkulan sekilas. Frederix mengantar William ke hotel sembari ia menjemput Belle.“Kita duduk dan mengobrol di restoran?” ajak Philippe.“Mari.” William mempersilahkan.Frederix dan Belle berpamitan. Mereka melambaikan tangan dan meninggalkan William dan Philippe. Bergandengan tangan keduanya masuk ke dalam mobil mewah dengan supir keluarga Dalton.“Akhirnya aku bertemu dengan Anda, Tuan William. Luar biasa,” puji Philippe. “Biasanya saya hanya melihat Anda melalui layar televisi atau majalah.”“Jangan berlebihan. Anda juga cukup terkenal, bukan?”“Di negara saya, iya. Saya bahkan baru merambah luar negeri saat bekerja sama dengan perusahaan Frederix.”William mengangguk. Perusahaan Philippe di negaranya memang cukup besar dan terkenal. Namun Philippe mengaku tidak memiliki cabang di negara mana pun.“Bagaimana setelah mengembangkan usaha hingga ke negara ini?” tanya Willia
Saat pandangan semua orang tertuju pada Ariana, dengan cepat Belle berusaha membantu Ariana. Bibirnya tersenyum penuh arti pada Ariana yang kini tampak sangat malu. Ia bahkan tidak berani menatap orang-orang yang berbisik-bisik pelan di sekitar mereka.Untungnya, saat itu para tamu memang telah banyak yang pulang. Hanya ada beberapa teman mempelai yang masih mengobrol.“Jangan mempermalukan dirimu sendiri, Ariana,” ujar Belle seraya menepuk-nepuk bahu Ariana.“Sok baik hati. Kamu akan menangis jika Frederix meninggalkanmu dan kembali padaku.”“Kalau ternyata Frederix tidak meninggalkanku tetapi malah benar-benar menikahiku, kamu dong yang menangis?” sindir Belle.“Kurang ajar!” Tangan Ariana sudah terangkat tinggi namun Belle berhasil menangkapnya sebelum telapak tangan itu mendarat di pipi mulusnya.Jelas perilaku Ariana ditonton banyak orang. Tidak ada yang melerai. Mereka malah mengompori Belle untuk membalas.Frederix datang tergopoh. Lelaki itu berdiri di depan Belle, lalu menata
“Mana Princess, sayang?” tanya Keyna saat William menjemputnya seorang diri.“Princess sudah dijemput Sacha tadi di kantor,” jawab William.“Oh. Tumben Sacha menjemput? Tidak menunggu Cedric praktek.”“Kalau itu aku tidak tau, Baby. Aku tidak bertanya tentang Cedric.”Keyna melirik suaminya. Meski telah terbiasa dengan kehadiran Cedric di tengah-tengah keluarga Dalton, William masih sering malas membicarakan lelaki tersebut. Padahal, Keyna tau dalam hati William, ia pasti sudah merestui hubungan Sacha dengan mantan kekasihnya itu.Mobil yang membawa mereka kembali ke mansion dikawal ketat. Perjalanan jadi lebih cepat karena pengawal membuka jalan di kepadatan lalu lintas. Keyna sampai mengerutkan kening.“Apa kita sedang terburu-buru? Kenapa sampai meminta pengawal membuka jalan?” tanya Keyna heran.“Tidak apa-apa. Biar lebih cepat sampai saja,” kilah William.Bilioner itu lalu mengalihkan pembicaraan agar sang istri tidak curiga. Sebenarnya, putra-putri keluarga Dalton saat ini sedan
Keyna menatap piyama pendek miliknya. Atasan piyama itu bertuliskan ‘Mom.’ William juga mengenakan piyama yang sama, namun dengan tulisan ‘Dad.’Piyama berbahan sutera itu sangat halus dan nyaman di kulit. Keyna memeluk sang suami dan menatap wajahnya. Mereka bertatapan dan saling memberikan senyum penuh cinta.“Terima kasih, aku suka piyamanya.”“Hehe, aku juga suka.” William lalu mengeluarkan kalung dari kantung piyama.Sang bilioner memasang kalung emas putih dengan tiga liontin itu ke leher Keyna. Setelahnya, ia mencium leher Keyna dan berdiri di depan istrinya kembali. Keyna sedang memperhatikan liontin di kalungnya.Tiga liontin itu merupakan inisial nama. K, W dan P yang berarti Keyna, William, Princess. Desainnya memang sederhana namun terlihat berkelas dan elegan.“Aku tau kamu pasti tidak hanya memberikan piyama saja,” tukas Keyna.“Aku tau, kamu pasti merengut jika aku memberikanmu satu set perhiasan lagi. Tetapi, aku suka melakukannya. Jadi, aku memesan yang bisa kamu guna
Hari pernikahan Frederix tiba. Tidak main-main, William menyewa satu hotel untuk keluarga dan tamu-tamu undangan. Walaupun diputuskan tetap akan ada pesta di negara kelahiran Frederix, tetap saja undangan keluarga Dalton sangat banyak.Perusahaan Will Universe memang memiliki banyak cabang di berbagai negara. Itu sebabnya, William membagi undangan yang datang. Beberapa tamu akan diundang pesta keluarga Philippe, sedangkan sebagian lain akan menghadiri pesta di keluarga Dalton.Princess yang telah berusia sembilan bulan mendapat gaun yang senada dengan Keyna dan Sacha. Sementara para lelaki tampak gagah dengan stean jas resmi. Semuanya telah bersiap."Kalau mau nangis, nangis sekarang saja, Kak," goda Louis."Sial kau, Lou." Dengan mata berair, Frederix memaki adiknya."Bercanda, Kak. Biar kamu nggak tegang begitu.""Ck, kenapa lama sekali, sih?" keluh Frederix.Louis menoleh ke belakang. "Iya. Belle belum datang. Jangan-jangan, ia berubah pikiran, Kak.""Louis!" pekik Frederix dengan
"Princess mau berdansa dengan Daddy," ucap Louis seraya menyerahkan adiknya pada William.Tangan-tangan mungil yang putih mulus itu terulur ke depan William. Keyna yang sedang merengut melepaskan pelukan suaminya dan menatap sayang pada Princess. Sang bilioner meraih tubuh dan mengecup pipi putrinya."Dada," panggil Princess.William dan Keyna saling berpandangan. Akhirnya mereka mendengar Princess mengucapkan kata yang berarti. Padahal sebelumnya, Princess hanya mengoceh tak jelas."Dada?" Keyna mengamati bibir Princess.Princess mengangguk lalu tangan mungilnya mengelus rahang William. "Dada.""Kakak?" Louis langsung menunjuk dadanya sendiri.Balita cantik itu mengangguk. "Kaka.""Ya, Tuhan, Will. Princess sudah mulai bicara." Keyna tampak sangat terharu.William pun tersenyum bangga. "Mommy? Princess bisa sebut Mommy?"Tangan Princess meraih wajah Keyna. "Ma ma ma ma.""Hebat!" puji William. Tangannya yang bebas langsung memeluk Keyna hingga mereka bertiga berdekatan."Aku sudah me
Keyna berusaha memberikan pengertian pada Hanson. Bahwa, ia bersikap egois jika hanya mementingkan pendapat diri sendiri. Apalagi, masalah keturunan itu adalah masalah pasangan bukan lagi pribadi.Hanson mengembuskan napas berat. Ia setuju pada pertimbangan yang diuraikan Keyna. Walaupun ketakutan itu tetap ada.“Aku akan merasa sangat bersalah jika keturunanku memiliki penyakit jantung, Key.”“Lalu, kamu pikir bagaimana perasaan William saat tau Louis terkena mengidap penyakit yang sama dengan dirinya?”“Pasti shock, bukan?”“Iya. Tetapi, William tidak berlarut dalam masalah itu. Ia langsung mencari solusi.”“Kamu benar. Saat itu tak hentinya William bertanya dan mempelajari tentang kondisi Louis padaku.”“Serahkan semua pada Tuhan saja. Kalian berdua dokter. Aku yakin, kalian akan bisa saling mendukung apa pun masalah kesehatan keluarga kalian kelak.”“Menurutmu begitu?”“Apalagi yang kamu cari, Hanson? Aku pikir Ferina memang sudah tepat untukmu. Ia yang paling mengerti kesibukan d
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan