Di dalam ruang perawatan Louis, Frederix merasa seperti nyamuk. Belle dan adiknya bertukar cerita. Louis memang pemuda yang ramah dan mudah bergaul sehingga bisa langsung akrab dengan Belle.Tidak ingin mengganggu keduanya, Frederix pamit untuk ke kafe. Di sana, ia melihat Cedric dan Sacha. Tampaknya mereka juga sedang berdiskusi serius.Frederix akhirnya memilih kafe lain. Ia juga tidak ingin mengganggu kebersamaan Cedric dan Sacha. Lelaki itu duduk sendiri di pojok kafe.Beberapa saat kemudian."Tuan Fred," panggil Belle.Frederix menoleh. Tak sadar ia telah lama meninggalkan Belle di kamar perawatan Louis. Lelaki itu melirik arlojinya, ternyata sudah lebih dari satu jam ia duduk sendirian di kafe."Ya? Sudah selesai?" tanya Frederix."Sudah. Kita harus kembali ke kantor, bukan? Lagipula sudah ada Nona Sacha yang menunggui Louis."Frederix mengangguk. "Kamu sudah berkenalan juga dengan Sacha?""Sebenarnya aku sudah mengenal Sacha dari sosial media. Tapi ternyata aslinya sangat ramah
“Ini tokomu?” tanya Frederix.“Iya, cabang yang ketiga.”Frederix mengangguk. Sejak dulu, Ariana memang bercita-cita menjadi pengusaha fashion. Frederix beberapa kali membantu perancangan bisnis tersebut.“Selamat atas usahamu,” ucap Frederix.“Terima kasih. Aku memilih nama ‘Moment’ karena teringat akan kata-katamu. Bahwa setiap orang pasti memiliki moment yang berharga. Aku ingin orang-orang yang membeli barang-barang di toko ini mendapat moment yang pantas mereka ingat.”“Seperti saat kamu bercerita tentang moment saat kita resmi bersama,” imbuh Ariana.Iya. Frederix ingat kata-kata itu. Buatnya moment berharga memang selalu ada dalam kehidupan. Seperti moment saat ia mengakui bahwa Ariana lah cinta pertamanya.“Kamu tidak keberatan kan aku memakai nama ‘Moment’?”“Tidak. Tentu saja tidak. Nama itu bukan hak patenku.”Ariana terlihat senang. ia meminta pegawainya membawakan makanan dan minuman. Namun, Frederix menolak dengan cepat.“Aku sudah ditunggu Keyna.” Frederix berdiri dan b
Keyna mengamati Sacha. Wanita cantik itu sedang mematut dirinya di cermin. Walaupun menurut Keyna, Sacha tidak perlu berusaha banyak untuk terlihat cantik.“Berlebihan nggak sih, dandananku?” tanya Sacha pada Keyna.“Nggak kok. Memang kenapa?”“Yaa aku bingung karena ‘kan makan malamnya bersama Papa dan adiknya Cedric.”Keyna menghampiri Sacha. Lalu, memutar tubuh putri William itu menghadapnya. Mereka kini saling bertatapan.“Jadi dirimu sendiri aja, Cha. Justru dengan menjadi diri sendiri, kamu akan melihat bagaimana reaksi orang lain terhadapmu,” saran Keyna.Wanita di depan Keyna mengerjapkan mata. Ia tidak bisa berkata-kata. Pelukan erat ia berikan pada Keyna.“Kamu baik banget, sih, Key.”“Kamu juga baik, Cha.”“Aku pernah jahat padamu. Dan dulu, aku juga wanita yang tidak perduli pada orang lain. Tapi kamu, kamu tidak pernah berbuat jahat.”“Kata siapa aku tidak pernah berbuat jahat?” cebik Keyna.Kepala Sacha menggeleng. “Tidak. Aku yakin kamu tidak pernah berbuat jahat pada o
Sacha menghubungi Keyna. Setelah berdiskusi dengan Cedric, akhirnya mereka berencana membuat pertemuan antara Keyna dengan Hendrick dan Caroline. Dengan gelisah, Sacha menunggu teleponnya berbalas."Aku telepon Bastian saja. Keyna tidak menjawab. Mungkin sedang sibuk dengan Princess."Cedric mengangguk. Terus-terang saja ia gelisah. Takut kedatangan keluarganya ditolak Keyna."Bastian bilang, Keyna dan Princess sedang di kamar perawatan Louis. Aku sudah meminta Bastian untuk memberitahu Keyna bahwa aku mencarinya. Kita tunggu Keyna menelepon," ungkap Sacha.Menunggu adalah hal yang paling menegangkan saat ini. Cedric melirik papa dan adiknya. Mereka juga menanti kabar apakah bisa bertemu Keyna sekarang.Telepon Sacha berdering. Wanita cantik itu memperlihatkan layar telepon genggamnya pada Cedric. Bukan nama Keyna di sana, melainkan William.Sambil mengembuskan napas panjang, Sacha menyapa," Hai, Dad.""Cha? Kamu masih bersama Cedric dan keluarganya?" tanya William."Masih, Dad.""Tol
Wajah Cedric berseri mendengar pengakuan adiknya. Meskipun sejak dulu, ia memang tidak akrab dengan Caroline, namun kali ini pendapatnya sangat ia butuhkan. Mata Cedric memancarkan kata terima kasih yang tak terucap. “Kamu dan Sacha pasti bisa menjadi seperti teman dekat,” ucap Cedric penuh keyakinan. Caroline mengangguk. “Akan aku coba mendekati Sacha.” “Kamu tidak marah lagi aku memilih pasangan yang bukan dokter? Tidak jadi memilih temanmu, Belinda sebagai kakak iparmu?” “Sebenarnya sejak dulu, aku hanya mengikuti kebiasaan turun menurun di keluarga kita. Melihat keberhasilan hubungan Alex dengan Bianca aku rasa tidak menjadi masalah jika keluarga kita tidak hanya berprofesi dokter,” terang Caroline. “Dulu juga aku berpikiran seperti itu. Hanya memikirkan dokter yang akan kujadikan seorang istri,” balas Cedric. “Itu sebabnya, kamu begitu ringan memutuskan Keyna yang sepertinya sulit meraih gelar dokter?” Cedric mengembuskan napas berat tak kala diingatkan pada peristiwa terse
Louis telah sembuh dan kembali beraktifitas. Frederix melayangkan surat keluhan pada restoran tempat adiknya terinfeksi keracunan makanan. Restoran dan pengacara keluarga Dalton akhirnya berdamai karena pemilik restoran mau bertanggung jawab.Saat ini, mereka sedang duduk di ruang meeting. Pembahasan proyek besar yang sedang mereka kerjakan berlangsung lancar. Di akhir meeting, Frederix melirik Belle dan Louis yang duduk berdekatan dan terkikik berbarengan.Entah apa yang sedang mereka perbincangkan. Frederix ingin sekali menghampiri dan ikut mengobrol. Namun, ia mengurungkan niat melihat keduanya tampak menikmati kebersamaan hanya berdua.“Lou, Belle, aku kembali ke ruangan dulu, ya,” ucap Frederix sambil berjalan ke arah pintu.“Eh, Kak.” Louis menahan kakaknya keluar.“Ya?”“Kami mau makan siang di luar. Kak Fred mau ikut?” tawar Louis.“Tidak, kalian saja. Aku masih banyak pekerjaan.”Tentu saja Frederix menolak. Ia tidak ingin menjadi nyamuk lagi di antara dua orang yang terlihat
“Benarkah?” Sacha membelalakkan matanya saat Keyna mengabari bahwa William bersedia menerima keluarga Cecdric akhir minggu ini.Keyna mengangguk. Detik berikutnya, ia seperti kehilangan napas karena Sacha memeluknya erat. Wanita itu sampai terbatuk-batuk.“Ups, sori, Key. Sorii,” mohon Sacha.“Aku harap pertemuan pertama ini bisa memberi kesan yang baik pada William. Kamu tau sendiri bagaimana kerasnya Daddymu dalam hal ini,” ucap Keyna setelah berhasil mengatur napas kembali.“Bantu aku mencairkan suasana ya, Key.”“Sebaiknya kamu memberi tugas itu pada Louis.”“Iya juga, ya.”“Kamu mau ke mana setelah kuliah?”“Mau jalan-jalan sama Carol.”Mata Keyna menyiratkan tanda tanya. Sacha terkekeh mendapat tatapan itu. Wanita cantik itu lalu bercerita bahwa ia dan Carol sedang mencoba untuk berteman.“Sepertinya, Carol bukan wanita yang sulit diajak berteman. Ia juga cukup aktif di media sosial, pasti sudah mengenalmu sebelumnya.”“Cedric juga bilang seperti itu.”“Ya sudah. Aku mau bersiap
Frederix melirik Belle yang duduk di sampingnya. Wanita cantik itu sedang sibuk menatap layar laptop. Mau tau mau, mata Frederx menelusuri jari-jari lentik dan lengan Belle yang terbuka karena ia menggunakan blus lengan pendek yang pas di badan.Kepala Frederix menggeleng samar. Ia menahan keinginannya untuk memegang tangan Belle yang bahkan halusnya bisa ia rasakan. Saat itu hatinya hancur mengingat bahwa wanita di sampingnya lebih memilih Louis.“Tuan Frederix,” sapa Belle lembut.“Ehm.” Frederix berusaha menjernihkan tenggorokannya. “Ya?”“Tolong periksa ini. Aku sudah melakukan apa yang Tuan sarankan.” Belle menggeser laptopnya menghadap Frederix.Frederix mengangguk dengan sedikit senyum. Ia memeriksa data yang terpampang di layar laptop Belle. Pekerjaan wanita itu sangat rapi dan teliti. Namun begitu, Frederix melihat ada satu kesalahan kecil.“Ini harusnya di bagian sini, Belle.” Frederix menunjuk data yang salah penempatannya.Kini, Belle berdiri di samping kursi Frederix. Wan