Sacha menghubungi Keyna. Setelah berdiskusi dengan Cedric, akhirnya mereka berencana membuat pertemuan antara Keyna dengan Hendrick dan Caroline. Dengan gelisah, Sacha menunggu teleponnya berbalas."Aku telepon Bastian saja. Keyna tidak menjawab. Mungkin sedang sibuk dengan Princess."Cedric mengangguk. Terus-terang saja ia gelisah. Takut kedatangan keluarganya ditolak Keyna."Bastian bilang, Keyna dan Princess sedang di kamar perawatan Louis. Aku sudah meminta Bastian untuk memberitahu Keyna bahwa aku mencarinya. Kita tunggu Keyna menelepon," ungkap Sacha.Menunggu adalah hal yang paling menegangkan saat ini. Cedric melirik papa dan adiknya. Mereka juga menanti kabar apakah bisa bertemu Keyna sekarang.Telepon Sacha berdering. Wanita cantik itu memperlihatkan layar telepon genggamnya pada Cedric. Bukan nama Keyna di sana, melainkan William.Sambil mengembuskan napas panjang, Sacha menyapa," Hai, Dad.""Cha? Kamu masih bersama Cedric dan keluarganya?" tanya William."Masih, Dad.""Tol
Wajah Cedric berseri mendengar pengakuan adiknya. Meskipun sejak dulu, ia memang tidak akrab dengan Caroline, namun kali ini pendapatnya sangat ia butuhkan. Mata Cedric memancarkan kata terima kasih yang tak terucap. “Kamu dan Sacha pasti bisa menjadi seperti teman dekat,” ucap Cedric penuh keyakinan. Caroline mengangguk. “Akan aku coba mendekati Sacha.” “Kamu tidak marah lagi aku memilih pasangan yang bukan dokter? Tidak jadi memilih temanmu, Belinda sebagai kakak iparmu?” “Sebenarnya sejak dulu, aku hanya mengikuti kebiasaan turun menurun di keluarga kita. Melihat keberhasilan hubungan Alex dengan Bianca aku rasa tidak menjadi masalah jika keluarga kita tidak hanya berprofesi dokter,” terang Caroline. “Dulu juga aku berpikiran seperti itu. Hanya memikirkan dokter yang akan kujadikan seorang istri,” balas Cedric. “Itu sebabnya, kamu begitu ringan memutuskan Keyna yang sepertinya sulit meraih gelar dokter?” Cedric mengembuskan napas berat tak kala diingatkan pada peristiwa terse
Louis telah sembuh dan kembali beraktifitas. Frederix melayangkan surat keluhan pada restoran tempat adiknya terinfeksi keracunan makanan. Restoran dan pengacara keluarga Dalton akhirnya berdamai karena pemilik restoran mau bertanggung jawab.Saat ini, mereka sedang duduk di ruang meeting. Pembahasan proyek besar yang sedang mereka kerjakan berlangsung lancar. Di akhir meeting, Frederix melirik Belle dan Louis yang duduk berdekatan dan terkikik berbarengan.Entah apa yang sedang mereka perbincangkan. Frederix ingin sekali menghampiri dan ikut mengobrol. Namun, ia mengurungkan niat melihat keduanya tampak menikmati kebersamaan hanya berdua.“Lou, Belle, aku kembali ke ruangan dulu, ya,” ucap Frederix sambil berjalan ke arah pintu.“Eh, Kak.” Louis menahan kakaknya keluar.“Ya?”“Kami mau makan siang di luar. Kak Fred mau ikut?” tawar Louis.“Tidak, kalian saja. Aku masih banyak pekerjaan.”Tentu saja Frederix menolak. Ia tidak ingin menjadi nyamuk lagi di antara dua orang yang terlihat
“Benarkah?” Sacha membelalakkan matanya saat Keyna mengabari bahwa William bersedia menerima keluarga Cecdric akhir minggu ini.Keyna mengangguk. Detik berikutnya, ia seperti kehilangan napas karena Sacha memeluknya erat. Wanita itu sampai terbatuk-batuk.“Ups, sori, Key. Sorii,” mohon Sacha.“Aku harap pertemuan pertama ini bisa memberi kesan yang baik pada William. Kamu tau sendiri bagaimana kerasnya Daddymu dalam hal ini,” ucap Keyna setelah berhasil mengatur napas kembali.“Bantu aku mencairkan suasana ya, Key.”“Sebaiknya kamu memberi tugas itu pada Louis.”“Iya juga, ya.”“Kamu mau ke mana setelah kuliah?”“Mau jalan-jalan sama Carol.”Mata Keyna menyiratkan tanda tanya. Sacha terkekeh mendapat tatapan itu. Wanita cantik itu lalu bercerita bahwa ia dan Carol sedang mencoba untuk berteman.“Sepertinya, Carol bukan wanita yang sulit diajak berteman. Ia juga cukup aktif di media sosial, pasti sudah mengenalmu sebelumnya.”“Cedric juga bilang seperti itu.”“Ya sudah. Aku mau bersiap
Frederix melirik Belle yang duduk di sampingnya. Wanita cantik itu sedang sibuk menatap layar laptop. Mau tau mau, mata Frederx menelusuri jari-jari lentik dan lengan Belle yang terbuka karena ia menggunakan blus lengan pendek yang pas di badan.Kepala Frederix menggeleng samar. Ia menahan keinginannya untuk memegang tangan Belle yang bahkan halusnya bisa ia rasakan. Saat itu hatinya hancur mengingat bahwa wanita di sampingnya lebih memilih Louis.“Tuan Frederix,” sapa Belle lembut.“Ehm.” Frederix berusaha menjernihkan tenggorokannya. “Ya?”“Tolong periksa ini. Aku sudah melakukan apa yang Tuan sarankan.” Belle menggeser laptopnya menghadap Frederix.Frederix mengangguk dengan sedikit senyum. Ia memeriksa data yang terpampang di layar laptop Belle. Pekerjaan wanita itu sangat rapi dan teliti. Namun begitu, Frederix melihat ada satu kesalahan kecil.“Ini harusnya di bagian sini, Belle.” Frederix menunjuk data yang salah penempatannya.Kini, Belle berdiri di samping kursi Frederix. Wan
Keyna mengamati wajah Frederix. Wajah yang selalu datar itu kini semakin sendu. Meski mungkin tidak banyak yang tau, karena Frederix jarang sekali mengungkapkan perasaannya.“Kamu menyukainya dan ia menyukai lelaki lain?” Keyna mengulang pernyataan Frederix.“Terasa lebih menyakitkan saat kamu kembali berkata begitu,” ungkap Frederix sambil menggeleng samar.“Maaf,” sesal Keyna.“Aku seperti selalu gagal memilih wanita. Setiap menyukai seseorang, pasti tidak bersambut baik.”“Jangan begitu. Mungkin belum jodoh saja. Lagipula, selama mereka belum resmi menikah, bukankah masih bisa diperjuangkan?”Bisa. Frederix menjawab hanya dalam hati. Masalahnya, saingannya adalah adiknya sendiri. Lelaki itu merasa lebih baik berbalik badan dan menjauh.“Kamu pasti tau, di dunia ini ada hal-hal yang tidak bisa diperjuangkan. Kita hanya bisa pasrah menerima takdir,” cetus Frederix.Keyna tercenung mendengar penuturan Frederix. Ingin sekali membantu, tetapi Keyna bingung memulai dari mana. Wanita itu
Keesokan harinya, Frederix baru kembali ke mansion menjelang siang. Lelaki itu langsung masuk ke kamar dan berendam dalam air hangat. Setelah air di bathtub mulai dingin, Frederix baru bangkit, mengeringkan tubuh dan berpakaian.Di depan cermin, Frederix mematut diri. Sepertri biasa, wajahnya tampak tampan dan bersih. Rambutnya selalu terpotong rapi. Pakaian yang dikenakan menampakkan sisi maskulin.Setelah beberapa kali menyemprotkan parfum ke tubuhnya, Frederix keluar dari kamar. Lelaki itu menuju ruang makan. Sedikit terkejut melihat Keyna dan Princess ternyata telah berada di sana.“Hai,” sapa Frederix yang langsung mencium adiknya yang berada di pangkuan Keyna. “Tumben tidak ke kantor?”“Kami memutuskan untuk tidak ke kantor setiap hari. Iya kan, Princess?” Keyna mengangguk pada putrinya yang langsung ikut mengangguk.Frederix terkekeh, “Lucu sekali, Princess. Ia sepertinya sudah mengerti apa yang kamu ucapkan, Key.”“Princess hanya mengikuti gerakan. Ia memang sedang senang meng
Setelah merestui hubungan Louis dengan Belle, Frederix menenggelamkan diri dengan pekerjaan. Wajahnya semakin dingin. Bibirnya tidak pernah melengkungkan senyum.Hanya satu orang yang masih mendapatkan senyum dari Frederix. Princess. Bayi mungil yang semakin menggemaskan itu selalu berhasil membuat wajah Frederix lebih ceria."Kak Fred, ikut olahraga bersama pagi ini, yuk," ajak Louis, membangunkan kakaknya."Olahraga bersama? Dengan siapa saja?""Teman-teman pengusaha muda. Aku belum melihat chat di grup siapa saja yang bisa bergabung. Yang jelas, Belle akan ikut.""Oh. Silahkan lanjut. Semalam aku lembur. Pagi ini mau tidur saja," tolak Frederix saat mendengar nama Belle."Yaahhh ... padahal aku janji akan mengajak Kak Fred lho," rayu Louis."Sori, Lou. Lain kali saja. Lagipula jika aku ikut, kalian akan sungkan, bukan? Mungkin malah membuat suasana jadi tidak nyaman," cetus Frederix."Kenapa Kak Fred bisa menyimpulkan begitu?""Biasanya saat kalian sedang bercanda-canda dan aku tib