"Daddyyy," sapa Sacha dengan manja.Wanita cantik itu tersenyum sekilas dan melewati Hanson. Ia duduk di sisi ranjang sang Daddy. Harum parfum Sacha, tertinggal di hidung Hanson."Hai, Cha. Apa kalian sudah selesai?""Selesai apa?""Menyelesaikan apa yang kalian mulai."Sacha memberengutkan wajah. "Aku nggak ngerti Daddy ngomong apa. Daddy tau aku kurang pintar.""Astagaa ... kenapa jadi ke situ pembicaraannya. Dan siapa bilang pemilik brand kosmetik terkenal di beberapa negara ini tidak cerdas." William menaikkan satu alisnya ke atas."Cha yang bilang. Cha kan tidak secerdas Keyna yang seorang dokter."Keyna menggeleng samar. Terkadang Sacha memang mengeluh kenapa ia tidak cerdas. Ia lalu melirik Hanson yang sedang merapikan perlengkapan kesehatannya."Bagaimana suamiku?" tanya Keyna pelan saat William dan Sacha masih berbincang."Bagus. Kamu merawat lukanya dengan baik. Dalam waktu satu minggu, aku yakin ia sudah dapat beraktifitas normal." Hanson berucap sambil melirik Sacha yang s
Makan malam hari ini terasa lengkap bagi William. Ia menatap satu persatu keluarganya. Istri, anak-anak bahkan adik angkatnya berkumpul.William pun tampil elegan dengan kemeja lengan panjang. Otot-otot lengan dan dada yang terlatih sejak muda masih menonjol di balik kemeja tersebut. Wajahnya bersih setelah Keyna membantunya bercukur.Sementara Keyna sendiri berdandan cantik dengan dress selutut tangan lengan berwarna senada dengan kemeja William. Wajahnya hanya berpoles make up natural. Namun, bibirnya lebi merah dari biasanya.Dengan telaten, Keyna menyiapkan makanan dan minuman sang suami. Menu sehat hasil racikan dokter gizi akan menjadi santapan William mulai detik ini. Keyna melarangnya makan sembarangan. Bilioner itu pun mengangguk menuruti saran sang istri."Jadi bagaimana pengalamanmu di negara konflik itu? Apakah memang benar-benar menyeramkan?" tanya William pada Hanson."Apa namanya jika kamu tinggal di bawah ledakan bom dan suara-suara tembakan?""Itu sangat mengerikan,"
"Buka saja piyamamu, Baby," pinta William."Kamu yakin? Aku tidak mau kamu tersulut gairah yang akhirnya berujung stress.""Tapi aku perlu memeluk tubuh polosmu.""Baiklah. Tutup matamu!" titah Keyna."Hah? Kenapa aku harus menutup mata melihat tubuh istriku sendiri? Tidak, aku tidak mau," protes William."Kamu bilang hanya perlu memeluk tubuh polosku kan? Bukan melihatnya?"Sial. William mengaku salah bicara. Namun, ia tidak ingin berdebat dengan Keyna hingga akhirnya memejamkan mata.Keyna tersenyum penuh kemenangan. Perlahan ia membuka ikatan kimononya. Membebaskan tubuhnya dari balutan kain sutra itu."Jangan mengintip. Aku pakai lagi kimonoku kalau kamu curi-curi pandang," ancam Keyna.William mendengus kesal. Tanpa melihat langsung, otaknya sudah traveling ke bayangan tubuh sang istri. Hasrat lelakinya tentu saja langsung meninggi.Setelah melempar kimononya, Keyna masuk ke bawah selimut. Memeluk suaminya dari samping. William balas memeluk dan mencium kepala Keyna. Tangannya mu
Cedric menatap wanita cantik di depannya. Agak shock mendengar pernyataan yang barusan meluncur dari bibir sensual itu. Sejenak Cedric terdiam.Sementara Sacha serasa ingin mengutuk dirinya sendiri. Menjadi batu, debu atau sekalian menghilang. Ia sudah merasakan darah mengaliri wajahnya hingga kini memerah."Yakin mau mengenalku lebih dekat?" canda Cedric. "Tidak ada yang menarik dari diriku."Ia tau Sacha sedang malu dengan pernyataannya sendiri hingga berusaha santai. Guyonannya berhasil membuat wanita cantik itu tersenyum. Gadis itu memainkan minuman di tangannya."Justru karena tidak ada yang menarik, aku jadi penasaran," tukas Sacha."Akh ... sekedar penasaran.""Awalnya mungkin begitu, tetapi ke depannya tidak ada yang tau.""Itu benar. Hanya saja aku tidak ingin kamu menyia-nyiakan waktumu.""Atau aku yang menyia-nyiakan waktumu?""Tidak. Jangan begitu. Aku hanya ... tidak begitu pintar kepada wanita. Aku takut mengecewakanmu.""Aku juga tidak begitu pintar kepada lelaki."Ced
Persiapan pesta William dan Keyna membuat Sacha sangat sibuk. Paling tidak, itu yang ada di pikiran keluarga Dalton. Jarang sekali, Sacha berkumpul di mansion ataupun jika bisa, ia selalu terburu-buru pergi.Tidak ada satu pun yang tau, bahwa selain mengurusi pesta, Sacha juga memiliki kepentingan lain. Setiap harinya selalu ada sisipan waktu untuk bertemu dengan Cedric. Walau hanya sebentar.Meskipun intens bertemu, baik Cedric maupun Sacha masih merahasiakan identitas pribadi mereka. Cedric tidak pernah menceritakan bahwa ia adalah seorang duda. Sacha juga tidak pernah mengatakan bahwa ia adalah anak seorang bilioner terkemuka."Ini pesta siapa sih, Cha?" tanya Cedric saat mereka bertemu di kafe sebelum jam praktek Cedric dimulai."Nanti kamu juga akan tau," balas Sacha yang sedang memeriksa dekorasi pesta pada tabletnya."Pasti orang terkenal, ya?""Hehe iya.""Pantas sangat dirahasiakan begitu.""Persiapannya memang dirahasiakan, tetapi penyelenggaraannya tidak. Seluruh dunia akan
William sangat bosan. Ia merasa sudah sangat membaik. Keyna benar-benar mengurungnya di mansion dengan aktifitas terbatas. Walau begitu, ia tidak pernah mengeluh di depan istrinya.“Kakak sudah boleh beraktifitas seperti biasa, kok. Semuanya sudah bagus. Detak jantung sudah normal,” tutur Hanson saat William berkonsultasi.“Katakan itu pada istriku,” balas William sambil melirik Keyna yang duduk di sebelahnya.“Aku hanya tidak ingin kamu terlena dengan aktifitas rutinmu yang berat, Will. Apalagi kita punya acara besar minggu depan,” kilah Keyna.Bilioner itu mengembuskan napas panjangnya. “Tetapi, aku bosan, Baby.”“Bagaimana kalau kalian berlibur saja?” saran Hanson.“Boleh?” tanya William bersemangat.“Tentu saja. Itu akan membuatmu rileks.”Akhirnya William dan Keyna keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah lebih ceria. Lelaki itu mengatakan sudah memiliki rencana di kepalanya. Tentu saja Keyna hanya bisa terkekeh melihat semangat sang suami. Hanson mengantar pasangan suami-istri
William sangat bersemangat pagi ini. Seluruh persiapan berkemah ia siapkan sendiri. Keyna selalu mengikuti ke mana pun suaminya pergi berkordinasi. Bagaimanapun, William baru saja pulih dari operasi. Ia tidak ingin euphoria kesembuhannya menjadikan lelaki itu lalai hingga lupa diri.Para pria keluarga Dalton sudah bersiap. Mereka memakai pakaian santai dengan kaos dan celana pendek. Sacha dan Keyna juga mengenakan pakaian sporty namun tetap feminim.“Lou, kamu yang menyetir.” William melempar kunci mobil van mewahnya pada sang putra bungsu.“Siap!” Dengan senang hati Louis menangkap kunci mobil dari sang Daddy. Ia memang paling suka menyetir, jadi tugas itu sangat cocok dengannya.Frederix duduk di samping Louis. Sementara William, Keyna dan Sacha di kursi penumpang. Iring-iringan pengawal mengikuti mereka.Perjalanan mereka melewati pemandangan hamparan rumput hijau di samping kiri dan kanan. Kemudian mereka tiba jalan setapak yang di setiap sisinya terdapat pohon-pohon besar yang ba
"Ada apa dengan kalian? Kenapa lemas begitu?" William mengerutkan kening saat pagi ini melihat Louis dan Sacha duduk menyandar di kursi camping di depan tenda mereka.Tidak ada jawaban. Baik Sacha maupun Louis memejamkan mata mereka. Sacha menyandarkan kepala di bahu adik bungsunya. Keduanya benar-benar terlihat mengantuk."Ada apa dengan adik-adikmu, Fred? Kini William bertanya pada putra sulungnya yang sedang berdiri dengan jaket bertudung di kepala.Frederix menatap William lalu melirik adik-adiknya. "Sepertinya mereka kurang tidur semalam.""Oh ya? Tetapi aku lihat kamu tampak segar. Apa hanya kamu yang bisa tidur semalam?"Lelaki muda itu menurunkan tudung jaketnya. Ia menunjukkan earphone yang tersemat di telinga pada William. "Aku bisa tidur karena terselamatkan oleh ini."William langsung mengerti. Putra-putrinya pasti mendengar kegiatannya dengan Keyna semalam. Sekali lagi ia melirik Louis dan Sacha. Tangannya terulur mengelus kepala sang putri."Mana Keyna?" Frederix merotas