Cedric menatap wanita cantik di depannya. Agak shock mendengar pernyataan yang barusan meluncur dari bibir sensual itu. Sejenak Cedric terdiam.Sementara Sacha serasa ingin mengutuk dirinya sendiri. Menjadi batu, debu atau sekalian menghilang. Ia sudah merasakan darah mengaliri wajahnya hingga kini memerah."Yakin mau mengenalku lebih dekat?" canda Cedric. "Tidak ada yang menarik dari diriku."Ia tau Sacha sedang malu dengan pernyataannya sendiri hingga berusaha santai. Guyonannya berhasil membuat wanita cantik itu tersenyum. Gadis itu memainkan minuman di tangannya."Justru karena tidak ada yang menarik, aku jadi penasaran," tukas Sacha."Akh ... sekedar penasaran.""Awalnya mungkin begitu, tetapi ke depannya tidak ada yang tau.""Itu benar. Hanya saja aku tidak ingin kamu menyia-nyiakan waktumu.""Atau aku yang menyia-nyiakan waktumu?""Tidak. Jangan begitu. Aku hanya ... tidak begitu pintar kepada wanita. Aku takut mengecewakanmu.""Aku juga tidak begitu pintar kepada lelaki."Ced
Persiapan pesta William dan Keyna membuat Sacha sangat sibuk. Paling tidak, itu yang ada di pikiran keluarga Dalton. Jarang sekali, Sacha berkumpul di mansion ataupun jika bisa, ia selalu terburu-buru pergi.Tidak ada satu pun yang tau, bahwa selain mengurusi pesta, Sacha juga memiliki kepentingan lain. Setiap harinya selalu ada sisipan waktu untuk bertemu dengan Cedric. Walau hanya sebentar.Meskipun intens bertemu, baik Cedric maupun Sacha masih merahasiakan identitas pribadi mereka. Cedric tidak pernah menceritakan bahwa ia adalah seorang duda. Sacha juga tidak pernah mengatakan bahwa ia adalah anak seorang bilioner terkemuka."Ini pesta siapa sih, Cha?" tanya Cedric saat mereka bertemu di kafe sebelum jam praktek Cedric dimulai."Nanti kamu juga akan tau," balas Sacha yang sedang memeriksa dekorasi pesta pada tabletnya."Pasti orang terkenal, ya?""Hehe iya.""Pantas sangat dirahasiakan begitu.""Persiapannya memang dirahasiakan, tetapi penyelenggaraannya tidak. Seluruh dunia akan
William sangat bosan. Ia merasa sudah sangat membaik. Keyna benar-benar mengurungnya di mansion dengan aktifitas terbatas. Walau begitu, ia tidak pernah mengeluh di depan istrinya.“Kakak sudah boleh beraktifitas seperti biasa, kok. Semuanya sudah bagus. Detak jantung sudah normal,” tutur Hanson saat William berkonsultasi.“Katakan itu pada istriku,” balas William sambil melirik Keyna yang duduk di sebelahnya.“Aku hanya tidak ingin kamu terlena dengan aktifitas rutinmu yang berat, Will. Apalagi kita punya acara besar minggu depan,” kilah Keyna.Bilioner itu mengembuskan napas panjangnya. “Tetapi, aku bosan, Baby.”“Bagaimana kalau kalian berlibur saja?” saran Hanson.“Boleh?” tanya William bersemangat.“Tentu saja. Itu akan membuatmu rileks.”Akhirnya William dan Keyna keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah lebih ceria. Lelaki itu mengatakan sudah memiliki rencana di kepalanya. Tentu saja Keyna hanya bisa terkekeh melihat semangat sang suami. Hanson mengantar pasangan suami-istri
William sangat bersemangat pagi ini. Seluruh persiapan berkemah ia siapkan sendiri. Keyna selalu mengikuti ke mana pun suaminya pergi berkordinasi. Bagaimanapun, William baru saja pulih dari operasi. Ia tidak ingin euphoria kesembuhannya menjadikan lelaki itu lalai hingga lupa diri.Para pria keluarga Dalton sudah bersiap. Mereka memakai pakaian santai dengan kaos dan celana pendek. Sacha dan Keyna juga mengenakan pakaian sporty namun tetap feminim.“Lou, kamu yang menyetir.” William melempar kunci mobil van mewahnya pada sang putra bungsu.“Siap!” Dengan senang hati Louis menangkap kunci mobil dari sang Daddy. Ia memang paling suka menyetir, jadi tugas itu sangat cocok dengannya.Frederix duduk di samping Louis. Sementara William, Keyna dan Sacha di kursi penumpang. Iring-iringan pengawal mengikuti mereka.Perjalanan mereka melewati pemandangan hamparan rumput hijau di samping kiri dan kanan. Kemudian mereka tiba jalan setapak yang di setiap sisinya terdapat pohon-pohon besar yang ba
"Ada apa dengan kalian? Kenapa lemas begitu?" William mengerutkan kening saat pagi ini melihat Louis dan Sacha duduk menyandar di kursi camping di depan tenda mereka.Tidak ada jawaban. Baik Sacha maupun Louis memejamkan mata mereka. Sacha menyandarkan kepala di bahu adik bungsunya. Keduanya benar-benar terlihat mengantuk."Ada apa dengan adik-adikmu, Fred? Kini William bertanya pada putra sulungnya yang sedang berdiri dengan jaket bertudung di kepala.Frederix menatap William lalu melirik adik-adiknya. "Sepertinya mereka kurang tidur semalam.""Oh ya? Tetapi aku lihat kamu tampak segar. Apa hanya kamu yang bisa tidur semalam?"Lelaki muda itu menurunkan tudung jaketnya. Ia menunjukkan earphone yang tersemat di telinga pada William. "Aku bisa tidur karena terselamatkan oleh ini."William langsung mengerti. Putra-putrinya pasti mendengar kegiatannya dengan Keyna semalam. Sekali lagi ia melirik Louis dan Sacha. Tangannya terulur mengelus kepala sang putri."Mana Keyna?" Frederix merotas
Menjelang siang, keluarga Dalton bersiap untuk pulang. Mereka mengemas kemah kembali. Kali ini Keyna dan Sacha ikut membantu.Sebenarnya, William bisa saja menyuruh para pengawal merapikan tenda yang mereka gunakan. Tetapi, bilioner itu ingin mengajarkan pada keluarganya untuk menyelesaikan apa pun yang mereka bangun. Suatu proses kehidupan yang kelak menjadi bekal hidup mereka."Kau salah melipat tenda, Lou. Jadi tidak bisa dimasukkan ke kotaknya. Harusnya lipatannya tidak sebesar ini," keluh Fred sambil mengeluarkan kembali lipatan tenda besar itu.Louis hanya menyeringai dan mengatakan maaf. Ia memang tidak melihat instruksi, hanya sekedar melipat saja. Pemuda itu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Tidak apa, Fred. Kita ulang lagi. Santai saja," tukas William.Bilioner itu mengajari putra bungsunya. Dengan telaten, William mengarahkan dan membimbing Louis hingga ia dapat melipat tenda besar itu menjadi lipatan kecil. Sacha dan Keyna bertepuk tangan melihat keberhasilan Lo
“Oh. Oke,” sahut Cedric sambil tersenyum.“Tapi, aku tersesat,” ucap Keyna.“Kok bisa?”“Tadi aku buru-buru mencari toilet dan tidak memperhatikan jalan.”“Di mana keluargamu?”“Tadi kami habis ke air terjun, lalu mereka menunggu di lapangan hijau.”“Aku tau tempatnya. Mari aku antar,” tawar Cedric.Tanpa pikir panjang Keyna mengangguk. Ia mengikuti langkah Cedric. Keduanya berjalan tanpa bicara lagi.Sementara itu Sacha yang sudah selesai menggunakan toilet menatap sekelilingnya. Tidak ada Keyna. Wanita cantik itu lalu menghampiri William, Frederix dan Louis.“Dad,” seru Sacha. “Keyna di mana?”William dengan cepat menoleh. “Apa maksudmu, Keyna di mana. Tadi ia ke toilet bersamamu kan?”“Iya, tapi Keyna tidak sabar mau pipis, jadi ia mencari toilet lain. Aku pikir sudah kembali.”Rahang William mengetat. Matanya memandang jauh ke arah toilet. Lalu, dengan langkah cepat lelaki itu pergi meninggalkan Sacha, Frederix dan Louis.“Kita cari Keyna dulu. Kamu ikut?” tanya Fred sementara Lou
Hanson yang sedang menyetir beberapa kali melirik Cedric. Lelaki di sebelahnya itu memandang jendela di sampingnya. Tetapi, Hanson tau, sebenarnya Cedric sedang melamun."Hei, apa kau baik-baik saja? Kau tampak sangat pendiam," tanya Hanson."Hem." Cedric menjawab singkat."Apa aku perlu menurunkanmu di sini?""Ya.""Bagaimana caranya mendapat wanita yang setia?""Boleh juga."Jelas sudah bahwa Cedric melamun. Pertanyaan yang diajukan Hanson dijawab asal dan tidak nyambung oleh Cedric. Professor muda itu menggelengkan kepala."Tolong ganti aku menyetir, ya," ucap Hanson."Baiklah."Hanson lalu menepikan kendaraannya. Cedric mengerutkan kening, lalu menatap sekitar mereka."Eh, kenapa berhenti di sini?" tanya Cedric."Ya Tuhan, Cedric. Kau melamun terus!" desis Hanson tak sabar."Aku? Tidak, aku tidak apa-apa." Cedric menjadi bingung sendiri.Hanson menghadap miring ke arah Cedric. Seharusnya ia tidak meladeni rasa penasarannya saat ini. Tetapi, demi melihat Cedric yang tiba-tiba berub