"Buka saja piyamamu, Baby," pinta William."Kamu yakin? Aku tidak mau kamu tersulut gairah yang akhirnya berujung stress.""Tapi aku perlu memeluk tubuh polosmu.""Baiklah. Tutup matamu!" titah Keyna."Hah? Kenapa aku harus menutup mata melihat tubuh istriku sendiri? Tidak, aku tidak mau," protes William."Kamu bilang hanya perlu memeluk tubuh polosku kan? Bukan melihatnya?"Sial. William mengaku salah bicara. Namun, ia tidak ingin berdebat dengan Keyna hingga akhirnya memejamkan mata.Keyna tersenyum penuh kemenangan. Perlahan ia membuka ikatan kimononya. Membebaskan tubuhnya dari balutan kain sutra itu."Jangan mengintip. Aku pakai lagi kimonoku kalau kamu curi-curi pandang," ancam Keyna.William mendengus kesal. Tanpa melihat langsung, otaknya sudah traveling ke bayangan tubuh sang istri. Hasrat lelakinya tentu saja langsung meninggi.Setelah melempar kimononya, Keyna masuk ke bawah selimut. Memeluk suaminya dari samping. William balas memeluk dan mencium kepala Keyna. Tangannya mu
Cedric menatap wanita cantik di depannya. Agak shock mendengar pernyataan yang barusan meluncur dari bibir sensual itu. Sejenak Cedric terdiam.Sementara Sacha serasa ingin mengutuk dirinya sendiri. Menjadi batu, debu atau sekalian menghilang. Ia sudah merasakan darah mengaliri wajahnya hingga kini memerah."Yakin mau mengenalku lebih dekat?" canda Cedric. "Tidak ada yang menarik dari diriku."Ia tau Sacha sedang malu dengan pernyataannya sendiri hingga berusaha santai. Guyonannya berhasil membuat wanita cantik itu tersenyum. Gadis itu memainkan minuman di tangannya."Justru karena tidak ada yang menarik, aku jadi penasaran," tukas Sacha."Akh ... sekedar penasaran.""Awalnya mungkin begitu, tetapi ke depannya tidak ada yang tau.""Itu benar. Hanya saja aku tidak ingin kamu menyia-nyiakan waktumu.""Atau aku yang menyia-nyiakan waktumu?""Tidak. Jangan begitu. Aku hanya ... tidak begitu pintar kepada wanita. Aku takut mengecewakanmu.""Aku juga tidak begitu pintar kepada lelaki."Ced
Persiapan pesta William dan Keyna membuat Sacha sangat sibuk. Paling tidak, itu yang ada di pikiran keluarga Dalton. Jarang sekali, Sacha berkumpul di mansion ataupun jika bisa, ia selalu terburu-buru pergi.Tidak ada satu pun yang tau, bahwa selain mengurusi pesta, Sacha juga memiliki kepentingan lain. Setiap harinya selalu ada sisipan waktu untuk bertemu dengan Cedric. Walau hanya sebentar.Meskipun intens bertemu, baik Cedric maupun Sacha masih merahasiakan identitas pribadi mereka. Cedric tidak pernah menceritakan bahwa ia adalah seorang duda. Sacha juga tidak pernah mengatakan bahwa ia adalah anak seorang bilioner terkemuka."Ini pesta siapa sih, Cha?" tanya Cedric saat mereka bertemu di kafe sebelum jam praktek Cedric dimulai."Nanti kamu juga akan tau," balas Sacha yang sedang memeriksa dekorasi pesta pada tabletnya."Pasti orang terkenal, ya?""Hehe iya.""Pantas sangat dirahasiakan begitu.""Persiapannya memang dirahasiakan, tetapi penyelenggaraannya tidak. Seluruh dunia akan
William sangat bosan. Ia merasa sudah sangat membaik. Keyna benar-benar mengurungnya di mansion dengan aktifitas terbatas. Walau begitu, ia tidak pernah mengeluh di depan istrinya.“Kakak sudah boleh beraktifitas seperti biasa, kok. Semuanya sudah bagus. Detak jantung sudah normal,” tutur Hanson saat William berkonsultasi.“Katakan itu pada istriku,” balas William sambil melirik Keyna yang duduk di sebelahnya.“Aku hanya tidak ingin kamu terlena dengan aktifitas rutinmu yang berat, Will. Apalagi kita punya acara besar minggu depan,” kilah Keyna.Bilioner itu mengembuskan napas panjangnya. “Tetapi, aku bosan, Baby.”“Bagaimana kalau kalian berlibur saja?” saran Hanson.“Boleh?” tanya William bersemangat.“Tentu saja. Itu akan membuatmu rileks.”Akhirnya William dan Keyna keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah lebih ceria. Lelaki itu mengatakan sudah memiliki rencana di kepalanya. Tentu saja Keyna hanya bisa terkekeh melihat semangat sang suami. Hanson mengantar pasangan suami-istri
William sangat bersemangat pagi ini. Seluruh persiapan berkemah ia siapkan sendiri. Keyna selalu mengikuti ke mana pun suaminya pergi berkordinasi. Bagaimanapun, William baru saja pulih dari operasi. Ia tidak ingin euphoria kesembuhannya menjadikan lelaki itu lalai hingga lupa diri.Para pria keluarga Dalton sudah bersiap. Mereka memakai pakaian santai dengan kaos dan celana pendek. Sacha dan Keyna juga mengenakan pakaian sporty namun tetap feminim.“Lou, kamu yang menyetir.” William melempar kunci mobil van mewahnya pada sang putra bungsu.“Siap!” Dengan senang hati Louis menangkap kunci mobil dari sang Daddy. Ia memang paling suka menyetir, jadi tugas itu sangat cocok dengannya.Frederix duduk di samping Louis. Sementara William, Keyna dan Sacha di kursi penumpang. Iring-iringan pengawal mengikuti mereka.Perjalanan mereka melewati pemandangan hamparan rumput hijau di samping kiri dan kanan. Kemudian mereka tiba jalan setapak yang di setiap sisinya terdapat pohon-pohon besar yang ba
"Ada apa dengan kalian? Kenapa lemas begitu?" William mengerutkan kening saat pagi ini melihat Louis dan Sacha duduk menyandar di kursi camping di depan tenda mereka.Tidak ada jawaban. Baik Sacha maupun Louis memejamkan mata mereka. Sacha menyandarkan kepala di bahu adik bungsunya. Keduanya benar-benar terlihat mengantuk."Ada apa dengan adik-adikmu, Fred? Kini William bertanya pada putra sulungnya yang sedang berdiri dengan jaket bertudung di kepala.Frederix menatap William lalu melirik adik-adiknya. "Sepertinya mereka kurang tidur semalam.""Oh ya? Tetapi aku lihat kamu tampak segar. Apa hanya kamu yang bisa tidur semalam?"Lelaki muda itu menurunkan tudung jaketnya. Ia menunjukkan earphone yang tersemat di telinga pada William. "Aku bisa tidur karena terselamatkan oleh ini."William langsung mengerti. Putra-putrinya pasti mendengar kegiatannya dengan Keyna semalam. Sekali lagi ia melirik Louis dan Sacha. Tangannya terulur mengelus kepala sang putri."Mana Keyna?" Frederix merotas
Menjelang siang, keluarga Dalton bersiap untuk pulang. Mereka mengemas kemah kembali. Kali ini Keyna dan Sacha ikut membantu.Sebenarnya, William bisa saja menyuruh para pengawal merapikan tenda yang mereka gunakan. Tetapi, bilioner itu ingin mengajarkan pada keluarganya untuk menyelesaikan apa pun yang mereka bangun. Suatu proses kehidupan yang kelak menjadi bekal hidup mereka."Kau salah melipat tenda, Lou. Jadi tidak bisa dimasukkan ke kotaknya. Harusnya lipatannya tidak sebesar ini," keluh Fred sambil mengeluarkan kembali lipatan tenda besar itu.Louis hanya menyeringai dan mengatakan maaf. Ia memang tidak melihat instruksi, hanya sekedar melipat saja. Pemuda itu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Tidak apa, Fred. Kita ulang lagi. Santai saja," tukas William.Bilioner itu mengajari putra bungsunya. Dengan telaten, William mengarahkan dan membimbing Louis hingga ia dapat melipat tenda besar itu menjadi lipatan kecil. Sacha dan Keyna bertepuk tangan melihat keberhasilan Lo
“Oh. Oke,” sahut Cedric sambil tersenyum.“Tapi, aku tersesat,” ucap Keyna.“Kok bisa?”“Tadi aku buru-buru mencari toilet dan tidak memperhatikan jalan.”“Di mana keluargamu?”“Tadi kami habis ke air terjun, lalu mereka menunggu di lapangan hijau.”“Aku tau tempatnya. Mari aku antar,” tawar Cedric.Tanpa pikir panjang Keyna mengangguk. Ia mengikuti langkah Cedric. Keduanya berjalan tanpa bicara lagi.Sementara itu Sacha yang sudah selesai menggunakan toilet menatap sekelilingnya. Tidak ada Keyna. Wanita cantik itu lalu menghampiri William, Frederix dan Louis.“Dad,” seru Sacha. “Keyna di mana?”William dengan cepat menoleh. “Apa maksudmu, Keyna di mana. Tadi ia ke toilet bersamamu kan?”“Iya, tapi Keyna tidak sabar mau pipis, jadi ia mencari toilet lain. Aku pikir sudah kembali.”Rahang William mengetat. Matanya memandang jauh ke arah toilet. Lalu, dengan langkah cepat lelaki itu pergi meninggalkan Sacha, Frederix dan Louis.“Kita cari Keyna dulu. Kamu ikut?” tanya Fred sementara Lou
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan