"Sungguh besar nyalimu membawa puteri kerajaan dengan pengawalan seadanya." Sangkulara berdiri dengan pongahnya di depan rombongan kerajaan bersama Tongkat Bertuah, si Sanggul Miring, dan Setan Pajak. "Apakah kau merasa sudah demikian hebat sehingga kami tidak berani menghadang kalian?" Prajurit pengawal segera turun dari kuda tunggangan membentuk formasi melindungi kereta. Beberapa prajurit berilmu tinggi siap siaga menunggu perintah untuk menghajar para pemberontak yang menghalangi jalan. "Kita sungguh beruntung," kata Setan Pajak. "Puteri mahkota hanya dikawal cecunguk, sungguh tangkapan besar bagi kita." "Aku akan membawa Dewi Anjani ke pesanggrahanku," tukas Sangkulara. "Aku tidak tertarik dengan hadiah dari Tapak Mega." "Jangan cari perkara kau, Sangkulara," sergah Tongkat Bertuah. "Kau akan diburu Tapak Mega kemana pun bersembunyi." "Aku rela mati demi bidadari itu." Sangkulara tertawa senang. "Aku ingin mempersuntingnya dan bulan madu di kerajaan Sihir, negeri yang sanga
Tongkat sakti melesat dengan cepat ke arah Nirmala yang sibuk menangkis jurus andalan si Sanggul Miring. Di saat bersamaan, Gentong Ketawa kewalahan menghadapi pengeroyokan Kupu-kupu Madu dan Setan Pajak. Ia terlempar dan jatuh terduduk kena pukulan Kupu-kupu Madu. Setan Pajak maju menerjang dengan tendangan mematikan, sambil berteriak, "Ciiiaaatt...!" Dewi Anjani tahu kedua pelayannya dalam bahaya besar, tapi ia sulit untuk menolong. Sangkulara dan Bidadari Penabur Cinta tidak memberi kesempatan sedikitpun. Brajaseta sulit diharapkan bantuannya. Ia sibuk melayani Tongkat Bertuah yang mulai mengeluarkan jurus pamungkas, dan sesekali dibantu Kupu-kupu Madu. Dewi Anjani hanya bisa mengingatkan, "Awas! Bibi Nirmala! Gentong Ketawa!" Satu hasta lagi serangan maut mendarat di leher mereka, dua kepala ikan salmon tiba-tiba melesat di udara, satu menghantam tongkat sehingga patah dua, satu lagi meluncur masuk ke mulut Setan Pajak yang berteriak sehingga membuatnya gelagapan. Pertaru
Cakra mengambil kuda-kuda, tangannya bergerak memutar secara unik, kemudian didorong ke depan dengan telapak tangan terbuka. Serangkum angin dahsyat menderu menghantam mereka. "Ajian Badai Cemara...!" pekik Tongkat Bertuah kaget. "Keluarkan seluruh tenaga dalam kalian! Ia benar-benar murid Ki Gendeng Sejagat!" Tongkat Bertuah dan si Sanggul Miring berusaha berdiri tegak sekuat tenaga. Mereka tidak pernah bentrok dengan Ki Gendeng Sejagat, kini merasakan sendiri bagaimana dahsyatnya ajian Badai Cemara dari muridnya. "Jangan kehilangan fokus!" teriak Tongkat Bertuah. "Bertahanlah!" Keenam pendekar dari golongan hitam itu tidak sadar kalau celana mereka mulai sobek-sobek, lalu terlepas jadi potongan kecil dan terbang terbawa angin. Gentong Ketawa tertawa terpingkal-pingkal melihat pemandangan ngeri-ngeri sedap di depannya. Nirmala menjerit sambil memalingkan wajah. Dewi Anjani yang berlindung di belakang Cakra bertanya dengan heran, "Ada apa, Bibi Nirmala?" "Tuan Puteri lebih b
"Akulah pasangan yang pantas!" Maharini, puteri mahkota dari kerajaan Utara, berdiri dengan anggun di hadapan Dewi Anjani. Ia dikawal lima pendekar berwajah rupawan dan satu pendekar bertubuh bongsor dengan wajah sedikit merusak pemandangan. "Awalnya aku kira bidadari turun dari kahyangan," sindir Gentong Ketawa. "Pas lihat yang terakhir tenyata kalian adalah anggota kerajaan dari Utara." "Kau betul Gentong Ketawa, aku adalah puteri dari Ratu Ipritala," kata perempuan yang paling cantik dan paling mewah pakaiannya. "Aku datang bukan untuk melihat perutmu yang buncit, aku datang untuk mengambil calon pangeran kerajaan Utara." "Sejak kapan Cakra masuk dalam silsilah kerajaanmu?" sambar Dewi Anjani. "Aku heran begitu banyak puteri mahkota yang ingin menjadi pelakor." Maharini tersenyum sinis. "Jika Cakra calon suamimu, mengapa ia kabur dari penjemputan? Artinya ia tidak mau jadi pangeranmu, karena ia tahu siapa puteri paling cantik di daratan ini." Dewi Anjani memandang Cakra denga
"Empuk banget." Cakra duduk di kursi beludru berenda emas di dalam kereta. Tirai penutup jendela terbuat dari anyaman benang emas. Dinding kereta berlapis emas. Ada beberapa aksesori bertahtakan berlian. Sebuah kereta sangat mewah dan barangkali hanya dimiliki kerajaan. Prajurit yang terluka duduk di atas kuda menyaksikan Brajaseta dan anak buahnya mengepung lima pendekar cantik dari kerajaan Utara. Mereka mengandalkan selendang untuk menghadapi senjata pasukan pengawal kerajaan. "Selendang mereka sangat berbahaya," keluh Brajaseta. "Prajuritku sulit menandinginya." Berulang kali mereka terpelanting kena hantam selendang. Tiga prajurit terduduk kesakitan tanpa sanggup untuk bangkit. Kekalahan tinggal menunggu waktu. Gentong Ketawa sibuk meladeni Ratu Cermin. Ia kesal melihat Nirmala hanya diam menyaksikan, padahal tahu ia cukup kerepotan. Jika bukan dirinya, mungkin sudah mati konyol sejak tadi. Pukulan Ratu Cermin sungguh mematikan! Gentong Ketawa berseru dengan jengkel, "Kau s
"Roh juru kawih ternyata jail juga," kata Nirmala sambil memperhatikan kereta yang melaju dengan cepat. "Aku jadi ngeri." Gentong Ketawa terkejut mendengar tuduhan tak berdasar itu. Roh Hutan Gerimis tidak pernah merasuki jiwa makhluk lain. Mereka hanya bersenang-senang meramaikan malam. "Jadi menurutmu roh sinden tengah malam itu yang merasuki mereka?" pandang Gentong Ketawa muak. "Aku curiga roh kakakmu yang penari striptis itu pelakunya. Jadi kau takut sama roh kakak kandung sendiri?" "Jangan sembarangan ngomong!" sergah Nirmala. "Menurut keterangan lembaran suci kerajaan, roh penari striptis di kerangkeng di kawah siksa!" "Jadi roh sinden lolos dari kerangkeng? Bagaimana ia membuka pintu kerangkeng padahal pintu pertobatan terkunci?" "Ia bukan penari striptis!" "Lalu bagaimana ia bisa menari erotis saat merasuki mereka? Apakah di kawah siksa ada kursus?" Gentong Ketawa sebal dengan pikiran Nirmala yang mengada-ada. Roh menerima apa yang diperbuat semasa hidup. Jika hidupn
"Bercanda." Dewi Anjani tersenyum, udara semakin sejuk karenanya. "Aku tidak mau berendam di sungai suci dan menyucikan." "Jadi hukumannya cuma berendam di sungai?" ujar Cakra. "Aku kira terlalu remeh jika disebut cuma. Sungai suci sangat dingin dan bisa membuat kita mati beku. Hanya jejaka dan perawan yang bisa selamat." "Kenapa begitu?" "Untuk mereka ada pengampunan, begitu menurut lembaran suci. Ada adipati selingkuh dengan wakilnya. Mereka terperangkap di sungai suci sampai mati, padahal mereka berilmu tinggi." "Jadi kita ada pengampunan?" Dewi Anjani balik bertanya, "Kanda ingin bercinta sebelum ritual penyatuan?" Cakra tersenyum samar. "Berarti tawaranmu untuk tidur satu tenda hanya basa-basi." "Aku tidak basa-basi," sahut Dewi Anjani serius. "Sudah disiapkan dua tempat tidur di dalam tenda utama." "Oh, aku kira...." "Betapapun inginnya, kita harus menahan hasrat sebelum ritual penyatuan." Aku tidak ada keinginan denganmu, keluh Cakra dalam hati. Ia mer
Gerimis mulai mengguyur perkemahan. Penjaga di tenda utama bertahan untuk tidak berlindung. Prajurit piket masuk ke dalam tenda. Cakra duduk bersandar ke batang pohon. Ia tidak terkena gerimis karena daun yang rimbun. Cakra kasihan melihat prajurit penjaga terguyur hujan, ia berseru, "Berteduhlah kalian." "Siap, Tuan Muda." Prajurit segera mencari tempat berlindung, tapi tidak jauh dari tenda induk tempat puteri mahkota beristirahat. Tenda induk sebenarnya tidak perlu dijaga karena berada persis di depan Cakra, dan puteri mahkota sanggup melindungi diri sendiri. Tapi protokol kerajaan harus dilaksanakan. Gentong Ketawa datang dan duduk di dekatnya. Ia habis mengembalikan cawat Nirmala ke kereta jemur. "Boleh aku bertanya, Tuan Muda?" Cakra menoleh dengan acuh tak acuh. "Tanya apa?" "Tuan Muda dapat cawat dari mana? Kok pas betul?" "Mestinya berterima kasih kalau pas, bukan bertanya." "Terima kasih, Tuan Muda. Dipakainya enak lagi." Cakra menggunakan ilmu Cipta
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem
Hari menjelang senja ketika Cakra tiba di istana Liliput. Ia diterima langsung oleh baginda ratu di pesanggrahan utama."Puteriku menolak untuk bertemu denganmu."Ratu Liliput bertutur dengan lembut untuk menghibur kekecewaan Cakra.Padahal pesona sri ratu sudah cukup menghibur kepenatan hatinya akibat perjalanan sepanjang siang.Perawakan sang ratu sebagaimana perempuan Asia Timur; berpostur semanpai, tinggi rata-rata, tidak kerdil seperti bayangan Cakra."Kau sudah tahu apa alasannya."Mendung berarak di wajah jelita itu. Sinar matanya meredup tersapu kesedihan mendalam.Mata itu seakan bercerita kalau ia siap menebus dengan apapun demi kesembuhan puterinya.Puteri mahkota mengurung diri di pesanggrahan meski sri ratu mendesaknya untuk keluar."Aku datang untuk menyembuhkan penyakitnya," ucap Cakra. "Jadi tidak ada alasan ia menolak kedatanganku.""Tiada kekuatan dapat menghilangkan kutukan itu, selain kemurahan hati ketua langit. Puteriku hanya mempermalukan diri sendiri jika mener
Bantuan untuk menanggulangi bencana alam dari empat kerajaan besar membuat Ratu Dublek murka. Bantuan itu bermaksud merongrong tahta yang didudukinya. Pangeran Nusa Kencana mengambil simpati rakyat dengan pengiriman beberapa kebutuhan pokok. Cakra mengetahui perkembangan terkini kota Dublek dari Ratu Sihir. Ia tampak resah dengan peristiwa yang terjadi. "Rinjani pergi ke Nusa Kencana untuk membahas ancaman Ratu Dublek," kata Ratu Sihir. "Aku kuatir mereka mengambil keputusan ekstrem dan berpengaruh terhadap moralitas perserikatan kerajaan." "Aku tidak mengira kalian sudah menyerahkan separuh kekuasaan kepada mereka," keluh Cakra. "Mereka jelas ingin membubarkan perserikatan dan mengganti dengan persemakmuran di bawah kendali puteri mahkota Nusa Kencana." "Bukankah hal itu keinginan dirimu?" "Aku pikir kebutuhan mendesak bukan mempersatukan seluruh kerajaan yang ada, tapi memakmurkan seluruh rakyat di jazirah bentala." "Kau menyelewengkan titah Nyi Ratu Kencana dalam babad
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!" Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Ipritala mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun. Ratu Ipritala membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian. "Aku kagum denganmu," puji Ratu Ipritala. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu." "Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat." "Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar." Cakra tersenyum miris. Ratu Ipritala sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma. Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal