Share

Akting di antara mereka

“Lo yakin kita harus ngelakuin sejauh ini?” tanya Haruna yang meragukan strategi Ravindra. Lelaki itu menoleh sekilas dengan satu anggukan.

“Semakin kita romantis, gue yakin nyokap nggak akan curiga,” jawab Ravindra seraya merangkul pinggang Haruna. “Senyum,” peringatnya yang membuat wanita itu langsung tersenyum.

Mereka mendekati Della dan Delia yang sudah menunggu di depan butik. Haruna pun memberikan kode pada Ravindra untuk melepas rangkulannya, tapi Ravindra menolak dengan satu decakan dan gelengan kepala.

Delia yang memperhatikan hanya menggelengkan kepala dengan kekehan pelan. “Kalian belum menikah saja sudah nempel seperti ini, apalagi kalau sudah menikah? Berarti nggak salah dong kalau mama minta cucu dalam waktu dekat ini?” tanya wanita setengah baya itu yang berhasil membuat Ravindra langsung melepaskan rangkulannya.

“Ma, bukannya aku udah bilang kalau aku nggak mau punya anak dalam waktu dekat ini?” tanya Ravindra yang membuat Delia tertawa kecil.

“Iya, mama inget, tenang saja.”

“Sudah, sudah, ayo, masuk,” ucap Della yang berjalan lebih dulu diikuti oleh Delia.

Ravindra yang hendak masuk pun langsung ditahan oleh Haruna dan membuat lelaki itu menoleh dengan tatapan bingung. “Lo udah ngomong masalah anak ke nyokap?” tanyanya yang hanya dijawab satu anggukan. “Itu artinya … nyokap lo nggak akan minta cucu?”

“Mungkin?” jawab Ravindra seraya melepas tangan Haruna dari pergelangannya dan berjalan masuk ke dalam butik terlebih dahulu.

Haruna hanya berdecak pelan, entah kenapa ia merasa kalau lelaki itu mempunyai kepribadian ganda yang tidak bisa ditebak. Tak mau pikir panjang, dia pun ikut masuk ke dalam butik meski rasanya sangat ingin pergi jauh dari tempat ini.

“Haruna, kamu pilih ini atau ini?” tanya Delia yang memberikan dua pilihan gaun.

Haruna memperhatikan dua gaun tersebut, dia merasa kalau keduanya tidak ada yang beda. Wanita itu langsung menunjuk gaun yang ada di sebelah kanan agar cepat selesai dan bisa kembali ke rumah.

“Kamu yakin? Bukannya kamu lebih suka gaun yang sebelah kiri?” tanya Della yang membuat Haruna kembali memperhatikan kedua gaun tersebut.

“Bukannya sama aja, Ma?” tanya Haruna dengan suara pelan.

“Atau mau dicoba dulu? Jadi, Haruna bisa tau perbedaan kedua gaun ini,” usul Delia.

“Ide yang bagus.”

“Mari saya antar,” ucap pelayan butik yang mempersilahkan Haruna berjalan lebih dulu.

Haruna yang terpaksa menuruti kemauan mereka hanya bisa pasrah dan berjalan pergi. Dia melirik ke arah Ravindra yang sibuk dengan ponselnya. Haruna merasa kalau di sini hanya dirinya yang menderita. “Awas aja lo, Rav!” ucapnya dari dalam hati dengan tatapan tajam saat kebetulan lelaki itu melihat Haruna.

***

Setelah mencoba dua gaun, Haruna duduk di samping Ravindra dengan helaan napas panjang. Dia melirik ke arah lelaki itu yang masih sibuk, hari ini ia tampak tidak banyak bicara. Haruna memilih untuk mengeluarkan ponsel dan memainkan sosial media. Namun, tiba-tiba saja Ravindra menyandarkan kepala di bahu dan tangan yang ia letakkan di perut wanita itu.

“Lo ngapain, sih?” tanya Haruna saat melihat posisi Ravindra.

“Udah, diem aja,” jawabnya.

Haruna pun langsung menyadari kalau sang mama memperhatikannya meski kedua mama itu asyik mengobrol. Wanita itu hanya bisa menghela napas dan mengikuti permainan yang dibuat oleh Ravindra. “Setelah ini ke mana? Nyokap lo ada bilang?”

“Pulang lah, ke mana lagi?”

“Papa mu udah reservasi restoran, ayo, kita pergi,” ucap Delia pada Ravindra dan Haruna.

“Ma, tapi aku harus—”

“Ada yang mau mama bahas juga masalah pernikahan kalian. Tenang aja, tempatnya tertutup, Haruna nggak perlu takut,” ujar Delia beralih melihat Haruna.

Haruna yang tidak bisa menolak hanya bisa mengangguk canggung dengan tersenyum paksa, dia memberikan kode pada Ravindra agar bisa duduk dengan benar tanpa harus bersandar di bahunya. Beruntung lelaki itu langsung paham. “Bisa nggak, sih, lo jangan berlebihan? Gue takut nyokap lo malah makin curiga,” tanyanya dengan berbisik pelan.

“Lo nggak liat nyokap gue selalu senyum tiap gue manja ke lo.”

“Nyokap lo senyum, gue yang risih!” gumamnya dengan penuh penekanan.

Ravindra pun berdecak. “Lo mau semuanya berantakan?”

“Kalian lagi bahas apa? Kenapa kelihatan serius?” tanya Della yang duduk di hadapan Haruna.

Haruna langsung menggelengkan kepalanya cepat. “Nggak, nggak bahas apa-apa. Iya, kan,” tanyanya pada Ravindra.

Ravindra mengangguk dengan senyuman. “Iya, cuma bahas kalau Haruna ingin satu kamar,” jawabnya asal yang membuat Haruna langsung membulatkan matanya lebar dan refleks memukul lengan lelaki itu. Delia dan Della yang mendengar itu langsung tertawa kecil.

“Rav, kenapa kamu tidak peka? Itu artinya Haruna—”

“Ma, bukannya kita harus segera pergi ke restoran?” tanya Haruna menyela perkataan Delia, seolah dia tau apa yang akan di katakan oleh mama mertuanya itu. Haruna terus menatap Ravindra yang membuat lelaki itu hanya memberikan senyuman tipis.

“Ah, iya, benar.” Delia dan Della lebih dulu berjalan keluar.

“Maksud lo apa ngomong kayak gitu? Udah gila lo?!” tanya Haruna dengan suara pelan karena jarak mereka dengan sang mama tidak terlalu jauh.

“Gue cuma mau lihat reaksi mama.”

Haruna hanya berdecak, sejak awal bertemu sampai sekarang, ia sama sekali tidak mengerti pola pikir Ravindra. Seharusnya dari awal dia tidak menerima perjodohan ini dan fokus dengan kariernya yang juga ada diujung tanduk.

***

“Na, kenapa kamu diam saja?” tanya Della dengan suara berisik.

Haruna yang sedang makan tampak bingung dengan maksud sang mama, dia menoleh dan mengangkat satu alisnya. “Jadi, aku harus apa? Bukannya kalo lagi makan emang harus diem?”

“Kamu bisa bantu Ravindra kupas udang, atau kasih dia daging di piringnya. Kau harus belajar melayani suami mu saat di meja makan,” jelas sang mama membuat Haruna langsung menghela napas pelan, ditambah lagi dia merasa kesal setiap kali Della mengatakan kalau Ravindra adalah suaminya.

Haruna yang tak ingin memperpanjang masalah langsung mengambil potongan daging dan meletakan ke piring Ravindra. “Makan yang banyak, biar otak lo bisa berfungsi,” ucapnya dengan suara pelan dan senyuman paksa.

Ravindra yang masih bisa mendengar perkataan Haruna langsung tersenyum, ia mengambil daging itu dan memakannya. “Makasih, calon istri.”

Delia dan Indra saling bertatapan dengan bibir membentuk senyuman, dia tak menyangka kalau keputusan untuk menjodohkan dengan Haruna adalah pilihan yang tepat. “Mama sangat senang melihat kalian bisa akrab satu sama lain seperti itu, jadi mama tidak salah pilih tanggal pernikahan kalian.”

“Maksud mama?” tanya Ravindra seraya meletakan udang yang sudah dikupas ke piring Haruna.

“Pernikahan kalian akan diadakan minggu depan. Karena kita tidak mengundang siapapun, jadi kita tidak perlu menyiapkan undangan ataupun katering. Lebih cepat, lebih baik.”

Perkataan Delia membuat Haruna yang sedang mengunyah pun langsung tersedak, dengan sigap Ravindra memberikan segelas air. Tidak hanya Haruna yang terkejut, melainkan juga Ravindra. “Apa? MInggu depan?!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Gonjes91
berawal akting, berujung cinta beneran wkwkwk seru, tambah lagi, Thor...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status