Haruna menatap pintu besar yang tertutup rapat, ia mencoba mendorong engsel pintu itu, benar dugaannya, pintu itu sudah dikunci oleh Ravindra. Ia melihat jam pada ponsel yang menunjukkan pukul dua dini hari. “Ternyata dia nggak bercanda?” gumamnya dengan helaan napas panjang.Haruna ingin sekali menelpon Ravindra agar membukakan pintu, tapi mengingat dua pesannya yang hanya di baca saja, menandakan kalau lelaki itu masih marah dengannya. Haruna pun memilih untuk duduk di anak tangga dengan menyenderkan kepala di tembok. Kalau tau Ravindra serius dengan perkataannya, ia memilih untuk langsung pulang ke apartemen yang sudah lama tak dihuni.“Kenapa hari ini gue sial banget?” gumamnya menatap langit. Mengingat hari ini terjadi banyak hal setelah Chasel meninggalkan lokasi syuting. Mulai dari Cherly yang sengaja menamparnya, tertimpa properti, terjatuh dari tangga, sopir dari agensi yang mendadak tak bisa menjemput, sulit mendapatkan taksi. “Dan sekarang, gue harus tidur di luar.”Haruna
Haruna menatap Ravindra dengan mengerutkan kening dan sedikit tatapan tak suka. “Apa maksud lo ngomong gitu?” tanyanya membuat gerakan lelaki tiu terhenti. Ravindra yang selesai memberikan salep pada pipi Haruna pun sedikit memundurkan tubuh, dia merapikan kembali kotak obat tersebut lalu berdiri dari duduknya. Haruna yang belum mendapatkan jawaban langsung menahan pergelangan tangan lelaki itu dengan decakan. “Jawab dulu baru pergi.” “Lo harus percaya sama kemampuan diri sendiri, gue yakin lo bisa.” “Kenapa gue nggak tau lo punya perusahaan lo sendiri? Kenapa lo masih mau jadi penerus perusahaan bokap?” tanya Haruna membuat Ravindra menoleh. “Gue cuma nggak mau sodara tiri jadi penerusnya, dan perusahaan itu cuma kerjasama sama sahabat gue,” jelas Ravindra yang hanya di jawab satu anggukan oleh Haruna. “Mau sampe kapan lo pegang tangan gue?” tanyanya menyadarkan Haruna dan langsung melepasnya. Lelaki itu hanya meliriknya sekilas dan pergi begitu saja meninggalkan Haruna. Haruna m
Chasel yang melihat raut wajah tegang Haruna pun tertawa dan memukul punggung wnaita itu dengan tertawa. “Gue bercanda, Na, kenapa muka lo jadi orang kayak penuh beban? Lagian kalo lo nikah, nyokap lo pasti bakal bikin pesta besar,” ucapnya yang masih tertawa hingga membuat Haruna pun ikut tertawa paksa. “Hari ini lo ada syuting bareng Cherly lagi, nggak masalah?” tanya Chasel yang menghentikan tawanya. “Nggak masalah, emang kenapa?” “Gue tau masalah kemarin, kenapa lo nggak cerita sama gue?” Haruna yang lupa hanya menyengir dan membuat Chasel menggelengkan kepala. Mobil tersebut terhenti di halaman gedung, Haruna yang awalnya ingin keluar langsung ia urungkan saat menyadari pintu mobil sudah dikepung oleh para wartawan. Dia menoleh pada Chasel dengan mengangkat satu alisnya. “Kenapa ada banyak wartawan? Ada artikel buruk lagi tentang gue?” “Lo nggak baca forum?” tanya Chasel seraya mengeluarkan ponsel dan menunjukkan satu artikel itu pada Haruna. “Masalah Cherly sengaja nampar lo
“Dia tau masalah perjodohan kita?” tanya Haruna dengan suara pelan karena masih tidak mempercayai kalau Chasel tau tentang perjodohannya. Karena wanita itu yakin kalau Chasel tau, ia akan sangat marah.“Dia tau kalo gue sodara lo,” jawab Ravindra yang membuat Haruna seketika menghela napas lega dan berdecak.“Sialan, lo! Gue pikir Chasel tau masalah perjodohan ini! Kalo ngomong jangan sepatah-patah!” protes Haruna yang merasa sangat kesal pada Ravindra.“Na, buruan!” teriak Chasel dari luar ruangan dan membuat Haruna segera beranjak dari duduk seraya mematikan sambungan telpon. Dia pun langsung mengganti pakaiannya dengan cepat, lalu keluar dengan senyuman menyengir saat melihat raut wajah kesal sang manager.“Lo ngapain aja di dalem? Lama bener! Ayo, buruan.” Ucap Chasel berjalan lebih dulu. Haruna segera berjalan cepat menyamakan langkah lelaki itu. “Oh, tadi sodara lo telpon. Maaf, gue angkat telponnya,” ucapnya menoleh.“Dia ngomong apa?” tanya Haruna mengingat Ravindra belum menj
“Saya ingin mengakhiri kontrak kerja sama,” ucap laki-laki setengah baya itu dengan wajah datar dan tatapan mata sedikit tajam.Haruna terlihat sangat terkejut, dia membulatkan mata sempurna, dan tak percaya dengan apa yang dia dengar. Itu artinya karier yang selama ini dia rintis akan berakhir begitu saja? Haruna yang masih bingung harus bicara apa langsung menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan.“Untuk apa saya mempertahankan artis yang tidak berkembang? Hanya bisa membuat agensi rugi! Apa kau pikir saya tidak rugi? Kau itu tidak ada kemampuan apapun, kemampuan akting mu juga kurang di mata sutradara, apa kau tidak menyadari hal itu? Kau hanya penghambat, Haruna. Bahkan, Emili rela mengalah dengan mu,” ucap Ares, CEO agensi yang membuat Haruna tampak menahan diri untuk tidak melawan atasannya meski pria itu terus berkata buruk.“Saya sudah berusaha meningkatkan akting saya, Pak, bahkan beberapa orang sudah mengakui kemampuan—”“Beberapa orang? Apakah semua sutradara mengaku
“Na, kamu jangan bikin malu mama!” ucap Adele dengan suara penuh penekanan dan membuat Haruna menatap tajam dengan tatapan sulit dipercaya. Saat ini Haruna dan sang mama berada di taman samping rumah, sehingga tidak ada orang lain yang mendengar percapakan mereka.“Ma, aku udah berapa kali bilang, aku nggak mau dijodohin! Aku juga mau fokus—”“Kamu mau fokus sama karier mu yang nggak jelas itu? Ini juga demi kebaikan mu, Na.”“No, ini untuk kebaikan mama, kan?”“Pokoknya mama nggak mau tau, kamu harus terima perjodohan ini!”“Agensi nggak ngebolehin adanya percintaan, Ma. Aku udah susah payah buat mempertahankan karier ku ini, kenapa mama nggak pernah mau ngertiin aku? Kenapa harus aku yang selalu ngertiin mama?” tanya Haruna yang sudah tidak tahan lagi dengan sikap sang mama yang selalu egois.“Buat apa kamu mempertahankan karier mu yang nggak mempunyai masa depan, Haruna? Menikah dengan lelaki kaya raya adalah keputusan yang tepat, percaya sama mama,” ucap Adele yang berusaha membuj
“Mama sejak kapan ada di sini?” tanya Ravindra yang terkejut melihat sang mama yang berdiri tak jauh dari mereka. Lelaki itu pun segera mendekat diikuti Haruna di belakang. “Ada apa, Ma?” tanyanya lagi.“Kamu nggak ngerencanain sesuatu yang aneh, kan?” tanya sang mama melihat mereka secara bergantian dengan curiga. “Rencana? Aku sama Haruna cuma ngobrol biasa,” alibi Ravindra. Namun, tampaknya wanita setengah baya itu tidak mempercayai anaknya, dan memilih menoleh pada Haruna.“Bener, Na? Anak tante nggak bikin rencana aneh, kan?” tanya Delia, mama yang membuat Haruna terdiam sejenak sampai akhirnya Ravindra sedikit menggerakkan lengan, seolah memberikan kode pada wanita itu.Haruna langsung memberikan senyuman dan menganggukkan kepala. “Iya, tante, dia nggak bikin rencana yang aneh, kok. Tante nggak perlu khawatir,” jawabnya sedikit melihat ke arah Ravindra.“Kok masih panggil tante, sih, Haruna bisa panggil dengan sebutan mama juga, bagaimanapun kalian kan segera menikah,” ucap De
“Lo yakin kalo Mama Delia nggak bakal curiga?” tanya Haruna seraya memakai sabuk pengaman dan sekilas melihat Ravindra yang sedang memainkan ponsel.“Yakin, percaya sama gue. Kalo dia sampe curiga, itu salah lo,” ucap Ravindra tanpa menoleh sedikitpun, dia masih fokus dengan ponsel hingga membuat Haruna hanya berdecak, wanita itu tidak mempermasalahkan karena dia sendiri sudah lelah.Haruna memutuskan untuk mengambil ponsel dari tas dan terkejut melihat sepuluh panggilan tak terjawab dari sang manager. Tanpa pikir panjang, wanita itu pun menelpon kembali karena takut ada hal penting.“Halo, ada apa? Maaf, tadi ponsel gue mode silent,” tanya Haruna.“Malem ini bukannya lo harus live? Masih ada waktu,” ucap Chasel membuat Haruna melihat jam tangan yang menunjukkan pukul sembilan malam.“Tolong ambilin map coklat yang ada di kursi belakang.” Ravindra yang tiba-tiba bersuara membuat Haruna refleks menutup speaker ponsel dengan membulatkan matanya lebar dan menoleh. “Kenapa?” tanya lelaki