Ravindra langsung memundurkan tubuh dan membenarkan posisi duduknya. Haruna yang masih terkejut hanya bisa diam tanpa mengatakan apapun, ia hanya bisa menggigit bibir bawahnya dan mengalihkan pandangan. Suasana canggung pun menghantui mereka berdua. “Sial, mana itu ciuman pertama gue!” gerutunya dari dalam hati.Selama perjalanan pulang, keduanya hanya diam, tidak ada obrolan apapun diantaranya sampai mobil terhenti di halaman rumah, Haruna pun segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Dia berjalan cepat untuk ke kamarnya. “Kenapa hari ini gue sial banget, sih?!”Suara ponsel yang tiba-tiba berdering membuatnya terlonjak kaget dan langsung mengambil dari saku. Haruna berdecak pelan saat melihat nama Chasel terpampang di layar. Namun, meski begitu ia segera mengangkat telpon itu.“Halo, udah sampe rumah? Kenapa lo nggak telpon gue?” “Barusan aja sampe, lumayan macet. Gue mau telpon, tapi lo duluan yang hubungi gue.”“Alasan! Sekarang lo istirahat, besok gue ke apartemen lo bua
Haruna menatap wajah Ravindra yang terlelap setelah ia berhasil memberikan obat penenang. Meski pun Ravindra tertidur seperti bayi, tangannya terus memeluk pergelangan Haruna. Wanita itu tampak pasrah meski tangan sudah terasa pegal. “Padahal kalo lo tidur … muka lo nggak keliatan galak, tapi kenapa lo selalu galak sama gue?”Suara ponsel Ravindra yang tiba-tiba berbunyi membuat wanita itu kembali kebingungan, dia ragu untuk mengambil benda itu dari saku, tapi ia ingin memastikan siapa yang menelponnya. Bagaimana kalau telpon itu penting?“Gue ambil aja deh,” ucapnya seraya mengambil ponsel itu yang ada di saku celana. “Sial, ternyata nyokapnya? Tau gitu nggak gue ambil,” sesalnya yang tak ada pilihan lain selain mengangkat telpon tersebut.“Halo, Ma, maaf, ini Haruna.”“Ravindra baik-baik saja, kan, Na?” tanya Delia dari seberang telpon dengan suara berhati-hati. Haruna lega karena dia tidak menyembunyikan masalah ini pada sang mama hingga membuatnya tak perlu berbohong.“Iya, Ma, te
Setelah membahas semua pekerjaan dengan Chasel, Haruna memilih untuk pergi ke toko buku yang tak jauh dari apartemen Ravindra. Dia sengaja mematikan ponsel agar tidak ada yang mengganggunya, termasuk Ravindra. Entah kenapa, ia sangat yakin kalau saat ini lelaki itu terus-terusan menghubunginya karena jam sudah menunjukkan pukul empat sore.Haruna tak peduli kalau Ravindra akan memakinya nanti, bahkan ia berencana untuk pulang malam sampai lelaki itu benar-benar tidur. Wanita itu menutup buku komik dan beranjak dari duduknya, ia meletakan kembali ke rak, lalu pergi keluar perpustakaan. “Mending gue ke café,” gumamnya yang melihat café ada di seberang.Namun, saat hendak melangkahkan kaki, ia seketika ingat kalau tidak membawa uang cash. “Sial, kenapa lupa bawa uang cash, sih, mana gue juga nggak bawa kartu ATM.” Haruna pun mengeluarkan ponselnya dan menyalakan kembali dengan terpaksa.“Lo sengaja menghindar dari gue?” tanya seseorang dari arah samping yang membuat refleks menoleh dan m
Hari yang sama sekali tidak ditunggu itu pada akhirnya datang juga, jelas kalau hari tersebut akan datang, dan terlihat jelas kalau Haruna dan Ravindra sendiri sama sekali tidak antusias dengan hari pernikahannya. Bahkan kalau bisa, mereka berharap kalau hari itu bisa dihilangkan saja. Sehingga ketika terbangun, mereka sudah berada di hari yang berbeda. Akan tetapi, tentu saja hal seperti itu tidak mungkin terjadi.“Kenapa nyokap lo keliatan lebih bahagia?” tanya Haruna yang mengamati raut wajah Delia dan sekilas melirik Ravindra.“Nyokap lo juga.”Haruna melihat seluruh gedung, dia lega karena semuanya berjalan sesuai dengan persyaratan yang diinginkan. Tidak ada tamu, media, ataupun pesta. Meski begitu, acara tersebut masih bisa berhasil membuat kedua belah pihak keluarga merasa sangat senang. Mereka sangat bersyukur akan pernikahan ini.Tentu saja Haruna dan Ravindra tidak termasuk ke dalam kategori tersebut. Mereka berdua sama sekali tidak senang, sampai-sampai mereka tidak bisa m
“Masih belum puas lo rebut ciuman pertama gue?!” tanya Haruna yang kembali teringat insiden itu.Dugaan lelaki itu yang benar membuatnya langsung tersenyum dan melirik sekilas ke arah Haruna dengan wajah datar. “Jadi selama ini lo nggak pernah ciuman sama siapapun? Jangan bilang … lo nggak pernah pacaran sama siapapun?”Haruna berdecak dan menatap tajam lelaki itu. “Kenapa emangnya kalo gue nggak pernah pacaran? Gue nggak kayak lo yang suka mainin hati orang!” ucapnya asal dengan senyuman seringai dan melipat kedua tangannya di depan dada.“Oh, ternyata lo diem-diem cari tau tentang gue? Lo dapet dari mana gosip itu?”“Harus banget gue kasih tau lo? Oh, lo bisa turunin gue di tepi setelah lampu merah itu,” ucap Haruna menunjuk ke arah yang ia maksud.Ravindra mengangkat satu alisnya dan menoleh menatap Haruna dari bawah sampai atas. Wanita itu yang mendadak ditatap oleh lelaki di sampingnya pun refleks langsung menyilangkan tangannya di depan dada. “Kenapa lo ngeliatin gue gitu banget
Haruna menatap semua bahan makanan yang ada di hadapannya satu persatu, dia tampak bingung harus berbuat apa. Pasalnya, ia sama sekali tidak bisa memasak. Namun, saat melihat Ravindra keluar kamar dan memperhatikan dari atas, wanita itu langsung memberikan isyarat.“Kamu jangan coba-coba minta bantuan suami mu,” peringat sang mama yang ternyata memperhatikan keduanya.“Ma, tapi—”“Apa? Jangan bilang kamu memang tidak pernah memasak?”“Haruna memang tidak pernah memasak, Ma,” ucap Ravindra yang berjalan mendekat dan membuat Haruna melotot pada lelaki itu. Dia pikir lelaki itu akan membelanya, tapi ternyata ia salah. “Itu karena aku yang melarang Haruna memasak,” lanjutnya.“Kenapa kamu melarang Haruna untuk memasak? Kamu jangan memanjakan Haruna, Rav. Sekarang dia di sini adalah istri mu, yang harus melayani dengan baik,” ujar Della memarahi Ravindra.“Ma, meskipun Haruna sekarang menjadi istri ku, tapi aku bisa memahami pekerjaan Haruna yang sangat sibuk, jadi aku tidak ingin pernikah
“Darah?” tanya Haruna yang terlihat tidak mengerti maksud Ravindra. Namun, seketika ia teringat dengan apa yang terjadi beberapa menit lalu. Dia beranjak berdiri dan melihat ke kaosnya yang dipenuhi oleh bercak darah dengan senyuman. “Oh, ini? Gue abis nolong kucing yang ketabrak.”Ravindra yang melihat itu tampak menatapnya tidak suka. “Dan lo makan tanpa mandi dulu? Atau minimal ganti baju gitu,” tanyanya yang berjalan mundur dua langkah.“Gue keburu laper.”“Tapi lo bakal bikin kotor rumah gue!”Haruna menghela napas panjang dan kembali duduk. “Iya, iya, nggak akan gue ulang.” Ravindra pun berdecih dan langsung pergi meninggalkan wanita itu tanpa berkata apapun. “Dasar iblis! Dia kayaknya nggak cuma punya dua kepribadian, tapi banyak!” kesalnya.Haruna kembali menghabiskan sisa makanannya dengan cepat dan langsung mencuci mangkok itu. Saat sudah selesai, ia baru mengamati seluruh ruangan di rumah ini yang selalu bersih. Kalau dibandingkan dengan apartemennya sangat jauh berbeda. “P
Haruna terkejut melihat banyak foto saat ia bersama dengan Ravindra, padahal dia sudah sangat berhati-hati saat keluar bersama. Entah karena ia sedang dilindungi oleh dewa atau keberuntungan sedang berpihak padanya, di foto itu wajah Ravindra tidak terlalu jelas. Wanita itu langsung mengontrol wajahnya yang panik untuk terlihat biasa saja.“Saya sudah tidak mempermasalahkan masalah mu dengan sutradara yang terjadi beberapa hari lalu, tapi ini apa? Kamu diam-diam mempunyai pacar?”Haruna beralih pada Pak Ares dengan senyuman. “Pacar? Saya tidak mempunyai pacar. Pak Ares tau sendiri kalau jadwal saya akhir-akhir ini mulai padat, saya tidak punya waktu untuk mencari pacar.”Ares menatapnya dengan tatapan tak percaya. “Kalau bukan pacar, siapa? Saya tau kalau kau anak tunggal, dan semua saudara mu ada di luar negeri, bukan?”“Dia saudara saya yang akan tinggal di sini, Pak. Kebetulan dia datang sendiri, jadi saya harus menemaninya,” jelas Haruna yang berharap kalau laki-laki setengah baya