Bab 4
.
Aluna mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, hingga ia tiba di sebuah klub yang terkenal cukup ramai setiap malam Minggu. Perempuan itu ingin melepas beban pikirannya, dan memikirkan cara agar bisa mempertemukan Hafiz dan orangtuanya. Bukan cara mempertemukan tepatnya, tapi cara agar saat mereka bertemu, lelaki itu tak merasa terhina oleh orangtuanya.
Aluna berjalan masuk ke dalam ruangan, disambut oleh penjaga di pintu masuk. Di dalam, ia disambut oleh iringan musik dan cahaya remang yang menjadi khas sebuah klub. Bahkan area dance floor sudah terlihat ramai oleh para penari yang mencari kesenangan malam.
“Wine atau Vodka?” tanya seorang bartender yang melihat Aluna datang ke hadapannya.
Seorang lelaki berwajah khas Eropa itu telah mengenal Aluna sebelumnya. Ia sudah tahu apa yang menjadi favorit perempuan itu jika berkunjung ke klub milik bosnya.
Jika Aluna sedang begitu stres, ia akan meminta Vodka dengan kadar alkohol yang lumayan tinggi, hingga membuat gadis itu sedikit mabuk. Aluna akan meminta wine saat ia hanya ingin bersenang-senang dan tak ingin mabuk. Terlepas dari itu, satu hal yang tak pernah Aluna lakukan, ia tak pernah hilang kendali saat minum alkohol, sehingga harus merelakan kesuciannya direnggut oleh orang yang baru dikenal.
Aluna tak serendah itu dalam hal menjaga diri. Sebab itu, ia selalu datang ke klub bersama teman-temannya, agar ada yang menjaga dan mengendalikan jika ia khilaf dan tak sanggup untuk mengendalikan diri.
“Tidak. Beri aku orange jus. Aku perlu menjernihkan pikiran malam ini.”
Lelaki itu mengangguk. Lalu, kedua tangannya cekatan mencampurkan aneka minuman yang dipesan oleh para pengunjung.
Perempuan yang mengenakan dres sebatas paha itu duduk sendirian di sebuah meja dekat sudut ruangan remang dan berisik itu. Bahkan lampu kerlap kerlip itu memantulkan cahaya pada kulit putihnya hingga membuat bahu itu semakin terlihat indah. Beberapa pasang mata menatap Aluna seperti memberi perhatian. Ia melihat bagaimana cara lelaki memandangnya. Namun, Aluna membuang wajahnya dan tetap memilih sendiri menikmati hening dalam pikirannya.
Sebenarnya ia berjanji akan bertemu dengan teman-temannya, tapi mereka malah tidak datang dengan berbagai macam alasan. Kepalang tanggung, Aluna telah sampai separuh jalan.
Awal mula Aluna mengenal klub malam, karena diajak oleh salah satu teman di kampusnya. Ia yang saat itu sedang sendirian di rumah, memutuskan untuk datang sekali saja. Saat itu, Aluna berjanji hanya sekali. Namun, setelah itu ia tetap kembali mencari kesenangan yang awalnya ditawarkan oleh teman-temannya.
Minuman pesanan Aluna diletakkan di meja bulat di depannya. Ia tersenyum ramah pada bartender yang mengantar minumannya.
“Thanks,” ucap Aluna sebelum lelaki itu pergi.
Aluna mengaduk minuman berwarna orange itu dengan sedotan yang disediakan. Ia benar-benar sedang banyak pikiran saat ini. Aluna tak tahu cara membuat ibu dan ayahnya menyukai Hafiz saat mereka bertemu nanti. Karena Aluna tahu persis bagaimana orangtuanya menilai sebuah kelayakan dari seseorang.
Farhan hanya melihat seseorang berdasarkan harta, dan tak jauh dari seputaran bisnis. Dalam hal itu, Aluna dan ayahnya sangat bertolak belakang. Aluna melihat orang lain berdasarkan diri seseorang, bukan hal lain.
Saat sedang memikirkan Hafiz, pandangan Aluna beralih ke pintu masuk. Beberapa detik pandangannya bertabrakan dengan dua mata hazel milik seseorang. Seorang lelaki yang membuat Aluna segera membuang pandangannya.
Masih tergambar jelas di ingatan Aluna, bagaimana raut wajah itu saat ia berkenalan dengannya. Malam itu Aluna kembali dipaksa orangtuanya untung hadir di sebuah pesta yang diadakan oleh salah satu rekan bisnis ayahnya.
Pesta yang dihadiri oleh para pebisnis, dan keluarga mereka. Terlihat sangat membosankan. Aluna berdiri sendirian di depan meja hidangan, aneka makanan dan minuman ada di sana, ia mengambil segelas minuman berwarna merah. Aluna ingin pesta segera usai dan pulang, hingga Farhan datang bersama dua orang lelaki. Lelaki paruh baya itu datang menghampiri Aluna yang sedang menikmati hidangan makanan.
Aluna mengamati mereka, teman-teman bisnis ayahnya. Seorang lelaki ditaksir usianya sama seperti Farhan. Sedangkan seorang lagi, berkisar tiga puluh tahunan.
“Oh, ini yang namanya Aluna?” tanya teman Farhan basa-basi, begitu mereka benar-benar berdiri di depan Aluna.
“Iya, Om,” jawab Aluna.
Aluna menyunggingkan sebuah senyum. Lalu, matanya sedikit melirik pada lelaki muda yang berciri di samping ayahnya. Lelaki berwajah tampan dengan rahang yang terlihat kokoh disertai bulu halus di sekitarnya. Rambutnya tertata rapi, dan pakaiannya juga terlihat mahal. Bahkan Aluna dapat mencium wangi parfum lelaki itu.
“Kenalin, ini putra saya. Sekarang dia yang lebih banyak mengurus perusahaan.” Teman Farhan yang bernama Haris itu menjelaskan tanpa ditanya. Setelah itu, Haris menatap putranya seolah mengisyaratkan sesuatu.
“Abian.” Lelaki muda di depan Aluna mengulurkan sebelah tangannya. Sementara tangan kirinya masih berada dalam saku celana berbahan kain.
“Aluna.” Aluna menyambut uluran tangan itu. Lalu, sedetik kemudian sama-sama melepaskannya diiringi senyuman yang amat terpaksa.
“Abian ini turunan dari saya. Sama-sama gila bisnis.” Dua lelaki dewasa itu terkekeh pelan, seolah obrolan mereka terdengar lucu. Sementara dalam diam Aluna terus mengamati wajah Abian.
Aluna hanya mengangguk, ia merasa tak nyaman, karena sedari tadi wajah dingin itu terpasang jelas pada lelaki muda itu. Dingin dan sama sekali tak bersahabat.
“Luna masih kuliah, semester akhir. Nanti kalau udah lulus juga bakalan ikut berbisnis seperti mamanya.” Farhan menambahkan, seolah tak ingin kalah memperkenalkan anak gadisnya di depan temannya.
Lagi-lagi Aluna tersenyum. Ia meletakkan kembali gelas minuman yang sedari tadi dipegangnya.
“Ya, kita ini udah tua. Sudah selayaknya kita wariskan untuk anak-anak. Biarkan mereka mengelola semuanya, dan kita habiskan masa tua bersama cucu kita.”
Farhan dan Haris tampak mengangguk dan saling mengiyakan, sambil terkekeh pelan. Lalu keduanya mengobrol panjang lebar. Entah apa. Mungkin bisnis.
Karena merasa bosan, Aluna pamit dari dua lelaki dewasa itu. Meninggalkan Farhan dan Haris berbicara berdua. Sedangkan lelaki yang tadi dibawa bersama mereka, sudah lebih dulu meminta izin entah ke mana.
Hingga saat Aluna tiba di rumah, insting yang tadi bekerja dan menduga, terkuak sudah apa sebenarnya.
“Namanya Abian. Abian Rajendra, satu-satunya pewaris dari keluarga terhormat Haris Rajendra.” Farhan berkata begitu ia sampai di dalam rumah. Seolah perkenalan singkat tadi tak cukup untuk Aluna. Ah, jika Aluna bisa memilih ia ingin memutar waktu dan pura-pura sakit agar tak dipaksa ke pesta.
“Ganteng dan mapan, Luna.” Renata, ibu Aluna menimpali.
Aluna menatap kedua orangtuanya dengan senyum miring. Menertawakan keinginan ibu dan ayahnya yang selalu memaksa kehendak. Ia bukan tak mengerti jalan pikiran orangtuanya, Aluna sudah cukup hapal semua keinginan dan langkah mereka.
“Menikahlah dengannya, Luna.” Akhirnya Farhan mengatakan apa yang sebenarnya ia inginkan. Mengatakan apa yang sebenarnya sudah Aluna duga sejak awal.
Renata mengangguk, meyakinkan putrinya untuk menikah dengan Abian.
Aluna menarik napas dalam. Menguatkan hati untuk tak berbicara diluar batas dengan orangtuanya.
“Aku nggak bisa, Pa, Ma.” Aluna menatap orangtuanya bergantian. Menekankan dengan kalimat singkatnya bahwa ia tak bisa dipaksa dalam hal apa pun.
“Kenapa?” tanya Farhan datar, tapi penuh penekanan.
Aluna diam. Sedikit takut ia menjawab alasannya. Namun, rasa di hatinya lebih besar dari sekadar takut pada penghakiman ayah dan ibunya.
“Luna sudah punya pilihan lain,” Aluna menatap kedua orangtuanya bergantian. Mencoba memohon kepercayaan pada mereka untuk memilih pasangan hidupnya sendiri. Itu adil.
Farhan dan Renata saling pandang. Selama ini yang mereka tahu bahwa Aluna tak pernah memiliki hubungan spesial dengan lelaki mana pun. Lalu, siapa lelaki yang telah mengisi hati putrinya itu.
“Siapa?” tanya Farhan menatap Aluna yang juga menatapnya penuh keyakinan.
“Nanti papa akan tau.”
“Dari keluarga yang bagaimana? Sekuat apa koneksinya? Bawa ia kemari, dan akan papa pertimbangkan.” Farhan berlalu dari hadapan Aluna.
“Hidup enggak melulu tentang uang, Pa. Gak melulu tentang koneksi, kekuasaan, dan semua yang ada di pikiran papa.” Aluna berucap tenang, tapi begitu mengganggu di telinga ayahnya, hingga membuat lelaki itu kembali berbalik.
“Suatu saat kamu akan mengerti, apa pentingnya itu semua.”
“Penting buat siapa, Pa? Luna atau papa sendiri?” tantang Aluna.
“Jaga ucapanmu, Luna!” Renata mengingatkan putrinya yang telah keterlaluan.
“Papa pernah nggak mikirin perasaan Luna? Papa pengen Luna bahagia atau sengsara sih sebenarnya?”
“Papa hanya ingin yang terbaik untukmu.” Suara Farhan meninggi. Ia tak habis pikir dengan putrinya itu, menolak lelaki seperti Abian. Lalu, lelaki seperti apa yang ia sukai?
Menurut orang tua Aluna, pernikahan karena bisnis juga tidak buruk. Seperti yang Farhan lakukan dengan Renata dulu. Awalnya memang terasa canggung menerima, tapi saat terbiasa akan lahir getaran-getaran cinta dalam hati keduanya, terus mekar hingga ada Aluna diantara keduanya.
“Pa, Ma, dengar!” perintah Aluna, hingga Farhan dan Renata menanti apa yang akan dikatakan Aluna.
“Luna gak akan nikah sama Abian.” Aluna berkata pelan, seperti mengeja setiap kata dengan penuh penekanan. Berharap keduanya mengerti.
Farhan mendekat pada putrinya, menatap Aluna dengan wajah merah padam.
“Selama kamu masih menjadi anakku, turuti semua kataku.” Farhan benar-benar menaiki tangga setelah mengatakan itu. Meninggalkan Aluna dengan rasa putus asanya.
Mata Aluna mulai menghangat. Perlahan bulir air mata mengalir di pipinya. Ia merasa sama sekali tak ada arti untuk orangtuanya.
*
Aluna kembali menatap seorang lelaki di salah satu meja di ruang club itu. Lelaki yang duduk sendirian sambil menikmati minumannya. Aluna meminum satu tegukan terakhir dari sedotannya, setelah itu memilih pergi dari klub yang semakin ramai.
Aluna tak bisa melihat wajah yang tak bersahabat dengannya itu, ia merasa muak. Abian seolah berpikir bahwa hanya dirinya yang tak setuju dijodohkan dengannya. Padahal Aluna lebih tak setuju dengan keputusan itu.
Saat mendekati pintu keluar, tiba-tiba Aluna merasa kepalanya begitu berat. Mata juga terasa sangat berat seolah meminta untuk terpejam. Ia mencoba mengerjap agar matanya tetap terbuka. Perlahan kepalanya berputar merasakan pusing. Namun, ia masih bisa mendengar suara seorang lelaki yang tiba-tiba merangkul bahunya.
“Dia pacar saya, Mas.”
PERJANJIAN DUA AKAD PART 5 🍁🍁🍁 Aluna terjaga, tapi terasa sulit untuk membuka mata. Ia masih merasakan kepalanya berat, pusing dan badannya yang terasa lemas. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan berat berharap rasa pusingnya segera hilang. Dalam pejaman matanya, Aluna berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Apa yang ia makan hingga menjadi seperti itu. Perlahan ia membuka mata, dan seketika ia bergerak menjauh saat melihat seorang lelaki bertelanjang dada sedang tertidur pulas di sampingnya. Aluna spontan berteriak, hingga membuat lelaki itu terbangun. Lelaki yang terakhir kali dilihat Aluna sedang menikmati minumnya di sebuah klub yang sama dengannya. Abian Rajendra mengerjapkan mata, mencoba menyesuaikan cahaya dengan matanya sambil memegangi kepalanya. “Sialan! Kamu ngapain di sini, kamu apakan aku, hah?” cecar Aluna menyerang tubuh kekar lelaki itu. Abian yang tak siap menerima serangan, hanya bisa menahan pukulan Aluna dengan dua tangannya. Lelaki itu terban
JANJI DUA AKADPART 6🍁🍁🍁Abian dan Aluna telah membuat kesepakatan tentang perubahan tubuh Aluna. Perempuan itu akan mengabarkan apa saja yang terjadi setelah malam itu. Tepatnya jika Aluna hamil atau tidak, karena itu cukup membuktikan bahwa mereka memang tidak melakukan apa pun dan murni dijebak.Seminggu kemudian, Aluna baru bisa bernapas lega saat ia mendapat tamu bulanan seperti biasanya. Aluna tak mengalami tanda-tanda kehamilan. Ia juga membeli beberapa test pack untuk mengecek kehamilan, tapi tidak ada garis yang berubah dari sana.Aluna benar-benar bisa tersenyum saat melihat benda itu di tangannya. Itu artinya ia tak kehilangan segalanya dan akan berakhir dengan masa depan yang suram.“Aku baru saja dapat tamu bulanan. Aku nggak hamil.”Aluna segera menghubungi Abian, agar lelaki itu tahu berita penting tentang ini. Tak bisa disembunyikan, keduanya benar-benar merasa lega dengan kenyataan yang mereka dapat. Tersenyum karena tak akan terpaksa harus menikah karena tragedi
PERJANJIAN DUA AKADPART 7🍁🍁🍁Abian tak bisa membuktikan bahwa ia dan Aluna dijebak dalam sebuah kamar di hotel. Ia tak bisa membawa sang pelaku dalam kurun waktu satu kali dua puluh empat jam. Lelaki itu membanting ponselnya ke atas kasur, setelah beberapa menit lalu menerima panggilan dari utusannya yang ditugaskan untuk mencari tahu tentang kejadian malam itu.“Terlalu banyak orang di klub malam itu, Pak. Tidak ada yang merasa melihat orang mencurigakan.”Lelaki suruhan Abian memberitahu. Ia datang ke klub di mana Abian dan Aluna sempat menikmati malam mereka. Tidak ada yang bisa bersaksi atas kejadian itu. Malam itu klub terlalu ramai, dan tidak ada yang tahu mereka datang dari mana saja. Karena layaknya sebuah klub bebas didatangi oleh siapa saja.Abian benar-benar menyesal karena datang ke klub malam itu. Seharusnya kejadian itu tak terjadi andai saja ia tak mengabaikan nasihat seseorang. Seseorang yang begitu spesial dalam hidupnya.“Berjanjilah untuk tidak mabuk lagi, untu
PERJANJIAN DUA AKADPART 8🍁🍁🍁Dua hari kemudian, Abian terpaksa bertunangan dengan Aluna. Semuanya disiapkan dalam waktu yang singkat. Termasuk hati keduanya yang dipaksa menerima keadaan.Acara pertunangan berlangsung dengan lancar. Hanya saja kedua calon pengantin sama-sama tak memberikan ekspresi kebahagiaan. Bahkan ketika Abian memasangkan cincin pada jari manis milik Aluna, lelaki itu masih berwajah datar, hingga tatapan tajam Haris dan wajah sendu sang ibu membuatnya terpaksa menyunggingkan senyuman. Seolah tengah mengumumkan kebahagiaan pada semua yang hadir.“Kau yakin ingin menikah denganku?” tanya Abian pada Aluna.Setelah acara pertunangan dan semua tamu telah pulang, keduanya menghabiskan waktu sejenak di taman belakang rumah Aluna. Menghabiskan waktu untuk saling mengungkapkan keterpaksaan dan benci atas keadaan ini.Aluna tersenyum miring mendengar pertanyaan dari Abian. Ia menatap lelaki yang kini berdiri di depannya, sedangkan Aluna duduk di sebuah kursi taman di
PERJANJIAN DUA AKADPART 9🍁🍁🍁“Saya terima nikah dan kawinnya Aluna Namira binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.”Dalam sekali tarikan napas, Abian mengucapkan ijab kabul di depan wali, dan para saksi atas pernikahannya dengan Aluna. Pernikahan tanpa cinta yang terjadi karena sebuah kesalahan yang tak pernah mereka lakukan.Pernikahan yang akan mempererat hubungan bisnis orangtua mereka masing-masing. Bukan pernikahan impian untuk mempererat hubungan sepasang pengantin yang baru saja memulai kehidupan baru seperti orang lain.Aluna yang duduk di dekat ibunya meneteskan air mata. Ia menggigit bibirnya sendiri agar isakan tertahan tak keluar dari mulutnya. Biarlah orang yang melihatnya menangis akan mengira ia menangis karena terharu. Terharu karena telah berganti status menjadi seorang istri. Memulai kehidupan baru dan mengarungi rumah tangganya.Biarlah orang melihat seperti itu, karena mereka hanya punya mata untuk melihat. Bukan hati yang peka untuk merasa apa ya
PERJANJIAN DUA AKADPART 10🍁🍁🍁Setelah menikah, Aluna dan Abian tinggal di hotel selama dua hari. Orangtua keduanya ingin mereka untuk saling kenal satu sama lain dan mengisi hari dengan lebih dekat. Mereka ingin anak-anaknya menikmati waktu berdua.“Pengen bulan madu ke mana?” tanya Haris pada Abian sebelum menikah.Abian mengangkat dua alisnya menatap Haris. Ia sama sekali tak memikirkan hal itu dengan Aluna. Ia sama sekali tak terpikirkan untuk meninggalkan Jakarta dan berbulan madu ke luar negeri atau bahkan luar daerah. Menikah dengannya saja sebuah takdir pahit yang terpaksa ia jalani.“Gak ke mana-mana,” jawab Abian datar.“Harus, Abian.” Abian mengusap rambutnya frustasi. Ia heran menatap orangtuanya yang selalu memaksakan kehendak.“Pa, bukankah Aluna lagi semester akhir? Papa mau dia ulang mata kuliah dengan bulan madu yang sungguh bullshit ini?” Abian mengecilkan volume suaranya, karena jika ibunya mendengar, itu akan melukai hatinya dan menambah beban pikirannya.Seje
PERJANJIAN DUA AKADPART 11🍁🍁🍁“Assalamu’alaikum,” ucap sebuah suara di depan pintu. Hening. Aluna mencoba kembali memastikan suara seorang perempuan yang memberi salam. Ia sendiri sedang mencuci piring di dapur. Hari telah menjelang sore, ia mengerjakan tugas rumah seperti biasanya setelah pulang dari kampus.Aluna keluar dari dapur demi melihat siapa yang datang dan memberi salam. Saat ia melangkah ke pintu, ia melihat seorang perempuan menenteng sebuah tas di tangan kanannya, berdiri di depan pintu masuk. Sementara di baliknya baru muncul Abian dengan jas yang tersampir di lengannya.“Ini yang aku bilang kemarin,” kata Abian menoleh pada gadis di sampingnya.“Tadi aku langsung ambil dari agennya, katanya baru tiba di Jakarta. Jadi sekalian aja aku bawa ke sini daripada nyasar,” terang Abian pada Aluna membuat istrinya hanya mengangguk.Aluna sejenak terpaku. Ia seperti tidak sedang melihat seorang pembantu yang Abian bawa ke rumahnya. Gadis itu terlihat cantik, dan lebih cocok
PERJANJIAN DUA AKADPART 12🍁🍁🍁Aluna tak menceritakan semuanya pada orangtuanya. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi jika ia bercerita pada ayah dan ibunya. Pertama, orangtuanya tak akan percaya pada dirinya, menganggap Aluna berbohong karena ingin keluar dari pernikahan yang terpaksa itu. Kedua, orangtua Aluna akan percaya, dan menghukum keduanya tanpa bisa ditebak akan seperti apa. Ia tak akan mendapatkan cinta Abian, malah semakin dibenci, karena belum tentu saat semua terungkap lelaki itu akan memilih Aluna.Aluna memilih untuk bertahan hingga batas waktu yang tak bisa ditentukan. Ia tak ingin menyandang status janda dari pernikahan yang belum seumur jagung.Perempuan itu pernah bertanya-tanya pada diri sendiri tentang gadis yang dicintai Abian. Sebelum menikahi Aluna, lelaki itu dengan tegas mengakui telah memiliki kekasih. Bodohnya Aluna mengira itu hanya sebatas pacar, tanpa ada ikatan yang sah. Ia berpikir bahwa peluang masih besar pada dirinya.Aluna masih duduk di depa
Bab 22.Minggu, Osaka.Siang ini Aluna dan Hafiz keluar dari hotel menuju mesjid tempat mereka dulunya biasa ikut kajian. Hari ini jadwal kajian bulanan mereka di Jepang.Setelah kajian, keduanya meminta teman-teman lainnya untuk tidak pulang dulu, karena mereka mengadakan tasyakuran atas pernikahannya. Hanya sekadar untuk memberitahu bahwa mereka telah menikah.“Diam-diam nikah nih ya,” kata salah satu teman Aluna.Aluna yang mendengar itu hanya bisa menatap Hafiz, dan keduanya tersenyum.Diam-diam nikah katanya, mereka tidak tahu apa saja yang telah dilalui keduanya.Meskipun mereka sudah seperti keluarga baru bagi Aluna, tapi cukuplah mereka tahu hal-hal baru saja tentangnya.“Oh ternyata Hafiz pulang ke Indo buat nikah nih,” goda teman Hafiz lainnya.“Iyalah, emangnya kamu jomblo terus!”“Lah, kamu sama aja!”“Beda!”“Beda apanya?”“Kelas kita beda. Kamu pemula, kalau aku mah senior.”“Senior jomblo, ah ngenes!”Suasana jadi lebih hangat karena candaan-candaan mereka. Karena sont
Bab 21.“Saya terima nikahnya Aluna Namira Hussein binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.” Hafiz mengucapkan itu dalam sekali tarikan napas.Ada keyakinan, keteguhan, dan kebahagiaan dalam nadanya.Aluna duduk di samping mama yang masih menggunakan kursi roda itu, di sampingnya juga ada Sisil, sahabat terbaiknya.“Sah?” tanya bapak penghulu kepada semua saksi.Mereka mengangguk dengan tersenyum sambil mengatakan, “sah!”“Alhamdulillah …,” seru orang-orang yang berhadir di sana secara bersamaan.Ada yang mengalir begitu sejuk di hati Aluna saat Hafiz berulang kali menatapnya sebelum ia menjabat tangan penghulu. Juga saatbini, setelah para saksi mengatakan mereka telah sah menjadi suami istri.Mengalir ketenangan akan sebuah keyakinan pada lelaki yang menikahinya.Apalagi kini Hafiz mendekat padanya, sejenak keduanya saling menatap dalam rasa bahagia.Hafiz memegang puncak kepala Aluna dan melafalkan doa setelah ijab kabul. Doa untuk sepasang pengantin yang benar-benar m
Bab 20.Hari itu tepat setelah keputusan sidang perceraian Aluna, saat semuanya telah selesai dan pulang, Abian menghubungi papa Aluna dan meminta waktu untuk bertemu.Farhan mengiyakan karena Abian bilang ada hal yang penting untuk dibicarakan. Sebagai seorang ayah juga seorang lelaki, Farhan memang sakit hati pada Abian, tapi kembali lagi bahwa pada dasarnya ia dan orangtua Abian sendiri yang salah.Seharusnya mereka tak memaksakan kehendak untuk kepentingan diri sendiri. Harusnya sejak awal mereka sadar bahwa seringkali tak ada yang berujung indah dari sebuah pemaksaan. Apalagi urusan hati.Keduanya bertemu di sebuah restoran mewah, dan berbicara setelah selesai makan.“Meskipun berulang kali, aku gak pernah bosan minta maaf pada papa atas apa yang kulakukan untuk Aluna. Aku baru paham ketika aku memiliki Hulya, dan aku gak bisa terima jika ada lelaki yang memperlakukan Hulya seperti aku memperlakukan Aluna. Maaf, Pa …,” ucap Abian panjang lebar.Sudah berulang kali ia meminta maa
Bab 19.Aluna maaf … aku tidak jadi pulang. Aku akan menikah.Aluna membelalakkan mata membaca pesan itu, lalu perlahan matanya mulai meredup. Ada yang terasa perih dalam dadanya.Apa maksudmu, Hafiz? Aku menunggumu sejak tadi.Aluna membalas pesan itu. Namun, sayangnya tak ada lagi balasan Hafiz setelah itu. Hanya pesan yang tercentang dua warna biru, menyisakan rasa yang teramat menyakitkan dalam hati Aluna.Perlahan raut wajahnya berubah, matanya kembali basah. Ia tak menyangka Hafiz akan memberikan luka baru untuknya. Ternyata semua lelaki sama saja, hanya menyisakan trauma bagi Aluna.Lalu, bagaimana ia kini menyembuhkan luka-luka dalam hatinya, disaat lelaki yang ia anggap adalah obat, nyatanya sama saja menyuguhkan racun paling mematikan. Mematikan jiwa dan rasa cintanya.Aluna menangkupkan dua telapak tangan di wajahnya. Ia benar-benar menangis, tak peduli ada banyak orang yang melihatnya. Ia tak habis pikir dengan jalan takdirnya.Bahkan saat ini ia masih duduk di tempat sem
Bab 18.Aku sudah bebas, Hafiz. Aku juga sudah selesai masa Iddah.Aluna mengirimkan sebuah chat beserta gambar surat cerai untuk Hafiz. Iya, dia memang ingin memberitahu Hafiz bahwa ia bebas sekarang.Gimana perasaanmu? Hafiz membalas chat Aluna.Jangan ditanya. Aku lega luar biasa. Sekarang aku menantikan nasib baru yang lebih bahagia.Kembali Aluna membalas chat Hafiz. Harusnya tak perlu ditanya, karena Aluna sudah pernah menjelaskan hal ini pada Hafiz sebelumnya.Lusa, aku akan pulang!Kata Hafiz pada akhirnya. Membaca sebaris kalimat itu membuat Aluna bahagia luar biasa.Apa alasanmu pulang adalah aku?Aluna bertanya lagi.Kamu pasti sudah tau itu!Jawab Hafiz.Kupastikan kali ini kita tak akan terhalang restu.Aluna mengakhiri chatnya dengan kalimat itu.Hari ini, tepat pukul lima sore hari, Aluna sudah tiba di bandara demi menunggu kepulangan Hafiz.Beberapa kali ia bahkan melirik ke pintu kedatangan, tapi sayangnya Hafiz belum kelihatan.Aluna tetap menunggu.Ingatan Aluna k
Bab 17.Seminggu setelah itu, sidang kedua perceraian Aluna dan Abian dilangsungkan kembali. Tidak ada hasil dari proses mediasi.“Saya telah diceraikan beberapa waktu yang lalu, disaksikan oleh keluarga saya,” kata Aluna pada pihak pengadilan.“Apakah benar?” tanya pihak pengadilan pada Abian.“Ya,” jawabnya.“Dari awal saya memang tidak mencintainya. Saya hanya terpaksa menikahinya. Sampai kapan pun saya merasa … tidak ada rasa cinta untuk Aluna,”“Saya tidak ingin terus menerus terjebak dalam pernikahan ini.”Begitu jawaban-jawaban Abian saat ia ditanyai oleh pihak pengadilan agama.Separuhnya kenyataan. Sementara separuhnya lagi adalah kebohongan.Ia memang tidak mencinta Aluna, menikah dengannya sebab terpaksa dengan latar belakang jebakan itu.Namun, setelah semua yang terjadi, setelah semua rasa bersalahnya menghampiri, ia merasa mulai ada rasa yang berbeda untuk Aluna.Sayangnya, waktu sudah tak lagi mendukung mereka bersama. Abian melepaskan Aluna, agar gadis itu tak melulu
Bab 16.Semalaman bermandikan hujan, membuat Abian terserang demam, dan tak bangun berhari-hari.Malam itu, ia tetap menunggu Aluna kembali keluar hingga pukul dua pagi ia masih duduk di teras rumah Aluna. Duduk dengan tangan terlipat di dada, menahan dingin dna gigil.Namun, sampai berapa lama pun, tak ada yang keluar. Aluna pun terlihat tak peduli.Beberapa kali security di rumah itu menyarankan Abian untuk pulang, tapi tak diindahkan oleh lelaki itu.Hingga akhirnya ia merasa tubuhnya begitu dingin dari sebelumnya. Ia menggigil, tapi badannya bersamaan terasa panas. Lalu, ia memutuskan pulang dan menyetir dengan cukup hati-hati.“Beri saya obat, sepertinya saya demam!” kata Abian pada asisten rumah tangganya yang saat itu memang terjaga karena sadar bahwa beberapa jam yang lalu tuan rumah pergi entah ke mana.Paginya, Abian menyuruh seorang asisten rumah tangga untuk menghubungi seorang dokter langganan di keluarganya.“Hanya demam biasa karena Anda terlalu lama di bawah hujan. Ta
Bab 15.“Selama proses mediasi, berjanjilah jangan pernah temui aku!” Aluna menegaskan pada Abian sesaat setelah mereka keluar dari ruang persidangan.Aluna yang didampingi oleh kuasa hukum telah menggugat cerai Abian di kantor pengadilan agama terdekat.Semua bukti sudah ia kumpulkan, mulai dari video saat Abian mencium Haura, saat mereka bahagia dengan kabar kehamilan itu. Video saat Abian diam-diam jalan-jalan ke cafe bersama Haura. Juga kertas perjanjian antara Aluna, Abian dan Haura yang saat itu ditulis tangan dan ditandatangani di atas materai.Aluna menyiapkan semuanya, dikumpulkan dalam satu berkas dan diserahkan pada kuasa hukumnya.Ia berharap, dalam sekali sidang gugatan perceraiannya langsung diterima. Namun, pihak pengadilan harus melakukan proses mediasi.Aluna menjelaskan tentang awal mula pernikahannya dengan Abian. Juga kebohongan-kebohongan yang terjadi dalam pernikahan itu, yang Aluna tak bisa terima.Ia juga menjelaskan posisi Abian yang sejak awal sudah bersalah
Bab 14.“Aku menepati janji, Pa!”Setelah dari rumah Aluna, Abian pulang ke rumah orangtuanya. Ia langsung masuk ke ruangan kerja sang papa dan berbicara dengan papanya.Haris berdiri di dekat jendela, memandangi entah ke arah mana fokusnya. Ia menoleh saat mendengar suara Abian.Ia mengangguk, karena tadi sudah diberitahukan oleh Farhan bahwa Aluna sudah pulang dengan selamat.“Hulya sedang tidur siang,” kata Haris seraya menatap putranya itu.Hari ini, Abian pulang setelah menepati janji untuk membawa Aluna kembali ke rumah.Ia juga sudah lama menanti hal ini. Abian sudah sangat merindukan buah cintanya bersama Haura. Kurang lebih setahun lamanya Abian tidak bertemu dengan putrinya.Abian mengangguk lesu. Ia rindu, tapi Hulya sedang tidur, sayang jika dibanguni tiba-tiba. Abian tak sabar melihat setumbuh apa putrinya sekarang.Umurnya sudah satu tahun, pasti Hulya sudah bisa berjalan dengan baik. Ia pasti sudah memiliki gigi yang lebih kuat untuk makan.Ah, Abian melewatkan semua