Bab 3
.“What a nonsense, Pa?” Aluna berkata dengan sedikit lantang. Ia terkejut dan melebarkan mata saat melihat beberapa lembar foto yang dilempar ayahnya di atas meja.“Kamu yang harusnya jelaskan, Luna?” ucap Farhan menyudutkan putrinya meminta penjelasan. Ia benar-benar tak habis pikir dengan Aluna.
Luna mengambil foto-foto itu dengan tangan yang sedikit gemetar. Ia melihat gambar dirinya dan seorang lelaki di sebuah ranjang. Keduanya tampak sedang tertidur pulas dengan selimut yang menutupi tubuh mereka hingga bagian dada. Hingga dapat terlihat bagian dada bidang milik lelaki itu, dan bahu serta leher Aluna yang putih bersih.
Shit!
Aluna mengumpat pelan, menatap nyalang ke hadapan disertai tangannya yang mengepal meremas gambar-gambar itu.
“Seseorang meletakkannya di depan rumah, mama mengambilnya, dan sekarang ia sedang tidur di kamar. Tensinya naik, dokter bilang mama kamu harus istirahat yang banyak dan tak memikirkan hal yang berat.” Panjang lebar Farhan menjelaskan. Ia benar-benar tak habis pikir dengan putri satu-satunya itu. Farhan tak menyangka Aluna akan melakukan hal seperti itu
“Ini salah paham, Pa?” Aluna membela diri. Semua yang terjadi tak seperti yang terlihat. Ia memang sedikit nakal, tapi tak sampai melakukan perbuatan cacat moral seperti itu. Aluna sama sekali tak melakukan itu, ia bukan tipe gadis yang suka menjajakan diri pada lelaki.
Aluna memang sering mendatangi klub malam bersama teman-temannya, tapi ia sama sekali tak pernah menyentuh alkohol dengan kadar tinggi yang membuat dirinya mabuk. Ia juga tak serendah itu untuk merelakan tubuhnya pada para lelaki, meski banyak yang sering menggoda. Namun, Aluna bisa menjaga dirinya dan tahu betul apa yang paling ia jaga dalam dirinya.
“Terus siapa yang ada di gambar itu? Kembaran kamu, atau hanya orang yang mirip denganmu?” tanya Farhan penuh penekanan. Ia hanya ingin Aluna mengakui semua, atau menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi, karena gambar itu jelas miliknya.
Aluna diam. Ia tak bisa menyangkal bahwa yang ada di gambar itu memang dirinya, tapi ia dan lelaki itu sama sekali tak melakukan hal keji seperti yang dipikirkan ayahnya. Abian, lelaki yang selama ini dijodohkan oleh orangtuanya untuk Aluna. Ia dan Abian tak melakukan apa pun malam itu.
“Kamu menolak untuk papa nikahkan dengannya secara baik-baik, tapi malah tidur dengannya seperti itu, tanpa ikatan. Apa yang ada di pikiranmu, Luna?” bentak sang ayah dengan suara yang menakutkan bagi Aluna.
Aluna menatap ayahnya, ia tak menyangka jika ayahnya sama sekali tak percaya dengan pembelaannya. Bukti itu terlalu kuat untuk menyangkal dari kenyataan, dan pernyataan sang ayah juga terdengar begitu merendahkan harga dirinya.
“Papa malu, Luna.” Farhan berucap lirih. Bahkan Aluna bisa melihat sorot kecewa dari mata itu.
“Coba pikirkan bagaimana kalau sampai gambar-gambar ini menyebar ke media sosial. Menyebar ke kantor, ke semuanya. Mau taruh di mana muka papa?” Farhan memijit kepalanya yang terasa berat. Ia menggeleng kuat, tak sanggup membayangkan jika hal itu terjadi.
Aluna masih duduk dan diam. Ia sedang memikirkan untuk menghapus jejak foto itu, juga menemukan siapa pelaku dibalik itu semua.
Keduanya saling diam, hening menjadi suasana paling mencekam saat anak dan ayah itu tak lagi saling bicara, karena terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing.
Hingga bunyi ponsel Farhan mengambil alih suasana.
“Hentikan penyebarannya, cari siapa pelakunya!” ucap Farhan dengan nada dingin.
Farhan menyuruh asistennya untuk menghentikan jika gambar-gambar itu disebarluaskan dan bisa mempermalukan keluarga, juga nama baik yang tersemat padanya. Farhan Adijaya akan hancur citranya seketika saat semua gambar itu menyebar luas di sosial media. Bahkan lelaki berusia empat puluh tahun itu tak sanggup membayangkan kekuatan netizen yang akan merusak mentalnya dan keluarga, terutama Aluna yang akan terus digunjingkan.
Perusahaan yang besar sanggup ia jaga dan pelihara, anak gadis sendiri ia biarkan terjerumus ke dalam lembah nista. Mungkin itu salah satu kalimat yang akan berdengung di bibir masyarakat untuk Farhan.
Aluna menunduk, diam sejenak, lalu mengacak rambutnya frustasi. Ia berjanji tak akan memaafkan siapa pun yang melakukan itu untuknya.
“Tak ada jalan lain, Luna. Mau atau tidak kamu harus menikah dengannya. Itu keputusan terakhir. Kita bisa putar balikkan fakta.”
Aluna tercengang mendengarnya. Ia mendongak demi melihat keseriusan ucapan sang ayah dan berharap hanya mimpi dan ketakutannya. Namun, lelaki itu tak goyah, binar di matanya menunjukkan ia sedang tidak membual dengan ucapannya.
Farhan memutuskan untuk menikahkan Aluna dengan Abian setelah berpikir lama. Pun dari awal kedua belah pihak keluarga itu telah berencana menjodohkan mereka, meskipun Aluna dan Abian selalu menolak.
Farhan harus menyiapkan diri jika sewaktu-waktu gambar-gambar itu menyebar. Ia bisa mengendalikan keadaan dan mengatakan bahwa Aluna dan lelaki yang di gambar itu sudah menikah dan para penyerang tidak akan membantahnya. Malahan Farhan bisa menuntunlt balik mereka yang menuduh atas pencemaran nama baik.
“Gak bisa gitu, Pa. Luna masih kuliah, masih semester akhir yang tentu berat banget. Papa gak bisa memutuskan sepihak!” Suara Aluna sedikit meninggi. Ia merasa prinsip hidup yang selama ini dibangun, dipaksa berbelok oleh orang lain. Prinsip untuk memilih dan menentukan jalan hidupnya sendiri, termasuk tentang pernikahan dan siapa yang akan menikah dengannya.
Berulangkali Farhan meminta Aluna untuk menikah dengan salah satu anak dari rekan bisnis sekaligus sahabatnya, salah satunya lelaki yang ada di gambar itu, Abian. Gambar yang bagiannya sudah teremas oleh tangan Aluna.
“Tidak mau menikah, tapi menjajakan diri seperti itu pada lelaki?” teriak Farhan pada Aluna. Ia berharap anak gadisnya itu sadar atas perbuatannya.
“Pa!” Aluna ikut meninggikan suara pada lelaki yang telah memberinya kehidupan. Perempuan itu meneteskan air mata. Bukan karena takdir yang begitu menyakitkan, tapi karena kehilangan kepercayaan dari orang yang selama ini dipercayai akan membelanya.
“Apa, Luna?” tanya Farhan dengan nada datar. Suaranya tak lagi meninggi karena ia melihat putrinya menangis.
“Kamu mau tunggu mama kembali stroke? Atau mau tunggu foto itu tersebar dan bikin malu. Atau mau nunggu para musuh bisnis papa di luar sana mengambil peluang dan menyerang?” Farhan membuka pikiran Aluna atas kemungkinan yang akan terjadi.
“Pikirkan itu, Luna. Pikirkan!” tegas Farhan. Lalu, lelaki itu pergi menemui istrinya yang terbaring lemah di kamarnya.
Aluna benar-benar frustasi dengan keadaan itu. Bagaimana pun, ia tak bisa bertanggung jawab atas apa yang tidak dilakukannya. Namun, satu sisi ia juga tak bisa mengendalikan keadaan apalagi jika ibunya harus terbaring kembali di ranjang rumah sakit.
Renata, ibu Aluna mengalami gejala stroke ringan. Perempuan itu pernah dilarikan ke rumah sakit karena terjatuh secara tiba-tiba. Jika Aluna egois, bisa saja ia akan mengantar ibunya kembali ke rumah sakit. Ia tak ingin hal itu terjadi.
Farhan meninggalkan Aluna yang kembali menangis menatap gambar di depannya. Ia ingin memberikan waktu untuk Aluna berpikir akan keputusannya.
*
Minggu malam, seperti kebiasaan Aluna sebelumnya, perempuan itu mendatangi sebuah klub yang terkenal ramai. Ia datang seorang diri karena teman-temannya tak bisa hadir malam itu. Aluna ingin melepas penat dan beban pikiran yang kusut. Beban kuliah, juga beban permintaan sang ayah yang selalu menyuruhnya menikah dengan anak dari rekan bisnisnya. Semua itu membuat pikiran Aluna menjadi stres.
Aluna merasa orangtuanya terlalu egois, hanya memikirkan bagaimana bisnisnya berkembang pesat. Sama sekali tak memikirkan bagaimana perasaan Aluna yang ingin hidup tanpa diatur oleh orang lain.
Aluna akan menikah, ia akan mengakhiri masa kesendiriannya, tapi dengan lelaki pilihannya sendiri. Bukan dengan paksaan dan atas dasar memperkuat bisnis.
Aluna sebenarnya sudah memiliki pilihan, tapi ia tak tahu cara mengenalkan pada orangtuanya. Takut jika ayah dan ibunya tak bisa menerima, karena lelaki itu tidak berasal dari keluarga pebisnis seperti keluarganya. Lelaki itu hanya anak dari seorang penjual makanan di kantin kampusnya.
Namun, entah mengapa Aluna merasa begitu nyaman di dekatnya. Meskipun lelaki itu tidak pernah kuliah, tapi cara ia berbicara terkadang melebihi etika teman-teman Aluna yang mengenyam pendidikan tinggi.
Hafiz namanya. Lelaki biasa yang telah mencuri hati Aluna. Namun, Aluna sendiri bingung bagaimana cara mencuri hati ayahnya untuk setuju. Ia tak butuh persetujuan pada siapa cinta itu dituju, tapi ia butuh restu atas cinta yang tumbuh di hati.
Bab 4 . Aluna mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, hingga ia tiba di sebuah klub yang terkenal cukup ramai setiap malam Minggu. Perempuan itu ingin melepas beban pikirannya, dan memikirkan cara agar bisa mempertemukan Hafiz dan orangtuanya. Bukan cara mempertemukan tepatnya, tapi cara agar saat mereka bertemu, lelaki itu tak merasa terhina oleh orangtuanya. Aluna berjalan masuk ke dalam ruangan, disambut oleh penjaga di pintu masuk. Di dalam, ia disambut oleh iringan musik dan cahaya remang yang menjadi khas sebuah klub. Bahkan area dance floor sudah terlihat ramai oleh para penari yang mencari kesenangan malam. “Wine atau Vodka?” tanya seorang bartender yang melihat Aluna datang ke hadapannya. Seorang lelaki berwajah khas Eropa itu telah mengenal Aluna sebelumnya. Ia sudah tahu apa yang menjadi favorit perempuan itu jika berkunjung ke klub milik bosnya. Jika Aluna sedang begitu stres, ia akan meminta Vodka dengan kadar alkohol yang lumayan tinggi, hingga membuat gadis itu
PERJANJIAN DUA AKAD PART 5 🍁🍁🍁 Aluna terjaga, tapi terasa sulit untuk membuka mata. Ia masih merasakan kepalanya berat, pusing dan badannya yang terasa lemas. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan berat berharap rasa pusingnya segera hilang. Dalam pejaman matanya, Aluna berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Apa yang ia makan hingga menjadi seperti itu. Perlahan ia membuka mata, dan seketika ia bergerak menjauh saat melihat seorang lelaki bertelanjang dada sedang tertidur pulas di sampingnya. Aluna spontan berteriak, hingga membuat lelaki itu terbangun. Lelaki yang terakhir kali dilihat Aluna sedang menikmati minumnya di sebuah klub yang sama dengannya. Abian Rajendra mengerjapkan mata, mencoba menyesuaikan cahaya dengan matanya sambil memegangi kepalanya. “Sialan! Kamu ngapain di sini, kamu apakan aku, hah?” cecar Aluna menyerang tubuh kekar lelaki itu. Abian yang tak siap menerima serangan, hanya bisa menahan pukulan Aluna dengan dua tangannya. Lelaki itu terban
JANJI DUA AKADPART 6🍁🍁🍁Abian dan Aluna telah membuat kesepakatan tentang perubahan tubuh Aluna. Perempuan itu akan mengabarkan apa saja yang terjadi setelah malam itu. Tepatnya jika Aluna hamil atau tidak, karena itu cukup membuktikan bahwa mereka memang tidak melakukan apa pun dan murni dijebak.Seminggu kemudian, Aluna baru bisa bernapas lega saat ia mendapat tamu bulanan seperti biasanya. Aluna tak mengalami tanda-tanda kehamilan. Ia juga membeli beberapa test pack untuk mengecek kehamilan, tapi tidak ada garis yang berubah dari sana.Aluna benar-benar bisa tersenyum saat melihat benda itu di tangannya. Itu artinya ia tak kehilangan segalanya dan akan berakhir dengan masa depan yang suram.“Aku baru saja dapat tamu bulanan. Aku nggak hamil.”Aluna segera menghubungi Abian, agar lelaki itu tahu berita penting tentang ini. Tak bisa disembunyikan, keduanya benar-benar merasa lega dengan kenyataan yang mereka dapat. Tersenyum karena tak akan terpaksa harus menikah karena tragedi
PERJANJIAN DUA AKADPART 7🍁🍁🍁Abian tak bisa membuktikan bahwa ia dan Aluna dijebak dalam sebuah kamar di hotel. Ia tak bisa membawa sang pelaku dalam kurun waktu satu kali dua puluh empat jam. Lelaki itu membanting ponselnya ke atas kasur, setelah beberapa menit lalu menerima panggilan dari utusannya yang ditugaskan untuk mencari tahu tentang kejadian malam itu.“Terlalu banyak orang di klub malam itu, Pak. Tidak ada yang merasa melihat orang mencurigakan.”Lelaki suruhan Abian memberitahu. Ia datang ke klub di mana Abian dan Aluna sempat menikmati malam mereka. Tidak ada yang bisa bersaksi atas kejadian itu. Malam itu klub terlalu ramai, dan tidak ada yang tahu mereka datang dari mana saja. Karena layaknya sebuah klub bebas didatangi oleh siapa saja.Abian benar-benar menyesal karena datang ke klub malam itu. Seharusnya kejadian itu tak terjadi andai saja ia tak mengabaikan nasihat seseorang. Seseorang yang begitu spesial dalam hidupnya.“Berjanjilah untuk tidak mabuk lagi, untu
PERJANJIAN DUA AKADPART 8🍁🍁🍁Dua hari kemudian, Abian terpaksa bertunangan dengan Aluna. Semuanya disiapkan dalam waktu yang singkat. Termasuk hati keduanya yang dipaksa menerima keadaan.Acara pertunangan berlangsung dengan lancar. Hanya saja kedua calon pengantin sama-sama tak memberikan ekspresi kebahagiaan. Bahkan ketika Abian memasangkan cincin pada jari manis milik Aluna, lelaki itu masih berwajah datar, hingga tatapan tajam Haris dan wajah sendu sang ibu membuatnya terpaksa menyunggingkan senyuman. Seolah tengah mengumumkan kebahagiaan pada semua yang hadir.“Kau yakin ingin menikah denganku?” tanya Abian pada Aluna.Setelah acara pertunangan dan semua tamu telah pulang, keduanya menghabiskan waktu sejenak di taman belakang rumah Aluna. Menghabiskan waktu untuk saling mengungkapkan keterpaksaan dan benci atas keadaan ini.Aluna tersenyum miring mendengar pertanyaan dari Abian. Ia menatap lelaki yang kini berdiri di depannya, sedangkan Aluna duduk di sebuah kursi taman di
PERJANJIAN DUA AKADPART 9🍁🍁🍁“Saya terima nikah dan kawinnya Aluna Namira binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.”Dalam sekali tarikan napas, Abian mengucapkan ijab kabul di depan wali, dan para saksi atas pernikahannya dengan Aluna. Pernikahan tanpa cinta yang terjadi karena sebuah kesalahan yang tak pernah mereka lakukan.Pernikahan yang akan mempererat hubungan bisnis orangtua mereka masing-masing. Bukan pernikahan impian untuk mempererat hubungan sepasang pengantin yang baru saja memulai kehidupan baru seperti orang lain.Aluna yang duduk di dekat ibunya meneteskan air mata. Ia menggigit bibirnya sendiri agar isakan tertahan tak keluar dari mulutnya. Biarlah orang yang melihatnya menangis akan mengira ia menangis karena terharu. Terharu karena telah berganti status menjadi seorang istri. Memulai kehidupan baru dan mengarungi rumah tangganya.Biarlah orang melihat seperti itu, karena mereka hanya punya mata untuk melihat. Bukan hati yang peka untuk merasa apa ya
PERJANJIAN DUA AKADPART 10🍁🍁🍁Setelah menikah, Aluna dan Abian tinggal di hotel selama dua hari. Orangtua keduanya ingin mereka untuk saling kenal satu sama lain dan mengisi hari dengan lebih dekat. Mereka ingin anak-anaknya menikmati waktu berdua.“Pengen bulan madu ke mana?” tanya Haris pada Abian sebelum menikah.Abian mengangkat dua alisnya menatap Haris. Ia sama sekali tak memikirkan hal itu dengan Aluna. Ia sama sekali tak terpikirkan untuk meninggalkan Jakarta dan berbulan madu ke luar negeri atau bahkan luar daerah. Menikah dengannya saja sebuah takdir pahit yang terpaksa ia jalani.“Gak ke mana-mana,” jawab Abian datar.“Harus, Abian.” Abian mengusap rambutnya frustasi. Ia heran menatap orangtuanya yang selalu memaksakan kehendak.“Pa, bukankah Aluna lagi semester akhir? Papa mau dia ulang mata kuliah dengan bulan madu yang sungguh bullshit ini?” Abian mengecilkan volume suaranya, karena jika ibunya mendengar, itu akan melukai hatinya dan menambah beban pikirannya.Seje
PERJANJIAN DUA AKADPART 11🍁🍁🍁“Assalamu’alaikum,” ucap sebuah suara di depan pintu. Hening. Aluna mencoba kembali memastikan suara seorang perempuan yang memberi salam. Ia sendiri sedang mencuci piring di dapur. Hari telah menjelang sore, ia mengerjakan tugas rumah seperti biasanya setelah pulang dari kampus.Aluna keluar dari dapur demi melihat siapa yang datang dan memberi salam. Saat ia melangkah ke pintu, ia melihat seorang perempuan menenteng sebuah tas di tangan kanannya, berdiri di depan pintu masuk. Sementara di baliknya baru muncul Abian dengan jas yang tersampir di lengannya.“Ini yang aku bilang kemarin,” kata Abian menoleh pada gadis di sampingnya.“Tadi aku langsung ambil dari agennya, katanya baru tiba di Jakarta. Jadi sekalian aja aku bawa ke sini daripada nyasar,” terang Abian pada Aluna membuat istrinya hanya mengangguk.Aluna sejenak terpaku. Ia seperti tidak sedang melihat seorang pembantu yang Abian bawa ke rumahnya. Gadis itu terlihat cantik, dan lebih cocok
Bab 22.Minggu, Osaka.Siang ini Aluna dan Hafiz keluar dari hotel menuju mesjid tempat mereka dulunya biasa ikut kajian. Hari ini jadwal kajian bulanan mereka di Jepang.Setelah kajian, keduanya meminta teman-teman lainnya untuk tidak pulang dulu, karena mereka mengadakan tasyakuran atas pernikahannya. Hanya sekadar untuk memberitahu bahwa mereka telah menikah.“Diam-diam nikah nih ya,” kata salah satu teman Aluna.Aluna yang mendengar itu hanya bisa menatap Hafiz, dan keduanya tersenyum.Diam-diam nikah katanya, mereka tidak tahu apa saja yang telah dilalui keduanya.Meskipun mereka sudah seperti keluarga baru bagi Aluna, tapi cukuplah mereka tahu hal-hal baru saja tentangnya.“Oh ternyata Hafiz pulang ke Indo buat nikah nih,” goda teman Hafiz lainnya.“Iyalah, emangnya kamu jomblo terus!”“Lah, kamu sama aja!”“Beda!”“Beda apanya?”“Kelas kita beda. Kamu pemula, kalau aku mah senior.”“Senior jomblo, ah ngenes!”Suasana jadi lebih hangat karena candaan-candaan mereka. Karena sont
Bab 21.“Saya terima nikahnya Aluna Namira Hussein binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.” Hafiz mengucapkan itu dalam sekali tarikan napas.Ada keyakinan, keteguhan, dan kebahagiaan dalam nadanya.Aluna duduk di samping mama yang masih menggunakan kursi roda itu, di sampingnya juga ada Sisil, sahabat terbaiknya.“Sah?” tanya bapak penghulu kepada semua saksi.Mereka mengangguk dengan tersenyum sambil mengatakan, “sah!”“Alhamdulillah …,” seru orang-orang yang berhadir di sana secara bersamaan.Ada yang mengalir begitu sejuk di hati Aluna saat Hafiz berulang kali menatapnya sebelum ia menjabat tangan penghulu. Juga saatbini, setelah para saksi mengatakan mereka telah sah menjadi suami istri.Mengalir ketenangan akan sebuah keyakinan pada lelaki yang menikahinya.Apalagi kini Hafiz mendekat padanya, sejenak keduanya saling menatap dalam rasa bahagia.Hafiz memegang puncak kepala Aluna dan melafalkan doa setelah ijab kabul. Doa untuk sepasang pengantin yang benar-benar m
Bab 20.Hari itu tepat setelah keputusan sidang perceraian Aluna, saat semuanya telah selesai dan pulang, Abian menghubungi papa Aluna dan meminta waktu untuk bertemu.Farhan mengiyakan karena Abian bilang ada hal yang penting untuk dibicarakan. Sebagai seorang ayah juga seorang lelaki, Farhan memang sakit hati pada Abian, tapi kembali lagi bahwa pada dasarnya ia dan orangtua Abian sendiri yang salah.Seharusnya mereka tak memaksakan kehendak untuk kepentingan diri sendiri. Harusnya sejak awal mereka sadar bahwa seringkali tak ada yang berujung indah dari sebuah pemaksaan. Apalagi urusan hati.Keduanya bertemu di sebuah restoran mewah, dan berbicara setelah selesai makan.“Meskipun berulang kali, aku gak pernah bosan minta maaf pada papa atas apa yang kulakukan untuk Aluna. Aku baru paham ketika aku memiliki Hulya, dan aku gak bisa terima jika ada lelaki yang memperlakukan Hulya seperti aku memperlakukan Aluna. Maaf, Pa …,” ucap Abian panjang lebar.Sudah berulang kali ia meminta maa
Bab 19.Aluna maaf … aku tidak jadi pulang. Aku akan menikah.Aluna membelalakkan mata membaca pesan itu, lalu perlahan matanya mulai meredup. Ada yang terasa perih dalam dadanya.Apa maksudmu, Hafiz? Aku menunggumu sejak tadi.Aluna membalas pesan itu. Namun, sayangnya tak ada lagi balasan Hafiz setelah itu. Hanya pesan yang tercentang dua warna biru, menyisakan rasa yang teramat menyakitkan dalam hati Aluna.Perlahan raut wajahnya berubah, matanya kembali basah. Ia tak menyangka Hafiz akan memberikan luka baru untuknya. Ternyata semua lelaki sama saja, hanya menyisakan trauma bagi Aluna.Lalu, bagaimana ia kini menyembuhkan luka-luka dalam hatinya, disaat lelaki yang ia anggap adalah obat, nyatanya sama saja menyuguhkan racun paling mematikan. Mematikan jiwa dan rasa cintanya.Aluna menangkupkan dua telapak tangan di wajahnya. Ia benar-benar menangis, tak peduli ada banyak orang yang melihatnya. Ia tak habis pikir dengan jalan takdirnya.Bahkan saat ini ia masih duduk di tempat sem
Bab 18.Aku sudah bebas, Hafiz. Aku juga sudah selesai masa Iddah.Aluna mengirimkan sebuah chat beserta gambar surat cerai untuk Hafiz. Iya, dia memang ingin memberitahu Hafiz bahwa ia bebas sekarang.Gimana perasaanmu? Hafiz membalas chat Aluna.Jangan ditanya. Aku lega luar biasa. Sekarang aku menantikan nasib baru yang lebih bahagia.Kembali Aluna membalas chat Hafiz. Harusnya tak perlu ditanya, karena Aluna sudah pernah menjelaskan hal ini pada Hafiz sebelumnya.Lusa, aku akan pulang!Kata Hafiz pada akhirnya. Membaca sebaris kalimat itu membuat Aluna bahagia luar biasa.Apa alasanmu pulang adalah aku?Aluna bertanya lagi.Kamu pasti sudah tau itu!Jawab Hafiz.Kupastikan kali ini kita tak akan terhalang restu.Aluna mengakhiri chatnya dengan kalimat itu.Hari ini, tepat pukul lima sore hari, Aluna sudah tiba di bandara demi menunggu kepulangan Hafiz.Beberapa kali ia bahkan melirik ke pintu kedatangan, tapi sayangnya Hafiz belum kelihatan.Aluna tetap menunggu.Ingatan Aluna k
Bab 17.Seminggu setelah itu, sidang kedua perceraian Aluna dan Abian dilangsungkan kembali. Tidak ada hasil dari proses mediasi.“Saya telah diceraikan beberapa waktu yang lalu, disaksikan oleh keluarga saya,” kata Aluna pada pihak pengadilan.“Apakah benar?” tanya pihak pengadilan pada Abian.“Ya,” jawabnya.“Dari awal saya memang tidak mencintainya. Saya hanya terpaksa menikahinya. Sampai kapan pun saya merasa … tidak ada rasa cinta untuk Aluna,”“Saya tidak ingin terus menerus terjebak dalam pernikahan ini.”Begitu jawaban-jawaban Abian saat ia ditanyai oleh pihak pengadilan agama.Separuhnya kenyataan. Sementara separuhnya lagi adalah kebohongan.Ia memang tidak mencinta Aluna, menikah dengannya sebab terpaksa dengan latar belakang jebakan itu.Namun, setelah semua yang terjadi, setelah semua rasa bersalahnya menghampiri, ia merasa mulai ada rasa yang berbeda untuk Aluna.Sayangnya, waktu sudah tak lagi mendukung mereka bersama. Abian melepaskan Aluna, agar gadis itu tak melulu
Bab 16.Semalaman bermandikan hujan, membuat Abian terserang demam, dan tak bangun berhari-hari.Malam itu, ia tetap menunggu Aluna kembali keluar hingga pukul dua pagi ia masih duduk di teras rumah Aluna. Duduk dengan tangan terlipat di dada, menahan dingin dna gigil.Namun, sampai berapa lama pun, tak ada yang keluar. Aluna pun terlihat tak peduli.Beberapa kali security di rumah itu menyarankan Abian untuk pulang, tapi tak diindahkan oleh lelaki itu.Hingga akhirnya ia merasa tubuhnya begitu dingin dari sebelumnya. Ia menggigil, tapi badannya bersamaan terasa panas. Lalu, ia memutuskan pulang dan menyetir dengan cukup hati-hati.“Beri saya obat, sepertinya saya demam!” kata Abian pada asisten rumah tangganya yang saat itu memang terjaga karena sadar bahwa beberapa jam yang lalu tuan rumah pergi entah ke mana.Paginya, Abian menyuruh seorang asisten rumah tangga untuk menghubungi seorang dokter langganan di keluarganya.“Hanya demam biasa karena Anda terlalu lama di bawah hujan. Ta
Bab 15.“Selama proses mediasi, berjanjilah jangan pernah temui aku!” Aluna menegaskan pada Abian sesaat setelah mereka keluar dari ruang persidangan.Aluna yang didampingi oleh kuasa hukum telah menggugat cerai Abian di kantor pengadilan agama terdekat.Semua bukti sudah ia kumpulkan, mulai dari video saat Abian mencium Haura, saat mereka bahagia dengan kabar kehamilan itu. Video saat Abian diam-diam jalan-jalan ke cafe bersama Haura. Juga kertas perjanjian antara Aluna, Abian dan Haura yang saat itu ditulis tangan dan ditandatangani di atas materai.Aluna menyiapkan semuanya, dikumpulkan dalam satu berkas dan diserahkan pada kuasa hukumnya.Ia berharap, dalam sekali sidang gugatan perceraiannya langsung diterima. Namun, pihak pengadilan harus melakukan proses mediasi.Aluna menjelaskan tentang awal mula pernikahannya dengan Abian. Juga kebohongan-kebohongan yang terjadi dalam pernikahan itu, yang Aluna tak bisa terima.Ia juga menjelaskan posisi Abian yang sejak awal sudah bersalah
Bab 14.“Aku menepati janji, Pa!”Setelah dari rumah Aluna, Abian pulang ke rumah orangtuanya. Ia langsung masuk ke ruangan kerja sang papa dan berbicara dengan papanya.Haris berdiri di dekat jendela, memandangi entah ke arah mana fokusnya. Ia menoleh saat mendengar suara Abian.Ia mengangguk, karena tadi sudah diberitahukan oleh Farhan bahwa Aluna sudah pulang dengan selamat.“Hulya sedang tidur siang,” kata Haris seraya menatap putranya itu.Hari ini, Abian pulang setelah menepati janji untuk membawa Aluna kembali ke rumah.Ia juga sudah lama menanti hal ini. Abian sudah sangat merindukan buah cintanya bersama Haura. Kurang lebih setahun lamanya Abian tidak bertemu dengan putrinya.Abian mengangguk lesu. Ia rindu, tapi Hulya sedang tidur, sayang jika dibanguni tiba-tiba. Abian tak sabar melihat setumbuh apa putrinya sekarang.Umurnya sudah satu tahun, pasti Hulya sudah bisa berjalan dengan baik. Ia pasti sudah memiliki gigi yang lebih kuat untuk makan.Ah, Abian melewatkan semua