PERJANJIAN DUA AKAD
PART 5
🍁🍁🍁
Aluna terjaga, tapi terasa sulit untuk membuka mata. Ia masih merasakan kepalanya berat, pusing dan badannya yang terasa lemas. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan berat berharap rasa pusingnya segera hilang.
Dalam pejaman matanya, Aluna berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Apa yang ia makan hingga menjadi seperti itu. Perlahan ia membuka mata, dan seketika ia bergerak menjauh saat melihat seorang lelaki bertelanjang dada sedang tertidur pulas di sampingnya.
Aluna spontan berteriak, hingga membuat lelaki itu terbangun. Lelaki yang terakhir kali dilihat Aluna sedang menikmati minumnya di sebuah klub yang sama dengannya. Abian Rajendra mengerjapkan mata, mencoba menyesuaikan cahaya dengan matanya sambil memegangi kepalanya.
“Sialan! Kamu ngapain di sini, kamu apakan aku, hah?” cecar Aluna menyerang tubuh kekar lelaki itu.
Abian yang tak siap menerima serangan, hanya bisa menahan pukulan Aluna dengan dua tangannya.
Lelaki itu terbangun dan langsung mendapat pukulan. Ia baru menyadari bahwa di sampingnya ada seorang perempuan yang kini sedang mengamuk padanya.
“Hei, apa ini?” tanya Abian masih tak mengerti. Ia sama terkejutnya saat melihat Aluna bersamanya di dalam kamar itu.
Shit!
Abian mengumpat melihat keadaannya, ia mengintai seluruh sudut kamar. Ia tertidur bersama Aluna di sebuah ranjang yang sama. Tertidur dengan keadaan setengah telanjang, juga Aluna yang hanya mengenakan dres sebatas paha.
Lelaki itu tak bisa berpikir jernih, Aluna terus menyerang dengan segala kemarahannya. Bahkan ia sendiri belum tahu apa yang terjadi, di mana ia saat ini.
Abian mencoba menenangkan Aluna yang sedang di puncak amarah. Ia mencoba memegang tangannya, tapi Aluna memberontak dengan keras. Spontan lelaki itu memeluk Aluna, sejenak perempuan itu masih memberontak dengan tangisan yang meraung, lalu perlahan mulai sedikit tenang. Namun, beberapa saat kemudian Aluna mendorong tubuh Abian hingga lelaki itu terjatuh dari tempat tidur.
Berulang kali Aluna memukuli dirinya sendiri, menjambak rambut panjangnya. Ia merasa telah begitu kotor dan hilang harapan serta mahkota yang selama ini dijaga. Selama ini, meskipun terlihat sedikit nakal, tapi tak pernah merendahkan harga dirinya sendiri.
Abian bangun dari lantai, ia mendekat kembali pada Aluna.
“Coba tenang dulu. Aku bahkan tidak tau apa yang telah terjadi.”
Aluna menggeleng. Ia telah kehilangan kepercayaan pada lelaki di depannya. Rasa tak suka dalam hatinya menjadi benci yang amat sangat, hingga membuat Aluna menangis karena merasa bodoh. Ia duduk bersandar di tepi ranjang, sambil menangis memeluk lututnya, meratapi kebodohan yang telah terjadi padanya.
Abian ikut duduk di tepi ranjang, menatap seisi kamar yang terlihat seperti kamar hotel. Ia mencoba mengingat ke mana terakhir kali ia pergi. Apa yang ia lakukan. Hingga lelaki itu merasa kesadarannya pulih kembali. Semalam ia mengunjungi sebuah klub dan sempat melihat Aluna di sana. Padahal semalam Abian tidak mabuk, hanya merasa pusing setelah meminum segelas kopi yang ia pesan di klub tadi malam.
Setelah itu, tak ada yang ia ingat. Abian hanya ingat, saat merasa pusing ia berjalan ke pintu keluar, dan tiba-tiba terbangun di kamar itu.
Abian kembali mengamati diri sendiri. Terlihat celana jeans-nya masih melekat di tubuhnya dengan rapi. Ia alihkan pandangan ke sebuah sudut kamar, terlihat kemejanya di sana. Lalu, pandangan itu ia alihkan pada Aluna. Abian masih ingat bahwa semalam Aluna juga memakai pakaian yang sama. Dres berwarna marah marun sebatas paha tanpa bahu.
Aluna masih menangis, meratapi kesialan hidupnya. Ia tak siap dengan bayangan kelam yang terus membayangi kepalanya. Bayangan kelam tentang kehidupannya setelah ia keluar dari kamar itu. Aluna tak siap jika ia harus berhenti kuliah, karena kemungkinan buruk yang ia bayangkan. Ia tak siap jika setelah keluar dari kamar itu dan hamil karena peristiwa malam tadi.
Aluna tak ingin mengandung benih yang tak diharapkan itu.
Sungguh! Aluna tak siap dengan keadaan buruk itu. Terlebih jika orangtuanya tahu ia berbuat diluar batas pergaulan.
Abian ingin marah atas keadaan yang menimpa, tapi ia juga kasihan melihat Aluna yang menangis sedari tadi. Ia mengepalkan tangannya, rahang itu mengetat menahan kemarahan pada entah siapa yang melakukan ini.
“Sepertinya kita dijebak, Luna.” Pelan tapi begitu yakin Abian berkata.
Aluna menatap tajam pada Abian dengan matanya yang basah dan marah. “Dijebak?”
“Siapa? Kamu yang sengaja menjebak?” ketus Aluna.
“Aluna, look! Tenang dulu. Coba perhatikan pakaian kamu, masih sama seperti semalam. Dan aku, hanya bertelanjang dada.”
Aluna mencoba berpikir jernih, menormalkan pikirannya untuk bisa berpikir tenang dan berasumsi. Ia melihat keadaan dirinya sendiri, benar kata Abian.
Aluna mencoba merasakan hal-hal berbeda dalam dirinya. Terutama pada organ tubuh bagian bawahnya. Tidak ada perasaan berbeda, atau merasakan sakit seperti seseorang yang baru saja melakukan hubungan suami istri. Aluna meraba seluruh tubuhnya, tidak ada yang berubah, sakit atau apa pun.
Ia bangkit dari tempat tidur itu, beranjak ke kamar mandi untuk mengecek semua kondisi tubuhnya. Sedangkan Abian mengambil kemejanya di sebuah sudut, dan kembali memakainya.
“Gimana?” tanya Abian begitu melihat Aluna keluar dari kamar mandi.
“Lalu, siapa yang melakukan ini?” tanya Aluna, sedikit lega hatinya setelah melihat semua bagian tubuhnya. Semuanya masih seperti semula. Tidak ada yang berbeda dan mencurigakan.
Abian berpikir sejenak, lalu menggeleng karena tidak bisa menebak siapa yang melakukan ini untuk mereka.
“Aku tidak akan memaafkan siapa pun yang melakukan ini,” Aluna berucap dingin, terdengar begitu menakutkan.
“Aku akan cari tau siapa pelakunya,” timpal Abian tak kalah marah dengan Aluna. Banyak hal yang akan dipertaruhkan jika ada pihak-pihak yang tahu bahwa seorang pengusaha muda, pewaris keluarga Rajendra tidur di hotel dengan seorang perempuan.
“Tapi, apa jaminan kalau kamu memang nggak melakukan apa pun tadi malam?” Aluna kembali ragu. Ia takut jika spekulasinya saat mengecek seluruh tubuhnya adalah salah.
Abian menghela napas kasar. Ia mengacak rambutnya dengan frustasi.
“Jika aku hamil, pertama aku harus keluar dari rumah. Kedua, aku harus terpaksa berhenti kuliah. Ketiga, aku harus hidup menjadi gelandangan. Dan, keempat mungkin aku akan hilang kewarasan.”
“Luna!” panggil Abian menghentikan pikiran buruk perempuan di depannya.
“Tolong jangan pikir macam-macam. Aku sama sekali nggak melakukan apa pun padamu.” Abian meyakinkan.
Aluna mendesis, ia tersenyum miring sekaligus miris pada apa yang sedang terjadi.
“Bagaimana kamu bisa ingat, Abian, sedangkan semalam kamu mabuk, kan?”
Abian menggeleng. Membantah perkataan Aluna. “Aku tidak mabuk, Luna.”
“Terus?”
“Aku ngerasa pusing dan keluar dari klub, tapi setelah itu aku gak ingat apa-apa lagi.” Abian menjelaskan, membuat Aluna berpikir bahwa itu kejadian yang sama seperti yang dialaminya.
“Aku yakin ini jebakan yang telah direncanakan,” papar Abian lagi.
Luna menunduk. Ketakutan dalam hatinya mengalahkan semua spekulasi yang ada. Kembali bulir air matanya mengalir di pipi.
“Begini, Luna. Tunggu sampai beberapa hari. Kalau ada perubahan atau apa pun, segera hubungi aku.”
Keduanya melakukan kesepakatan, lalu pulang setelah menyerahkan kunci pada petugas resepsionis. Abian sempat bertanya siapa yang menyewa kamar untuknya. Namun, dua lelaki yang duduk di meja resepsionis itu mengatakan tidak tahu karena ia baru berganti shift.
Abian dan Aluna menghidupkan ponsel untuk melihat jam. Abian memicingkan mata, karena ternyata ponselnya dalam keadaan mati. Ia kembali menghidupkan dan melihat angka enam di ponselnya. Berarti Aluna dan Abian tidur semalaman di kamat hotel itu.
Abian akan bermain cantik, jika ia menemui pelayan yang semalam itu pasti pelakunya sudah kabur duluan. Atau mungkin saat ini, Abian dan Luna sedang diawasi. Itu membuat Abian sedikit mengawasi pandangannya.
“Kalau begitu tolong cek booking kamar semalam atas nama siapa?”
“Sebentar, Mas.”
Lelaki itu membuka komputer di depannya, dan melihat daftar nama yang check in semalam.
“Abian Rajendra, Mas.” Resepsionis ini menjawab pasti.
Abian dan Aluna saling menatap. Keduanya sama-sama merasakan ada yang aneh dan mencurigakan dari kejadian itu. Abian sendiri mengecek dompet dalam saku jeans-nya, tak ada yangb hilang di sana. Semua uang cash, KTP dan semua kartu lainnya masih utuh.
Abian mengangguk tersenyum sebagai ucapan terima kasih untuk lelaki itu. Sementara Aluna merasakan itu terlalu aneh.
“Sepertinya pelaku cukup pintar.” Abian berkata pada Luna setelah keluar dari hotel.
Keduanya sepakat untuk mencari tahu siapa pelaku, dan Aluna akan mengamati perkembangan dirinya. Meskipun sangat yakin ia tak melakukan apa pun dengan Abian.
JANJI DUA AKADPART 6🍁🍁🍁Abian dan Aluna telah membuat kesepakatan tentang perubahan tubuh Aluna. Perempuan itu akan mengabarkan apa saja yang terjadi setelah malam itu. Tepatnya jika Aluna hamil atau tidak, karena itu cukup membuktikan bahwa mereka memang tidak melakukan apa pun dan murni dijebak.Seminggu kemudian, Aluna baru bisa bernapas lega saat ia mendapat tamu bulanan seperti biasanya. Aluna tak mengalami tanda-tanda kehamilan. Ia juga membeli beberapa test pack untuk mengecek kehamilan, tapi tidak ada garis yang berubah dari sana.Aluna benar-benar bisa tersenyum saat melihat benda itu di tangannya. Itu artinya ia tak kehilangan segalanya dan akan berakhir dengan masa depan yang suram.“Aku baru saja dapat tamu bulanan. Aku nggak hamil.”Aluna segera menghubungi Abian, agar lelaki itu tahu berita penting tentang ini. Tak bisa disembunyikan, keduanya benar-benar merasa lega dengan kenyataan yang mereka dapat. Tersenyum karena tak akan terpaksa harus menikah karena tragedi
PERJANJIAN DUA AKADPART 7🍁🍁🍁Abian tak bisa membuktikan bahwa ia dan Aluna dijebak dalam sebuah kamar di hotel. Ia tak bisa membawa sang pelaku dalam kurun waktu satu kali dua puluh empat jam. Lelaki itu membanting ponselnya ke atas kasur, setelah beberapa menit lalu menerima panggilan dari utusannya yang ditugaskan untuk mencari tahu tentang kejadian malam itu.“Terlalu banyak orang di klub malam itu, Pak. Tidak ada yang merasa melihat orang mencurigakan.”Lelaki suruhan Abian memberitahu. Ia datang ke klub di mana Abian dan Aluna sempat menikmati malam mereka. Tidak ada yang bisa bersaksi atas kejadian itu. Malam itu klub terlalu ramai, dan tidak ada yang tahu mereka datang dari mana saja. Karena layaknya sebuah klub bebas didatangi oleh siapa saja.Abian benar-benar menyesal karena datang ke klub malam itu. Seharusnya kejadian itu tak terjadi andai saja ia tak mengabaikan nasihat seseorang. Seseorang yang begitu spesial dalam hidupnya.“Berjanjilah untuk tidak mabuk lagi, untu
PERJANJIAN DUA AKADPART 8🍁🍁🍁Dua hari kemudian, Abian terpaksa bertunangan dengan Aluna. Semuanya disiapkan dalam waktu yang singkat. Termasuk hati keduanya yang dipaksa menerima keadaan.Acara pertunangan berlangsung dengan lancar. Hanya saja kedua calon pengantin sama-sama tak memberikan ekspresi kebahagiaan. Bahkan ketika Abian memasangkan cincin pada jari manis milik Aluna, lelaki itu masih berwajah datar, hingga tatapan tajam Haris dan wajah sendu sang ibu membuatnya terpaksa menyunggingkan senyuman. Seolah tengah mengumumkan kebahagiaan pada semua yang hadir.“Kau yakin ingin menikah denganku?” tanya Abian pada Aluna.Setelah acara pertunangan dan semua tamu telah pulang, keduanya menghabiskan waktu sejenak di taman belakang rumah Aluna. Menghabiskan waktu untuk saling mengungkapkan keterpaksaan dan benci atas keadaan ini.Aluna tersenyum miring mendengar pertanyaan dari Abian. Ia menatap lelaki yang kini berdiri di depannya, sedangkan Aluna duduk di sebuah kursi taman di
PERJANJIAN DUA AKADPART 9🍁🍁🍁“Saya terima nikah dan kawinnya Aluna Namira binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.”Dalam sekali tarikan napas, Abian mengucapkan ijab kabul di depan wali, dan para saksi atas pernikahannya dengan Aluna. Pernikahan tanpa cinta yang terjadi karena sebuah kesalahan yang tak pernah mereka lakukan.Pernikahan yang akan mempererat hubungan bisnis orangtua mereka masing-masing. Bukan pernikahan impian untuk mempererat hubungan sepasang pengantin yang baru saja memulai kehidupan baru seperti orang lain.Aluna yang duduk di dekat ibunya meneteskan air mata. Ia menggigit bibirnya sendiri agar isakan tertahan tak keluar dari mulutnya. Biarlah orang yang melihatnya menangis akan mengira ia menangis karena terharu. Terharu karena telah berganti status menjadi seorang istri. Memulai kehidupan baru dan mengarungi rumah tangganya.Biarlah orang melihat seperti itu, karena mereka hanya punya mata untuk melihat. Bukan hati yang peka untuk merasa apa ya
PERJANJIAN DUA AKADPART 10🍁🍁🍁Setelah menikah, Aluna dan Abian tinggal di hotel selama dua hari. Orangtua keduanya ingin mereka untuk saling kenal satu sama lain dan mengisi hari dengan lebih dekat. Mereka ingin anak-anaknya menikmati waktu berdua.“Pengen bulan madu ke mana?” tanya Haris pada Abian sebelum menikah.Abian mengangkat dua alisnya menatap Haris. Ia sama sekali tak memikirkan hal itu dengan Aluna. Ia sama sekali tak terpikirkan untuk meninggalkan Jakarta dan berbulan madu ke luar negeri atau bahkan luar daerah. Menikah dengannya saja sebuah takdir pahit yang terpaksa ia jalani.“Gak ke mana-mana,” jawab Abian datar.“Harus, Abian.” Abian mengusap rambutnya frustasi. Ia heran menatap orangtuanya yang selalu memaksakan kehendak.“Pa, bukankah Aluna lagi semester akhir? Papa mau dia ulang mata kuliah dengan bulan madu yang sungguh bullshit ini?” Abian mengecilkan volume suaranya, karena jika ibunya mendengar, itu akan melukai hatinya dan menambah beban pikirannya.Seje
PERJANJIAN DUA AKADPART 11🍁🍁🍁“Assalamu’alaikum,” ucap sebuah suara di depan pintu. Hening. Aluna mencoba kembali memastikan suara seorang perempuan yang memberi salam. Ia sendiri sedang mencuci piring di dapur. Hari telah menjelang sore, ia mengerjakan tugas rumah seperti biasanya setelah pulang dari kampus.Aluna keluar dari dapur demi melihat siapa yang datang dan memberi salam. Saat ia melangkah ke pintu, ia melihat seorang perempuan menenteng sebuah tas di tangan kanannya, berdiri di depan pintu masuk. Sementara di baliknya baru muncul Abian dengan jas yang tersampir di lengannya.“Ini yang aku bilang kemarin,” kata Abian menoleh pada gadis di sampingnya.“Tadi aku langsung ambil dari agennya, katanya baru tiba di Jakarta. Jadi sekalian aja aku bawa ke sini daripada nyasar,” terang Abian pada Aluna membuat istrinya hanya mengangguk.Aluna sejenak terpaku. Ia seperti tidak sedang melihat seorang pembantu yang Abian bawa ke rumahnya. Gadis itu terlihat cantik, dan lebih cocok
PERJANJIAN DUA AKADPART 12🍁🍁🍁Aluna tak menceritakan semuanya pada orangtuanya. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi jika ia bercerita pada ayah dan ibunya. Pertama, orangtuanya tak akan percaya pada dirinya, menganggap Aluna berbohong karena ingin keluar dari pernikahan yang terpaksa itu. Kedua, orangtua Aluna akan percaya, dan menghukum keduanya tanpa bisa ditebak akan seperti apa. Ia tak akan mendapatkan cinta Abian, malah semakin dibenci, karena belum tentu saat semua terungkap lelaki itu akan memilih Aluna.Aluna memilih untuk bertahan hingga batas waktu yang tak bisa ditentukan. Ia tak ingin menyandang status janda dari pernikahan yang belum seumur jagung.Perempuan itu pernah bertanya-tanya pada diri sendiri tentang gadis yang dicintai Abian. Sebelum menikahi Aluna, lelaki itu dengan tegas mengakui telah memiliki kekasih. Bodohnya Aluna mengira itu hanya sebatas pacar, tanpa ada ikatan yang sah. Ia berpikir bahwa peluang masih besar pada dirinya.Aluna masih duduk di depa
PERJANJIAN DUA AKAD PART 13 🍁🍁🍁 “Mas, waktu itu kamu ada urusan kerja di mana sih?” Aluna bertanya hati-hati saat ia dan Abian sedang sarapan. Bersamaan dengan itu, Haura mendekat dengan membawa ceret minuman untuk diletakkan di depan majikannya. Secara otomatis ia tak sengaja mendengarnya. Namun, ia terlihat tak ikut mencampuri urusan mereka. Meskipun sebenarnya itu juga menyangkut dirinya. “Makasih,” ucap Aluna melirik pada Haura yang tersenyum setelah menuangkan minuman. Meninggalkan majikannya berdua, Haura kembali ke dapur. “Sejak kapan kamu bertugas bertanya banyak hal padaku?” Sejenak Abian diam. “Oh, bukan! Sejak kapan kamu merasa punya izin atas itu?” Abian meralat pertanyaannya. “Bukankan sudah kukatakan, lakukan apa yang kau mau, dan aku juga.” Abian meralat pertanyaannya. Ia mencoba menegaskan kesepakatan yang telah mereka ucapkan dulu, barangkali Aluna melupakannya. Jadi, Abian mencoba mengingatkan. Aluna memamerkan senyum dinginnya. Senyum yang ia tahu tak aka
Bab 22.Minggu, Osaka.Siang ini Aluna dan Hafiz keluar dari hotel menuju mesjid tempat mereka dulunya biasa ikut kajian. Hari ini jadwal kajian bulanan mereka di Jepang.Setelah kajian, keduanya meminta teman-teman lainnya untuk tidak pulang dulu, karena mereka mengadakan tasyakuran atas pernikahannya. Hanya sekadar untuk memberitahu bahwa mereka telah menikah.“Diam-diam nikah nih ya,” kata salah satu teman Aluna.Aluna yang mendengar itu hanya bisa menatap Hafiz, dan keduanya tersenyum.Diam-diam nikah katanya, mereka tidak tahu apa saja yang telah dilalui keduanya.Meskipun mereka sudah seperti keluarga baru bagi Aluna, tapi cukuplah mereka tahu hal-hal baru saja tentangnya.“Oh ternyata Hafiz pulang ke Indo buat nikah nih,” goda teman Hafiz lainnya.“Iyalah, emangnya kamu jomblo terus!”“Lah, kamu sama aja!”“Beda!”“Beda apanya?”“Kelas kita beda. Kamu pemula, kalau aku mah senior.”“Senior jomblo, ah ngenes!”Suasana jadi lebih hangat karena candaan-candaan mereka. Karena sont
Bab 21.“Saya terima nikahnya Aluna Namira Hussein binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.” Hafiz mengucapkan itu dalam sekali tarikan napas.Ada keyakinan, keteguhan, dan kebahagiaan dalam nadanya.Aluna duduk di samping mama yang masih menggunakan kursi roda itu, di sampingnya juga ada Sisil, sahabat terbaiknya.“Sah?” tanya bapak penghulu kepada semua saksi.Mereka mengangguk dengan tersenyum sambil mengatakan, “sah!”“Alhamdulillah …,” seru orang-orang yang berhadir di sana secara bersamaan.Ada yang mengalir begitu sejuk di hati Aluna saat Hafiz berulang kali menatapnya sebelum ia menjabat tangan penghulu. Juga saatbini, setelah para saksi mengatakan mereka telah sah menjadi suami istri.Mengalir ketenangan akan sebuah keyakinan pada lelaki yang menikahinya.Apalagi kini Hafiz mendekat padanya, sejenak keduanya saling menatap dalam rasa bahagia.Hafiz memegang puncak kepala Aluna dan melafalkan doa setelah ijab kabul. Doa untuk sepasang pengantin yang benar-benar m
Bab 20.Hari itu tepat setelah keputusan sidang perceraian Aluna, saat semuanya telah selesai dan pulang, Abian menghubungi papa Aluna dan meminta waktu untuk bertemu.Farhan mengiyakan karena Abian bilang ada hal yang penting untuk dibicarakan. Sebagai seorang ayah juga seorang lelaki, Farhan memang sakit hati pada Abian, tapi kembali lagi bahwa pada dasarnya ia dan orangtua Abian sendiri yang salah.Seharusnya mereka tak memaksakan kehendak untuk kepentingan diri sendiri. Harusnya sejak awal mereka sadar bahwa seringkali tak ada yang berujung indah dari sebuah pemaksaan. Apalagi urusan hati.Keduanya bertemu di sebuah restoran mewah, dan berbicara setelah selesai makan.“Meskipun berulang kali, aku gak pernah bosan minta maaf pada papa atas apa yang kulakukan untuk Aluna. Aku baru paham ketika aku memiliki Hulya, dan aku gak bisa terima jika ada lelaki yang memperlakukan Hulya seperti aku memperlakukan Aluna. Maaf, Pa …,” ucap Abian panjang lebar.Sudah berulang kali ia meminta maa
Bab 19.Aluna maaf … aku tidak jadi pulang. Aku akan menikah.Aluna membelalakkan mata membaca pesan itu, lalu perlahan matanya mulai meredup. Ada yang terasa perih dalam dadanya.Apa maksudmu, Hafiz? Aku menunggumu sejak tadi.Aluna membalas pesan itu. Namun, sayangnya tak ada lagi balasan Hafiz setelah itu. Hanya pesan yang tercentang dua warna biru, menyisakan rasa yang teramat menyakitkan dalam hati Aluna.Perlahan raut wajahnya berubah, matanya kembali basah. Ia tak menyangka Hafiz akan memberikan luka baru untuknya. Ternyata semua lelaki sama saja, hanya menyisakan trauma bagi Aluna.Lalu, bagaimana ia kini menyembuhkan luka-luka dalam hatinya, disaat lelaki yang ia anggap adalah obat, nyatanya sama saja menyuguhkan racun paling mematikan. Mematikan jiwa dan rasa cintanya.Aluna menangkupkan dua telapak tangan di wajahnya. Ia benar-benar menangis, tak peduli ada banyak orang yang melihatnya. Ia tak habis pikir dengan jalan takdirnya.Bahkan saat ini ia masih duduk di tempat sem
Bab 18.Aku sudah bebas, Hafiz. Aku juga sudah selesai masa Iddah.Aluna mengirimkan sebuah chat beserta gambar surat cerai untuk Hafiz. Iya, dia memang ingin memberitahu Hafiz bahwa ia bebas sekarang.Gimana perasaanmu? Hafiz membalas chat Aluna.Jangan ditanya. Aku lega luar biasa. Sekarang aku menantikan nasib baru yang lebih bahagia.Kembali Aluna membalas chat Hafiz. Harusnya tak perlu ditanya, karena Aluna sudah pernah menjelaskan hal ini pada Hafiz sebelumnya.Lusa, aku akan pulang!Kata Hafiz pada akhirnya. Membaca sebaris kalimat itu membuat Aluna bahagia luar biasa.Apa alasanmu pulang adalah aku?Aluna bertanya lagi.Kamu pasti sudah tau itu!Jawab Hafiz.Kupastikan kali ini kita tak akan terhalang restu.Aluna mengakhiri chatnya dengan kalimat itu.Hari ini, tepat pukul lima sore hari, Aluna sudah tiba di bandara demi menunggu kepulangan Hafiz.Beberapa kali ia bahkan melirik ke pintu kedatangan, tapi sayangnya Hafiz belum kelihatan.Aluna tetap menunggu.Ingatan Aluna k
Bab 17.Seminggu setelah itu, sidang kedua perceraian Aluna dan Abian dilangsungkan kembali. Tidak ada hasil dari proses mediasi.“Saya telah diceraikan beberapa waktu yang lalu, disaksikan oleh keluarga saya,” kata Aluna pada pihak pengadilan.“Apakah benar?” tanya pihak pengadilan pada Abian.“Ya,” jawabnya.“Dari awal saya memang tidak mencintainya. Saya hanya terpaksa menikahinya. Sampai kapan pun saya merasa … tidak ada rasa cinta untuk Aluna,”“Saya tidak ingin terus menerus terjebak dalam pernikahan ini.”Begitu jawaban-jawaban Abian saat ia ditanyai oleh pihak pengadilan agama.Separuhnya kenyataan. Sementara separuhnya lagi adalah kebohongan.Ia memang tidak mencinta Aluna, menikah dengannya sebab terpaksa dengan latar belakang jebakan itu.Namun, setelah semua yang terjadi, setelah semua rasa bersalahnya menghampiri, ia merasa mulai ada rasa yang berbeda untuk Aluna.Sayangnya, waktu sudah tak lagi mendukung mereka bersama. Abian melepaskan Aluna, agar gadis itu tak melulu
Bab 16.Semalaman bermandikan hujan, membuat Abian terserang demam, dan tak bangun berhari-hari.Malam itu, ia tetap menunggu Aluna kembali keluar hingga pukul dua pagi ia masih duduk di teras rumah Aluna. Duduk dengan tangan terlipat di dada, menahan dingin dna gigil.Namun, sampai berapa lama pun, tak ada yang keluar. Aluna pun terlihat tak peduli.Beberapa kali security di rumah itu menyarankan Abian untuk pulang, tapi tak diindahkan oleh lelaki itu.Hingga akhirnya ia merasa tubuhnya begitu dingin dari sebelumnya. Ia menggigil, tapi badannya bersamaan terasa panas. Lalu, ia memutuskan pulang dan menyetir dengan cukup hati-hati.“Beri saya obat, sepertinya saya demam!” kata Abian pada asisten rumah tangganya yang saat itu memang terjaga karena sadar bahwa beberapa jam yang lalu tuan rumah pergi entah ke mana.Paginya, Abian menyuruh seorang asisten rumah tangga untuk menghubungi seorang dokter langganan di keluarganya.“Hanya demam biasa karena Anda terlalu lama di bawah hujan. Ta
Bab 15.“Selama proses mediasi, berjanjilah jangan pernah temui aku!” Aluna menegaskan pada Abian sesaat setelah mereka keluar dari ruang persidangan.Aluna yang didampingi oleh kuasa hukum telah menggugat cerai Abian di kantor pengadilan agama terdekat.Semua bukti sudah ia kumpulkan, mulai dari video saat Abian mencium Haura, saat mereka bahagia dengan kabar kehamilan itu. Video saat Abian diam-diam jalan-jalan ke cafe bersama Haura. Juga kertas perjanjian antara Aluna, Abian dan Haura yang saat itu ditulis tangan dan ditandatangani di atas materai.Aluna menyiapkan semuanya, dikumpulkan dalam satu berkas dan diserahkan pada kuasa hukumnya.Ia berharap, dalam sekali sidang gugatan perceraiannya langsung diterima. Namun, pihak pengadilan harus melakukan proses mediasi.Aluna menjelaskan tentang awal mula pernikahannya dengan Abian. Juga kebohongan-kebohongan yang terjadi dalam pernikahan itu, yang Aluna tak bisa terima.Ia juga menjelaskan posisi Abian yang sejak awal sudah bersalah
Bab 14.“Aku menepati janji, Pa!”Setelah dari rumah Aluna, Abian pulang ke rumah orangtuanya. Ia langsung masuk ke ruangan kerja sang papa dan berbicara dengan papanya.Haris berdiri di dekat jendela, memandangi entah ke arah mana fokusnya. Ia menoleh saat mendengar suara Abian.Ia mengangguk, karena tadi sudah diberitahukan oleh Farhan bahwa Aluna sudah pulang dengan selamat.“Hulya sedang tidur siang,” kata Haris seraya menatap putranya itu.Hari ini, Abian pulang setelah menepati janji untuk membawa Aluna kembali ke rumah.Ia juga sudah lama menanti hal ini. Abian sudah sangat merindukan buah cintanya bersama Haura. Kurang lebih setahun lamanya Abian tidak bertemu dengan putrinya.Abian mengangguk lesu. Ia rindu, tapi Hulya sedang tidur, sayang jika dibanguni tiba-tiba. Abian tak sabar melihat setumbuh apa putrinya sekarang.Umurnya sudah satu tahun, pasti Hulya sudah bisa berjalan dengan baik. Ia pasti sudah memiliki gigi yang lebih kuat untuk makan.Ah, Abian melewatkan semua