Share

Bab 60

Penulis: Syaard86
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-14 21:14:19

Kiranti menunduk, tampaknya berjuang dengan kata-kata yang hendak keluar dari mulutnya. Akhirnya, ia menghela napas panjang dan berkata, “Sandi berutang pada seorang pemilik tanah, yang juga punya hubungan dengan orang-orang yang tidak baik. Jika dia tidak bisa membayar dalam waktu yang ditentukan, mereka akan datang untuk menagih dengan cara yang... kejam.”

Dini merasakan tubuhnya kaku mendengar kalimat itu. Orang-orang berbahaya, hutang, ancaman kekerasan... Ini semua tidak ada hubungannya dengan hidup yang ia inginkan. Dulu, saat ia memutuskan untuk berpisah dengan Sandi, ia berpikir bahwa ia telah meninggalkan semua masalah itu di belakang. Tapi sekarang, masalah itu datang lagi, mengancam untuk menghancurkan segala yang telah ia bangun setelah berpisah dengan pria itu.

Dini menoleh ke Juan, matanya mencari dukungan. Juan mengangguk perlahan, seakan mengerti apa yang ia rasakan. “Kita akan bantu, tapi hanya jika kau memberikan penjelasan lebih lengkap tentang siapa orang-orang i
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 61

    Juan duduk di ruang kerjanya dengan wajah serius. Matanya tajam menatap layar laptop di depannya, sesekali tangannya mengetik pesan di ponselnya. Ia tidak bisa lagi hanya berdiam diri. Terlalu banyak hal yang mencurigakan sejak Kiranti tiba-tiba muncul, dan kini ia mulai merangkai benang merah antara Sandi, Kiranti, dan Diana. “Aku butuh laporan lengkap tentang Kiranti dan Sandi. Segera,” perintahnya kepada seseorang di telepon. Suara di ujung sana menjawab dengan tegas, “Akan segera kami urus, Pak Juan. Kami juga akan mencari tahu apakah mereka benar-benar terhubung dengan Diana.” Juan menutup telepon dan menghela napas panjang. Ia bukan orang yang mudah percaya, apalagi jika menyangkut orang-orang yang berusaha mendekati Dini. Instingnya mengatakan ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar masalah hutang-piutang Sandi. Tak lama kemudian, Dini mengetuk pintu ruang kerja Juan dan masuk dengan wajah cemas. “Juan, kamu terlihat tegang. Ada apa?” Juan menatapnya sejenak, ragu a

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 62

    Hujan masih turun deras di luar, membasahi jendela ruang kerja Juan. Di dalam ruangan itu, suasana semakin mencekam. Hasil penyelidikan yang dikirim oleh tim Juan akhirnya tiba, membawa bukti-bukti yang tak terbantahkan bahwa Diana, bersama Sandi dan Kiranti, telah menyusun rencana jahat sejak awal. Juan duduk terpaku di depan laptop, matanya menyapu setiap detail laporan—rekaman panggilan, pesan teks, dan transaksi keuangan rahasia. Setiap bukti seolah mengoyak keyakinannya bahwa ia masih bisa mempertahankan ketenangan di rumahnya. Namun, kini kenyataan berkata lain. Tak lama kemudian, pintu ruang kerja diketuk dengan keras. Dini masuk dengan wajah pucat, sementara Mira mengikuti dengan cemas. "Juan, aku mendengar dari Mira bahwa ada yang salah dengan laporan ini," ujar Dini, suaranya bergetar. Juan menunduk, lalu menghela napas berat. "Bukti ini menunjukkan bahwa Diana dan Sandi telah bekerja sama dengan Kiranti untuk memanipulasi situasi demi keuntungan mereka. Mereka r

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 63

    Keesokan paginya, Dini terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari mengintip dari sela-sela jendela, menciptakan suasana tenang yang bertolak belakang dengan perasaannya yang kalut. Setelah semalaman berpikir, Dini sadar bahwa hidupnya tak bisa terus berada dalam bayang-bayang Diana, Sandi, atau siapa pun. Ia harus membuat keputusan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk Dean. Ia melangkah keluar dari kamar, dan tanpa disangka, Juan sudah menunggunya di meja makan. Pria itu tampak lelah, seolah ia juga tak tidur semalaman. “Kamu terlihat pucat,” komentar Juan sambil menyodorkan secangkir kopi padanya. Dini menerimanya dengan tangan gemetar, menghela napas sebelum akhirnya berbicara, “Juan, aku harus bicara denganmu.” Juan menatapnya tajam. “Tentang apa?” Dini menggigit bibir, mencari kata-kata yang tepat. “Aku merasa... mungkin sudah waktunya aku pergi.” Juan terdiam. Matanya berubah gelap, ekspresi wajahnya menegang. “Pergi?” Dini mengangguk pelan. “Aku tida

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 64

    Dini terjaga lebih awal dari biasanya. Hatinya masih berdebar saat mengingat kejadian tadi malam. Ciuman itu… sentuhan Juan… semuanya terasa nyata dan membingungkan. Ia duduk di tepi tempat tidur, mencoba mengumpulkan pikirannya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Pintu kamarnya tiba-tiba diketuk. "Dini, boleh aku masuk?" Itu suara Juan. Dini menarik napas dalam, lalu mengangguk meski tahu pria itu tidak bisa melihatnya. “Masuklah.” Juan melangkah masuk dengan tatapan lembut namun serius. "Aku tahu ini sulit bagimu, tapi aku ingin mendengar langsung darimu," ucapnya sambil duduk di sofa dekat ranjang. "Apa kamu benar-benar ingin pergi?" Dini mengigit bibirnya. "Aku tidak tahu, Juan. Aku takut jika aku tetap di sini, aku akan semakin terikat." Juan tersenyum tipis. "Apa itu sesuatu yang buruk?" Dini menatapnya, berusaha mencari jawaban yang tepat. Ia membuka mulut untuk bicara, tapi sebelum sempat mengatakan sesuatu, suara ponsel Juan berdering. Pria itu mel

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 65

    Hujan masih turun deras di luar, membasahi kaca jendela kamar Dini. Cahaya redup dari lampu tidur membuat bayangan mereka berdua terpantul samar di cermin di sudut ruangan. Juan masih belum melepaskan pelukannya, seolah takut Dini akan menghilang jika ia melonggarkan genggamannya. Dini menghela napas dalam, mencoba meredakan detak jantungnya yang masih tak beraturan. Ia ingin membalas pelukan itu, ingin mempercayai kata-kata Juan, tetapi ketakutan dalam dirinya menahan semua itu. "Juan..." Suaranya lirih, hampir tenggelam dalam suara hujan. "Hm?" Juan tidak bergerak, masih tenggelam dalam aroma lembut tubuh Dini yang membuatnya tenang. "Aku... Aku takut," akhirnya Dini mengaku. Juan melonggarkan pelukannya, menatap wajah Dini yang dipenuhi keraguan. "Takut apa?" "Takut jika aku semakin dekat denganmu, maka aku hanya akan membawa masalah dalam hidupmu." Juan tersenyum kecil, menangkup wajah Dini dengan kedua tangannya. "Masalah itu sudah ada sejak lama, Sayang. Justru kam

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 66

    Dini hampir tak bisa bernapas ketika melihat beberapa pria bertopeng mulai mendekat. Jantungnya berdegup begitu kencang, dan ia bisa merasakan Juan yang berdiri di depannya menegang, bersiap menghadapi ancaman. "Kamu seharusnya nggak datang, Dini," gumam Juan dengan nada penuh kecemasan, tanpa menoleh padanya. "T-tapi aku khawatir..." suara Dini bergetar, matanya terpaku pada pria-pria yang membawa tongkat besi dan kayu. Diana tertawa kecil di belakang mereka. "Aduh, betapa romantis. Kamu bahkan nekat datang demi Juan, Dini? Sayang sekali, karena sekarang kamu ikut masuk dalam masalah ini." Salah satu pria bertopeng melangkah maju, mengayunkan tongkatnya ke arah Juan. Pria itu menghindar dengan cepat, namun serangan berikutnya datang dengan lebih brutal. Juan berhasil menangkis satu pukulan, tetapi dua pria lainnya langsung ikut menyerang. Juan melawan dengan sengit, tinjunya menghantam salah satu pria di perut hingga orang itu mundur sambil meringis. Namun, lawan yang lain

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 67

    Pagi itu, suasana di rumah Juan terasa lebih tenang. Dean berlari-lari kecil di ruang tamu dengan mainannya, sementara Dini menyiapkan sarapan di dapur. Ia mulai terbiasa dengan ritme baru dalam hidupnya, meskipun di hatinya masih ada sedikit keraguan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Juan melangkah masuk ke dapur, mengenakan kemeja santai dengan rambut yang masih sedikit basah setelah mandi. Ia tersenyum saat melihat Dini sibuk mengaduk sup di atas kompor. "Kamu kelihatan nyaman di sini," ujar Juan, mengambil cangkir kopi dan duduk di dekat meja. Dini meliriknya sekilas, lalu tersenyum kecil. "Mungkin aku memang sudah terlalu terbiasa di rumah ini." Juan mengangkat alis. "Kalau begitu, kenapa tidak menetap?" Dini terdiam. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. Sejak kejadian dengan Diana dan segala kekacauan yang terjadi, Juan semakin sering menunjukkan bahwa ia ingin Dini tetap ada di sisinya. "Aku belum tahu, Juan," ujar Dini jujur. "Aku masih harus memikirkan b

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 68

    Keesokan paginya, Dini terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Kenangan tentang ciuman Juan semalam masih melekat jelas di benaknya. Ia bisa merasakan getaran aneh di dadanya setiap kali mengingat bagaimana pria itu menatapnya dengan penuh perasaan. Namun, Dini sadar, perasaannya terhadap Juan bukanlah sesuatu yang sederhana. Ada Dean di antara mereka. Ada masa lalu Juan yang masih menghantui, terutama dengan kehadiran Diana yang belum menunjukkan tanda-tanda akan menyerah begitu saja. Dini menghela napas panjang, lalu bangkit dari tempat tidur dan segera bersiap untuk memulai hari. Namun, sebelum ia sempat keluar kamar, suara ketukan terdengar dari pintu. “Dini?” Suara Juan. Dini membuka pintu dan mendapati pria itu berdiri di sana dengan ekspresi lembut. “Selamat pagi,” katanya. “Pagi,” Dini menjawab, berusaha menghindari tatapan Juan karena ia tahu pipinya pasti sudah memerah. Juan tersenyum kecil, seolah mengetahui apa yang sedang Dini rasakan. “Aku ingin bicara de

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19

Bab terbaru

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 128

    Mentari pagi menyinari rumah kecil mereka dengan kehangatan yang lembut. Burung-burung berkicau di luar jendela, membawa suasana yang damai. Hari ini adalah hari yang spesial, hari yang akan menjadi awal dari babak baru dalam kehidupan keluarga kecil mereka. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan tangan Juan yang menggenggam tangannya dalam tidur. Ia menoleh dan melihat suaminya yang masih tertidur lelap di sampingnya, dengan napas yang teratur. Ia tersenyum, mengingat semua perjalanan panjang yang telah mereka lalui. Tiba-tiba, sebuah suara kecil terdengar dari luar kamar mereka. “Mama! Papa! Bangun!” suara Dean terdengar ceria. Juan mengerjapkan matanya, lalu tersenyum ketika melihat Dini sudah terjaga. “Sepertinya kita harus bangun sebelum Dean menyerbu kamar kita,” katanya dengan suara serak karena baru bangun tidur. Dini terkekeh dan mengangguk. Mereka pun bangkit dan berjalan keluar kamar, di mana Dean sudah berdiri dengan wajah antusias. “Mama, Pa

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 127

    Pagi itu, langit tampak lebih cerah dari biasanya. Sinar matahari yang hangat menembus jendela kamar, membangunkan Dini yang masih terlelap di sisi Juan. Ia mengerjapkan mata perlahan, lalu menoleh ke arah suaminya yang masih terlelap. Wajah Juan terlihat begitu damai dalam tidurnya, berbeda jauh dengan masa-masa ketika mereka harus menghadapi begitu banyak rintangan. Dini tersenyum, mengusap lembut wajah suaminya sebelum perlahan bangkit dari tempat tidur. Usia kehamilannya kini telah memasuki bulan ke delapan, dan setiap harinya ia semakin menyadari bahwa hidup mereka akan segera berubah lagi. Saat ia berjalan ke ruang tamu, Dean sudah duduk di lantai dengan mainan-mainan berserakan di sekelilingnya. Bocah kecil itu menatapnya dengan senyum lebar. “Mama! Aku mimpi ketemu adikku tadi malam!” serunya penuh semangat. Dini terkekeh, lalu duduk di sofa dengan hati-hati. “Oh ya? Bagaimana rupanya?” Dean mengerutkan kening, mencoba mengingat. “Dia kecil, tapi lucu! Dan dia suka t

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 126

    Matahari pagi menyinari rumah mereka dengan lembut, menandai awal hari yang baru. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan di sampingnya. Juan masih tertidur dengan wajah tenang, napasnya teratur. Ia tersenyum kecil, lalu tanpa suara bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Di ruang tamu, Dean sudah terjaga lebih dulu, duduk di lantai sambil bermain dengan mobil-mobilannya. Bocah kecil itu menoleh saat melihat ibunya dan langsung tersenyum lebar. “Mama! Lihat, mobilku bisa jalan sendiri!” katanya antusias, menunjukkan mobil mainan bertenaga baterai yang baru dibelikan Juan kemarin. Dini tertawa kecil dan mengusap kepala Dean. “Hebat, Dean! Tapi jangan berisik dulu, ya. Papa masih tidur.” Dean mengangguk cepat, lalu kembali sibuk dengan mainannya. Sementara itu, Dini menuju dapur, berniat membuat sarapan spesial untuk pagi ini. *** Setelah beberapa saat, aroma harum kopi dan roti panggang mulai menyebar ke seluruh rumah. Juan akhirnya bangun, ber

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 125

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar tidur Juan dan Dini, membangunkan mereka dengan hangatnya. Dini menggeliat pelan, merasa nyaman dalam dekapan suaminya yang masih terlelap. Ia menatap wajah Juan yang tenang saat tidur, lalu tersenyum kecil. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. “PAPA! MAMA! BANGUN!” Dean berlari masuk ke kamar mereka dengan penuh semangat, langsung memanjat tempat tidur dan melompat-lompat di antara mereka. Juan mengerang pelan, membuka satu matanya. “Dean… ini masih pagi…” keluhnya setengah sadar. “Tapi aku lapar!” protes Dean sambil memeluk Dini. “Mama, ayo masak sesuatu yang enak!” Dini tertawa dan mengacak rambut putranya. “Baiklah, baiklah. Mama masak, tapi Dean bantu, ya?” Dean mengangguk antusias, lalu menarik tangan mamanya untuk segera ke dapur. Juan hanya bisa menghela napas dan bangun perlahan, tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu. *** Di dapur, Dini dan Dean sibuk membuat pancake. Dean, dengan cel

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 124

    Matahari mulai condong ke barat saat Juan dan Dini tiba di rumah mereka. Setelah menghabiskan waktu bersama di kafe, keduanya memutuskan untuk pulang lebih awal dan menghabiskan sore dengan Dean. Begitu mereka membuka pintu, suara tawa kecil Dean menggema di dalam rumah. Anak kecil itu berlari ke arah mereka dengan wajah ceria. “Mama! Papa!” seru Dean, tangannya terangkat meminta gendongan. Juan dengan sigap mengangkat Dean ke dalam pelukannya, lalu mengecup pipi mungilnya. “Bagaimana harimu, Nak? Apa kamu bermain dengan baik hari ini?” Dean mengangguk semangat. “Dean main sama Tante Rina! Dia ajarin Dean gambar!” Dini melirik ke ruang tamu dan melihat Rina, sahabatnya, sedang membereskan beberapa kertas gambar yang penuh dengan coretan warna-warni. “Terima kasih sudah menjaga Dean, Rin,” kata Dini sambil mendekati sahabatnya. Rina tersenyum. “Tidak masalah. Dean anak yang pintar dan ceria. Tapi dia terus bertanya kapan Mama dan Papa pulang.” Dini tertawa kecil lalu me

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 123

    Pagi itu, Juan sudah berada di ruang kerjanya, sibuk membaca berkas-berkas kasus yang harus ditangani. Sebagai seorang pengacara handal, ia memang selalu disibukkan dengan berbagai klien, tetapi sejak menikah dengan Dini dan menjadi ayah bagi Dean, ia mulai menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan pekerjaannya. Di tengah kesibukannya, ponselnya bergetar. Nama Dini muncul di layar, membuatnya tersenyum sebelum segera mengangkatnya. “Halo, sayang,” sapa Juan dengan suara lembut. “Juan, kamu sibuk?” tanya Dini di seberang telepon. “Tidak terlalu. Ada apa?” “Aku butuh bantuanmu… bukan, lebih tepatnya, aku butuh pendapatmu. Bisa ke butik sebentar?” Juan mengerutkan kening, sedikit penasaran. “Ada masalah?” “Bukan masalah, sih. Tapi aku ingin kamu melihat sesuatu. Ayolah, ini penting,” bujuk Dini. Juan menghela napas kecil, lalu tersenyum. “Baiklah, aku akan ke sana dalam lima belas menit.” Setelah merapikan berkas-berkasnya, Juan segera meninggalkan kantornya dan menuju

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 122

    Pagi itu, Juan sudah berdiri di depan cermin, merapikan dasi dengan ekspresi serius. Sejak ia memutuskan untuk lebih seimbang antara karier dan keluarga, ada banyak hal yang harus ia atur. Namun, pagi ini terasa lebih spesial. Dini masuk ke kamar dengan secangkir kopi di tangan, menyandarkan tubuhnya di pintu sambil memperhatikan suaminya yang terlihat gagah dengan setelan jas. “Hari ini sidang penting, ya?” Juan menoleh, tersenyum, lalu mengambil cangkir dari tangan Dini. “Iya. Kasus ini cukup rumit, tapi aku yakin bisa menanganinya.” Dini mendekat, membetulkan kerah kemeja suaminya dengan penuh perhatian. “Aku yakin juga. Kamu selalu bisa menyelesaikan semua masalah dengan kepala dingin.” Juan tersenyum sambil mengecup kening Dini. “Terima kasih, sayang. Dukunganmu selalu jadi kekuatanku.” Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki kecil yang berlari menuju kamar mereka. Dean muncul di ambang pintu dengan piyama bergambar dinosaurus, matanya masih mengantuk. “Papa mau pergi?”

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 121

    Pagi itu, matahari mulai naik, menerangi rumah kecil yang kini penuh kehangatan. Dini sudah lebih dulu bangun dan menyiapkan sarapan, sementara Juan masih sibuk di ruang kerjanya, membaca beberapa berkas kasus yang harus ia tangani. Di dapur, Dean yang sudah rapi dengan pakaian bermainnya duduk di kursi tinggi, menggoyang-goyangkan kakinya sambil menunggu sarapan. “Mama, hari ini kita mau ke mana?” tanyanya dengan penuh semangat. Dini tersenyum sambil menuangkan susu ke dalam gelas kecil. “Hari ini kita mau ke taman, sayang. Papa juga ikut.” Dean bersorak kecil. “Yeay! Papa ikut!” Juan, yang baru saja selesai dari ruang kerjanya, berjalan ke dapur dengan senyum mengembang. “Siapa yang senang Papa ikut?” tanyanya pura-pura tak tahu. Dean langsung turun dari kursinya dan berlari memeluk Juan. “Aku! Papa janji nggak kerja terus, kan?” Juan menggendong Dean dan mengacak-acak rambutnya dengan lembut. “Papa janji hari ini cuma buat Dean dan Mama.” Dini menatap mereka dengan se

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 120

    Malam di rumah Juan dan Dini terasa begitu tenang. Setelah seharian menghabiskan waktu bersama Dean, mereka akhirnya bisa duduk berdua di ruang keluarga. Juan sedang membaca sebuah dokumen penting di laptopnya, sementara Dini sibuk menyulam kain dengan motif bunga yang cantik. “Besok kamu ada jadwal sidang lagi?” tanya Dini tanpa mengalihkan pandangannya dari sulamannya. Juan mengangguk. “Iya, kasus ini cukup besar. Aku harus memastikan semua bukti dan argumenku kuat. Lawan kita kali ini cukup licik.” Dini menatap Juan dengan khawatir. “Hati-hati, ya. Kamu tahu aku selalu mendukungmu, tapi aku juga nggak mau kamu terlalu terbebani.” Juan tersenyum, lalu menutup laptopnya dan mendekat ke arah Dini. “Aku tahu. Kamu selalu jadi alasan kenapa aku bisa bekerja dengan baik. Aku nggak akan berlebihan, janji.” Dini tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Juan. “Baiklah. Aku percaya padamu.” *** Keesokan paginya, Juan berangkat lebih awal ke kantornya. Saat tiba, ia

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status