"Gak, Tante! Alice gak mau!" teriak seorang gadis terhadap wanita yang lebih tua darinya.
Suasana rumah itu menjadi kacau tatkala gadis tersebut menolak tawaran dari tantenya. Sementara, wanita yang disebut sebagai tante itu pun mulai naik pitam.
"Kamu itu anak bandel, ya! Sudah untung aku kasih kamu makan. Sekarang, malah melawan pula! Kamu harus cari uang dengan menerima tawaran ini!"
Perkataan tersebut menjadi tamparan bagi gadis bernama Alice. Ia disuruh untuk menjadi wanita kontrak semenjak terdapat seorang lelaki yang berkunjung di rumah beberapa jam lalu. Lelaki tersebut sangat terpesona dengan kecantikan Alice sehingga mengusulkannya menjadi wanita kontrak dan melayani dengan penuh hasrat.
Alice tetap saja menolak tawaran tersebut. Selama ini, ia tidak ingin melakukan pekerjaan itu. Karena sudah melewati batas kesabaran, akhirnya tantenya pun menampar dengan keras.
"Tante Mona, hentikan!" rintih perempuan berambut panjang terurai itu dengan deraian air mata yang semakin deras.
"Kamu ini gak tahu malu, ya! Kalau kamu menerima tawaran dia, sudah pasti kita akan kaya raya. Terus, sekarang kamu malah gak mau uang yang banyak itu?" Tante Mona dengan keras mencengkeram dagu keponakannya sekeras mungkin, membuat Alice kesakitan dan merintih.
Tanpa pikir panjang, Tante Mona pergi ke luar kamar dan langsung menelepon lelaki yang baru saja bertamu ke rumah. Ia akan memintanya untuk segera menjemput Alice yang pada saat itu benar-benar belum siap. Entah, mengapa cobaan besar itu terjadi padanya tanpa kenal waktu.
Setelah beberapa saat menelepon, akhirnya wanita paruh baya itu tersenyum. Sudah dipastikan bahwa lelaki tersebut setuju untuk menjemput Alice ke rumah. Dengan perasaan girang, ia langsung menghampiri Alice yang masih berada di dalam kamar.
"Sekarang, lelaki itu akan menjemput kamu. Kamu harus cari uang sebanyak-banyaknya dari dia. Anggap saja itu upah untuk saya karena sudah memberi kau makan dan tempat tinggal!"
Bagai petir di siang bolong, Alice menjadi terguncang. Ia tidak dapat berkata apa-apa lagi setelah itu. Semenjak orang tuanya tiada, entah mengapa ujian datang silih berganti.
Tanpa pikir panjang, Tante Mona menyuruh gadis berkulit putih itu untuk berganti baju. Ia mengambil baju dalam lemari dan menyiapkannya dengan sebaik mungkin. Alice merasa terkejut ketika sang tante mengeluarkan berbagai baju yang kurang bahan.
"Tante, kenapa aku harus pakai baju seperti ini? Aku gak mau, Tante! Aku gak mau!"
Tante Mona berpaling terbelalak. Ia mulai marah dan berkata jika baju tersebut adalah pemberian dari lelaki misterius itu. Ia tidak ingin Alice berbicara lagi mengenai apa pun dan harus menerima apa yang menjadi takdir. Namun, sungguh Alice tidak ingin hal itu terjadi.
Setelah beberapa saat Tante Mona menyuruh Alice untuk berganti pakaian, akhirnya ia membantunya berdandan dengan cantik. Air mata yang masih mengalir deras pun langsung dihapus dengan keras menggunakan kain. Alice memandangi dirinya di dalam cermin sebagai gadis yang rapuh.
"Sekarang, kamu gak boleh nangis di hadapan dia. Nanti, turuti saja apa yang dia mau. Yang penting, kamu harus pulang dengan uang yang banyak," bisik wanita itu dengan penuh tegas.
Alice masih tidak percaya dengan semua ini. Ia tidak berdaya, semuanya terjadi begitu cepat. Antara mimpi atau nyata, dirinya ingin jika semua ini hanyalah mimpi. Namun, tentu hal itu tidak akan terjadi.
Dengan balutan gaun merah marun disertai rambut yang begitu panjang terurai, Alice masih tidak percaya bahwa dirinya akan berpakaian seperti itu. Wajahnya yang begitu cantik terlihat tidak begitu surut walau menampakkan wajah murung.
Tak beberapa lama kemudian, terdengar suara klakson mobil di luar rumah berlantai dua itu. Tante Mona pun menyunggingkan senyum tatkala dirinya tahu jika itu adalah lelaki yang akan menjadi pundi-pundi uang baginya.
"Sekarang, dia sudah di luar. Cepat! Kamu harus keluar dan ingat! Kamu gak boleh nangis atau bikin malu sama dia!"
Alice yang tertekan hanya mengangguk. Mereka berdua langsung keluar dari kamar dan menghampiri pintu utama. Setelah dibuka, rupanya lelaki itu sudah berada di depan. Tampilannya yang memakai kemeja berkerah terbuka dengan jas hitam membuat semua orang pasti terpukau melihatnya.
"Eh, Cavin. Kamu datang cepat sekali rupanya. Ini, gadis yang sudah lama kamu tunggu-tunggu, bukan?" Tante Mona mendorong tangan Alice dengan genggaman yang begitu kuat.
Lelaki yang bernama Cavin menatap Alice dengan begitu kuat dan lama. Ia terpesona dengan kecantikannya yang begitu natural. Sementara, gadis itu tetap saja menunduk seolah-olah tak tertarik dengan sosok yang berada tepat di depan.
"Kamu anggun sekali memakai gaun merah itu," ucap lelaki bertubuh tinggi tersebut dengan memuji.
Alice merasa jijik mendengarnya. Ia menatapnya sekilas, terlihat bahwa lelaki tersebut pasti kaya raya dan sering digandrungi banyak wanita di luar sana.
Setelah beberapa saat memandang kecantikan Alice, Cavin langsung mengajaknya sembari bergenggaman tangan. Tante Mona hanya tersenyum sambil melambai. Akhirnya, rencana yang telah disusun pun berhasil.
Alice dipersilakan duduk di depan mobil. Sebelum itu, Cavin membuka pintu mobil dengan begitu pelan dan menyuruh Alice duduk layaknya seorang ratu. Gadis itu pun masuk dengan perasaan yang kecewa dan terpaksa. Entah, apa yang akan terjadi selanjutnya.
Akhirnya, mereka berdua telah berada di dalam mobil hitam itu. Tak lama kemudian, mobil tersebut melaju dan meninggalkan Tante Mona yang masih berdiri.
"Kalau dia berhasil dapat uang banyak, dia harus terima lagi tawaran dari lelaki itu," ucapnya sembari menyunggingkan senyum yang begitu puas.
Di perjalanan, Alice hanya berfokus di satu arah. Pandangannya tertuju pada kaca pintu mobil yang berada di samping. Hal itu berbanding terbalik dengan Cavin yang sering menoleh ke arahnya dengan mata yang tak puas memandang kecantikan Alice di malam hari.
"Oh, ya. Nama kamu siapa?" tanya lelaki berjenggot tipis itu.
"Alice."
Mendengar jawaban singkat itu, Cavin hanya tersenyum kecil saja. Sementara, Alice masih khawatir. Entah akan ke mana dirinya akan dibawa saat itu. Jantung berdegup dengan kencang, air mata seolah-olah ingin tumpah kembali meski terus ditahan.
"Kamu cantik sekali malam ini, Sayang."
Alice terbelalak mendengarnya. Ia merasa tidak nyaman ketika lelaki tampan tersebut memanggilnya sayang. Namun, gadis dengan bibir tipis itu mencoba untuk menjaga penampilan supaya tidak terlihat takut.
Setelah itu, Cavin mencoba untuk menyentuh tangan Alice. Dengan perlahan, tangannya bergerak dan meraih tangan Alice yang begitu lembut. Ketika merasakan hal tersebut, gadis berumur dua puluh tahun itu terkejut. Ia mencoba untuk menarik kembali tangan yang sempat dipegang oleh Cavin. Dirinya mulai menunjukkan amarahnya.
"Jangan coba-coba sentuh aku!"
Cavin terkejut ketika melihat reaksi Alice. Ia segera menarik kembali tangannya yang hampir saja menyentuh tangan putih milik Alice. Bukannya marah, lelaki itu tetap saja menggoda Alice yang saat itu sudah naik pitam."Kamu jangan marah-marah, Sayang. Nanti, kecantikan kamu bisa hilang," katanya dengan nada yang lemah lembut.Alice merasa jijik mendengarnya. Ia ingin sekali untuk cepat-cepat keluar dari mobil. Namun, dirinya tidak dapat melakukan hal itu. Perempuan tersebut mencoba untuk mengikuti jalan alurnya."Pak, Bapak bisa lakukan apa pun terhadap saya, tapi izinkan saya memberikan batasan untuk Bapak juga," kecam Alice dengan pandangan tetap mengarah ke depan.Cavin mengernyit, ia tahu jika perempuan itu belum mengerti mengenai kegiatan yang akan dilaluinya malam ini. Lantas, lelaki tersebut hanya mengiakan saja sembari tetap berfokus untuk menyetir mobil.Setengah jam kemudian, mobil tersebut telah sampai di suatu tempat. Tempat itu sangatlah ramai dengan berbagai lampu yang b
Di malam itu, Alice melayani Cavin dengan penuh hasrat. Di atas tempat tidur, Cavin merasa senang. Entah ke berapa kali Alice melayani kembali pria yang lebih tua darinya. Hal itu bertujuan supaya mendapatkan uang banyak yang telah dijanjikan Cavin sebelumnya.Setelah beberapa ronde mereka lalui, akhirnya permainan pun selesai. Cavin merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh Alice. Pria tersebut sedang mengancingkan kemeja dan memakai jas kembali.Jam telah menunjukkan pukul dua belas malam. Di waktu tersebut, Alice seharusnya sudah tidur. Namun, ternyata dirinya berada di tempat yang tidak diinginkan."Ayo, Sayang! Kita harus pulang."Perkataan Cavin membuat Alice merasa senang. Sudah lama dirinya menantikan hal itu. Ia muak dengan segala yang terjadi di diskotik, terlebih melayani Cavin terus-menerus.Mereka berdua turun dari lantai dua. Diskotik masih ramai akan pengunjung, mereka tidak lelah sama sekali untuk membuang waktu dan bersenang-senang.Sementara, Mami Bella mengha
Setelah tidur yang begitu panjang, Alice terbangun di siang hari. Ia merasakan tubuh yang begitu lemas. Dirinya berniat untuk mandi terlebih dahulu dan makan untuk memulihkan tenaga.Sebelum itu, gadis berambut panjang tersebut melirik penampilannya sekilas di depan cermin. Sungguh, ia merasa terhina sekali. Tubuhnya yang dibalut dengan gaun merah seolah-olah tidak mencerminkan perilakunya. Alice yang kini sudah berantakan akhirnya mengakui kesalahan."Kenapa aku menerima tawaran itu? Kalau aku nggak menerimanya, pasti aku nggak akan seperti ini."Untuk menghilangkan semua pikiran mengenai kejadian kemarin, Alice mengambil handuk dan segera bergegas ke kamar mandi. Ia tidak ingin kehidupannya membayangkan hal itu lagi. Ingatan Cavin berusaha dihilangkan meski rasanya sia-sia saja.Setelah mandi, Alice memakai pakaian yang sesuai dengan selera. Gaun merah yang kemarin dipakai akhirnya disimpan di tempat pencucian. Di saat dirinya sudah tampil segar, ia mulai beranjak menuju dapur untuk
Alice mulai bangkit, ia mencoba untuk lari. Namun, langkahnya tiba-tiba saja dihentikan oleh seorang satpam yang bertugas di luar."Nona yang bernama Alice, 'kan?" Satpam tersebut tiba-tiba saja mengetahui namanya.Alice merasa terkejut, dari mana satpam itu tahu namanya? Satpam tersebut menjelaskan bahwa seorang pria kaya bernama Cavin telah memintanya supaya Alice tidak bisa keluar dari rumah makan itu."Nona segera masuk kembali, kalau tidak nanti Bos Cavin akan memarahi saya!" ungkap satpam tersebut.Ia menjadi tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Entah mengapa semua orang seolah-olah mengenal sosok Cavin. Apakah memang dirinya benar-benar orang yang terhormat dan terkaya di dunia ini? Apakah keinginan orang itu selalu terpenuhi?Alice pun dipaksa kembali untuk masuk ke rumah makan dan duduk di tempat makan kembali. Ia merasa heran dengan tingkah laku sendiri ataupun perilaku Cavin yang dinilai terlalu berlebihan.Di sisi lain, Cavin menghampiri seorang pelayan. Ia memesan dua