Di malam itu, Alice melayani Cavin dengan penuh hasrat. Di atas tempat tidur, Cavin merasa senang. Entah ke berapa kali Alice melayani kembali pria yang lebih tua darinya. Hal itu bertujuan supaya mendapatkan uang banyak yang telah dijanjikan Cavin sebelumnya.
Setelah beberapa ronde mereka lalui, akhirnya permainan pun selesai. Cavin merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh Alice. Pria tersebut sedang mengancingkan kemeja dan memakai jas kembali.
Jam telah menunjukkan pukul dua belas malam. Di waktu tersebut, Alice seharusnya sudah tidur. Namun, ternyata dirinya berada di tempat yang tidak diinginkan.
"Ayo, Sayang! Kita harus pulang."
Perkataan Cavin membuat Alice merasa senang. Sudah lama dirinya menantikan hal itu. Ia muak dengan segala yang terjadi di diskotik, terlebih melayani Cavin terus-menerus.
Mereka berdua turun dari lantai dua. Diskotik masih ramai akan pengunjung, mereka tidak lelah sama sekali untuk membuang waktu dan bersenang-senang.
Sementara, Mami Bella menghampiri Cavin dengan jalan yang sengaja dilenggokkan.
"Bagaimana malam kalian? Apa kalian puas dengan kamarnya?" tanya Mami Bella tidak berhenti tersenyum.
"Sangat puas, Mami. Lain kali, Mami siapkan yang lebih spesial lagi supaya aku dan dia bisa bersenang-senang."
Alice menatap nanar mereka berdua. Ia sudah lelah dengan yang terjadi di malam itu. Sungguh, dalam hati merasa kesal karena sudah menerima tawaran itu. Namun, hal tersebut dikarenakan uang sebagai penopang hidup.
Cavin merangkul Alice dan mengajaknya ke luar diskotik. Mereka kembali ke mobil untuk segera pulang.
Di perjalanan, Alice hanya bisa termenung. Ia mencoba untuk melupakan hal yang sudah terjadi. Untuk ke depannya, ia mencoba untuk menolak dan mempertahankan status sebagai perempuan feminim, bukan kupu-kupu malam lagi.
"Kamu sangat bergairah. Baru kali ini, saya menemukan perempuan seperti kamu."
Alice tetap diam saja meski Cavin mengajak bicara. Ternyata, pria itu sudah bertemu dengan banyak perempuan di sana untuk memuaskan keinginan. Sungguh, hal macam apa itu? Memburu berbagai wanita dan membayarnya dengan bayaran yang mahal bukanlah hal yang baik.
Tak beberapa lama kemudian, akhirnya mobil telah sampai di rumah lantai dua. Rumah yang sangat tidak diinginkan oleh Alice karena mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari Tante Mona.
"Sayang, ini bayaran kamu." Cavin memberikan sejumlah uang yang begitu tebal dan banyak.
Alice menerimanya meski tidak mengharapkan uang dari hasil yang tak diinginkan. Lalu, dengan cepat keluar dari mobil tanpa dipersilakan oleh Cavin terlebih dahulu.
"Berhenti!" Tiba-tiba, lelaki tersebut menghentikan langkahnya.
"Lain kali, kamu layani saya lagi, ya!"
Alice merasa ingin marah, ia tidak peduli dengan perkataan tersebut dan segera pergi berlalu menuju rumah. Sementara, Cavin hanya tersenyum jahat memandangi Alice yang berjalan dengan cepat.
Sesampainya di depan rumah, perempuan itu menekan bel. Namun, pintu tak kunjung dibuka. Alice mencoba untuk menekan tombol bel kembali.
"Tante, tolong buka!" teriak Alice sembari mengetuk pintu.
Alice berpikir bahwa orang rumah sudah tidur lelap. Ya, di waktu saat ini pastinya Tante Mona sudah berada di kamar dan tidak mendengar suara bel. Lantas, perempuan itu mencoba untuk mencari cara supaya dapat memasuki rumah.
Akan tetapi, semua jendela dan pintu belakang sudah tertutup. Tidak ada harapan lagi, Alice hanya bisa tidur di luar sambil menunggu orang rumah membuka pintu. Sungguh, nasib malang mulai menimpa gadis tak bersalah itu.
Setelah beberapa jam, akhirnya fajar mulai menyingsing. Terlihat Alice yang tertidur bersandar di samping pintu utama. Kedua tangannya menyangga lengan sebagai pertanda bahwa dirinya kedinginan. Hal itu wajar saja karena perempuan itu berpakaian yang ketat.
Pintu pun terbuka, terlihat Tante Mona yang baru saja terbangun dari tidur. Wanita itu terkejut ketika melihat Alice yang tidur di luar.
"Hei, bangun!" Tante Mona menggoyangkan tubuh gadis tersebut dengan kasar.
Alice perlahan membuka mata. Akhirnya, ia merasa senang setelah Tante Mona keluar dan membuka pintu. Ia bangkit dan merasakan tubuhnya yang demam.
"Mana uang hasil kerja kamu?" Tanpa berpikir panjang, Tante Mona langsung menadahkan tangan dan meminta uang yang didapat dari Cavin semalam.
Alice hanya membulatkan mata. Tidak disangka jika tantenya tidak peduli dengannya. Ia hanya memedulikan uang dari hasil malam tadi.
"Mana uangnya? Cepat!"
Tante Mona langsung merebut uang yang sejak tadi disembunyikan oleh Alice di belakang. Ia tampak bahagia ketika melihat jumlah dan ketebalan uang tersebut. Lantas, dirinya segera masuk kembali ke rumah tanpa bertanya kepada Alice apakah membutuhkan sesuatu atau tidak.
Gadis itu menitikkan air mata, ia menangis sedalam mungkin. Setelah ditahan semalaman, akhirnya ia bisa mengeluarkan emosi dengan puas. Dengan cepat, Alice pergi menuju kamar dan meluapkan segala kesedihan di dalam.
Setelah berada di dalam, ia langsung merebahkan tubuh di kamar secara tengkurap. Air mata semakin deras tanpa harus diundang terlebih dahulu. Entah mengapa Tante Mona berani berbuat sekeji itu padanya. Ia merindukan kedua orang tua yang saat ini mungkin sudah berada di surga. Andai jika kedua orang tuanya tidak pergi dengan begitu cepat, kehidupannya tidak seperti sekarang.
"Kenapa aku harus melalui kehidupan seperti ini?" Alice merutuk, ingin rasanya pergi dari dunia ini untuk menyusul sang ayah dan juga ibunya.
Setelah sedih berkepanjangan, Alice pun seketika tidur. Ia merasa lelah dengan apa yang dilakukan kemarin malam. Sungguh, malam itu merupakan kejadian yang terburuk dan tidak ingin terjadi lagi di masa yang akan datang.
Sementara, Cavin saat ini sedang berada di rumah. Ia menghadap jendela dengan pandangan yang tertuju pada halaman dan kolam renang yang begitu luas di pekarangan. Di tangannya terdapat sebuah ponsel. Ia sedang mencari kontak Tante Mona untuk dihubungi.
"Halo?" Cavin mendekatkan ponsel ke telinga untuk berbicara dengan lawan bicaranya.
"Halo, Cavin. Apa kabar? Bagaimana malam kemarin? Apa kamu senang dengan Alice?" tanya Tante Mona begitu penasaran.
Cavin hanya tersenyum kecil saja. Lelaki bertubuh jangkung itu sangat menyukai Alice. Ia memuji kecantikan dan pelayanan gadis itu. Tidak heran jika dirinya memberikan bayaran yang begitu banyak terhadapnya.
Tiba-tiba saja, Tante Mona menawarkan kembali Alice untuk dijadikan sebagai wanita kontrak. Bahkan, ia akan mendaftarkan Alice sebagai klien tetap kepada Cavin.
"Apa Tante nggak keberatan kalau dia menjadi klien tetap saya?" tanya Cavin sekali lagi.
"Nggak, dong. Demi kamu, apa pun bisa diperoleh."
Akhirnya, Cavin menyetujui usulan tersebut. Tante Mona merasa senang karena bisa mengeruk banyak uang dari Cavin. Dirinya tinggi membujuk Alice supaya menerima kembali tawaran atau bahkan menjadi wanita pemuas untuk selamanya.
"Anak yatim piatu itu membawa keberuntungan juga ternyata," batinnya.
Setelah tidur yang begitu panjang, Alice terbangun di siang hari. Ia merasakan tubuh yang begitu lemas. Dirinya berniat untuk mandi terlebih dahulu dan makan untuk memulihkan tenaga.Sebelum itu, gadis berambut panjang tersebut melirik penampilannya sekilas di depan cermin. Sungguh, ia merasa terhina sekali. Tubuhnya yang dibalut dengan gaun merah seolah-olah tidak mencerminkan perilakunya. Alice yang kini sudah berantakan akhirnya mengakui kesalahan."Kenapa aku menerima tawaran itu? Kalau aku nggak menerimanya, pasti aku nggak akan seperti ini."Untuk menghilangkan semua pikiran mengenai kejadian kemarin, Alice mengambil handuk dan segera bergegas ke kamar mandi. Ia tidak ingin kehidupannya membayangkan hal itu lagi. Ingatan Cavin berusaha dihilangkan meski rasanya sia-sia saja.Setelah mandi, Alice memakai pakaian yang sesuai dengan selera. Gaun merah yang kemarin dipakai akhirnya disimpan di tempat pencucian. Di saat dirinya sudah tampil segar, ia mulai beranjak menuju dapur untuk
Alice mulai bangkit, ia mencoba untuk lari. Namun, langkahnya tiba-tiba saja dihentikan oleh seorang satpam yang bertugas di luar."Nona yang bernama Alice, 'kan?" Satpam tersebut tiba-tiba saja mengetahui namanya.Alice merasa terkejut, dari mana satpam itu tahu namanya? Satpam tersebut menjelaskan bahwa seorang pria kaya bernama Cavin telah memintanya supaya Alice tidak bisa keluar dari rumah makan itu."Nona segera masuk kembali, kalau tidak nanti Bos Cavin akan memarahi saya!" ungkap satpam tersebut.Ia menjadi tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Entah mengapa semua orang seolah-olah mengenal sosok Cavin. Apakah memang dirinya benar-benar orang yang terhormat dan terkaya di dunia ini? Apakah keinginan orang itu selalu terpenuhi?Alice pun dipaksa kembali untuk masuk ke rumah makan dan duduk di tempat makan kembali. Ia merasa heran dengan tingkah laku sendiri ataupun perilaku Cavin yang dinilai terlalu berlebihan.Di sisi lain, Cavin menghampiri seorang pelayan. Ia memesan dua
"Gak, Tante! Alice gak mau!" teriak seorang gadis terhadap wanita yang lebih tua darinya.Suasana rumah itu menjadi kacau tatkala gadis tersebut menolak tawaran dari tantenya. Sementara, wanita yang disebut sebagai tante itu pun mulai naik pitam."Kamu itu anak bandel, ya! Sudah untung aku kasih kamu makan. Sekarang, malah melawan pula! Kamu harus cari uang dengan menerima tawaran ini!"Perkataan tersebut menjadi tamparan bagi gadis bernama Alice. Ia disuruh untuk menjadi wanita kontrak semenjak terdapat seorang lelaki yang berkunjung di rumah beberapa jam lalu. Lelaki tersebut sangat terpesona dengan kecantikan Alice sehingga mengusulkannya menjadi wanita kontrak dan melayani dengan penuh hasrat.Alice tetap saja menolak tawaran tersebut. Selama ini, ia tidak ingin melakukan pekerjaan itu. Karena sudah melewati batas kesabaran, akhirnya tantenya pun menampar dengan keras."Tante Mona, hentikan!" rintih perempuan berambut panjang terurai itu dengan deraian air mata yang semakin deras.
Cavin terkejut ketika melihat reaksi Alice. Ia segera menarik kembali tangannya yang hampir saja menyentuh tangan putih milik Alice. Bukannya marah, lelaki itu tetap saja menggoda Alice yang saat itu sudah naik pitam."Kamu jangan marah-marah, Sayang. Nanti, kecantikan kamu bisa hilang," katanya dengan nada yang lemah lembut.Alice merasa jijik mendengarnya. Ia ingin sekali untuk cepat-cepat keluar dari mobil. Namun, dirinya tidak dapat melakukan hal itu. Perempuan tersebut mencoba untuk mengikuti jalan alurnya."Pak, Bapak bisa lakukan apa pun terhadap saya, tapi izinkan saya memberikan batasan untuk Bapak juga," kecam Alice dengan pandangan tetap mengarah ke depan.Cavin mengernyit, ia tahu jika perempuan itu belum mengerti mengenai kegiatan yang akan dilaluinya malam ini. Lantas, lelaki tersebut hanya mengiakan saja sembari tetap berfokus untuk menyetir mobil.Setengah jam kemudian, mobil tersebut telah sampai di suatu tempat. Tempat itu sangatlah ramai dengan berbagai lampu yang b