Di perjalanan pulang menuju apartemen. Fania terdiam memikirkan dua orang itu. Namun, hal itu membuat Devan yang melihat ke arah istrinya di buat bingung.“Kamu kenapa, sih? Kok, diam terus sedari tadi?” tanya Devan penasaran.“Nggak apa, Mas. Cuman tadi aku lihat seseorang.” Fania berkata kepada suaminya yang masih menatap dirinya.“Seseorang? Teman kamu?”Fania menggeleng. “Bukan, Mas. Dia—Shanum dan Riko!”Devan terkejut. “Kamu serius?”“Seriuslah, Mas. Masa aku mengada-ngada, sih! Kok, aku agak gimana, ya, Mas. Bukan, aku cemburu, enggak sama sekali. Tapi, aku merasa kasihan saja sama Shanum. Meski dia jahat ke aku, tetapi kalo dia ternyata berhubungan dengan Riko. Kayanya kasihan saja, deh. Aku tahu Riko tuh buaya darat!” ungkap Fania panjang lebar.Devan mengangguk. “Iya siapa tahu, Riko sudah berubah. Kan, kamu tidak tahu dia sekarang kaya gimana!” terang Devan.Fania terdiam. Mungkin ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh suaminya. Mungkin Riko sudah berubah. Dan ia juga ti
Setelah menekan tombol terkirim, dan mengirimkan sejumlah uang dengan nominal lumayan besar. Ia langsung memblokir nomor Widya dan juga menghapusnya. Ia menghapus seluruh tentang Widya, tentunya foto-foto kebersamaan mereka yang hampir bersama kurang lebih satu tahun.Riko bahkan tidak merasa bersalah ataupun iba sedikit pun. Karena, ini sudah menjadi sifatnya, meninggalkan seorang wanita jika ia sudah puas melakukan apa yang ia mau. Untung saja, saat bersama Fania. Ia tidak bertindak macam-macam, palingan hanya sekedar berciuman. Itu yang mereka lakukan.Riko selalu melampiaskan h****tnya bersama wanita lain. Karena, hatinya memang begitu besar mencintai Fania. Ia tidak ingin merusak kehormatan wanita yang ia cintai. Namun, kenyataannya, Fania malah memutuskan sebelah pihak dan diam-diam menikah dengan pria lain. Kabar yang sangat mengejutkan bahkan membuat dirinya patah hati dan sangat terpuruk.Riko mematikan ponselnya, ia lebih baik beristirahat. Karena esok pagi, rencananya ia ak
Setelah menarik tangannya dari sudut bibir Riko. Riko pun hanya tersenyum melihat aksi dari wanita di hadapannya kini. Hatinya semakin senang saat merasakan sentuhan jemari dari wanita yang sudah membuat hatinya terasa berbeda.“Terima kasih, Sha.” Hanya itu ucapan yang keluar dari mulut Riko.Shanum pun mengangguk canggung. Ia lebih memilih untuk menghabiskan makanannya. Alih-alih untuk menghilangkan rasa debaran di hatinya yang sedari tadi ia rasakan tak kunjung mereda.Tidak ada obrolan apa pun. Baik Shanum dan Riko, mereka lebih memilih fokus di makanan yang ia makan. Obrolan yang seru tadi pun hilang begitu saja. Di antara mereka hanya ada rasa kecanggungan di antara keduanya.Setelah makanan tertandas habis. Riko pun beranjak dari kursi untuk membayar. Lalu ia mengajak Shanum untuk keluar kedai.“Hem, kamu mau ke mana? Ada rekomendasi tempat wisata yang ingin kamu kunjungi?” tanya Riko saat mereka berjalan ke arah hotel.Shanum menggeleng. “Aku nggak tahu wisata di sini ada apa
Karina tersenyum malu-malu mendengar ucapan dari sahabatnya itu. Tanpa di sadari, sang empu rumah kini sudah berada di ruang makan. Mendengar kata selamat ia pun langsung bertanya.“Selamat kenapa, Sayang?” tanya Devan saat berdiri di belakang sang istri.Fania yang masih tertawa. Ia pun membalikkan badannya ke arah suara suaminya itu.“Eh, Mas. Sudah selesaikah?” tanya Fania yang diangguki oleh Devan.“Kalian, bahas apa, kok, ngucapin selamat?” tanya Devan lagi yang masih penasaran.Fania tersenyum mendengarnya. Sementara Reihan dan Karina tampak malu-malu.“Ini lho, Mas. Karina bergaris berdua,” ucap Fania sembari terkikik.“Wah, selamat, ya. Kalian ngebut apa gimana nih?” ledek Devan kepada asistennya yang tersipu.“Ah, Tuan. Bisa aja, saya juga kaget, Tuan. Diberi kepercayaan secepat ini,” ujar Reihan membalas jabatan tangan dari bosnya.“Baguslah, tidak masalah. Harus disyukuri, Rei.” Devan menjawab, lalu kini ia berkata lagi, “Selamat ya, Rin.” Devan memberi ucapan selamat kepad
Setelah menatap ke pria asing itu. Fania pun melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah. Dan ingatan akan terbongkarnya perjanjian yang ia buat kini terlintas kembali saat ia tiba di ruang tengah keluarga.“Maafkan Fania, Pah. Andai saja aku tidak membuat perjanjian konyol itu. Pasti, Papah tidak akan pernah mengusir aku dari rumah ini. Aku sangat menyesal, Pah.” Fania bergumam dalam hati saat ia berdiri di ruang tengah. Buliran cairan bening yang menetes di pipi pun ia usap.Fania enggan mengingat momen menyedihkan saat itu. Ia datang ke sini karena ia merindukan ayahnya. Dan juga, ia ingin memberikan oleh-oleh yang ia beli saat berlibur di Paris.“Pagi, Pah!” sapa Fania saat tiba di ruang makan keluarga.Alnando bahkan sampai terkejut melihat kedatangan putri kandungnya itu.“Hai, Tiffania. Putriku,” sahut Alnando dengan beranjak dari kursi menghampiri sang anak.Bibirnya Alnando begitu mengembang melihat kedatangan Fania secara tiba-tiba. Setelah mendekat ke arah putrinya. Alnando
Fania pun kini pamit kepada bi Iyas yang mengantarkan ke depan rumahnya. Sementara ibu tirinya, dia pergi entah ke mana, setelah mengantar ayahnya, dia tidak menampakkan dirinya lagi.“Bi, jangan bilang siapa-siapa, ya. Kalo aku tanya-tanya tentang asisten Papah yang baru,” ucap Fania saat ia hendak masuk ke mobil.“Siap, Non. Bibi akan tutup mulut,” sahut Iyas. “Oh ya, satu lagi, Bi.” Fania berkata sembari menengok ke kanan dan kiri. Setelah itu dia membisikan beberapa kalimat di dekat telinga bi Iyas.Tidak lama bi Iyas pun mengangguk.“Siap, Non. Akan Bibi lakukan,” kata Iyas tersenyum.Fania langsung mengucapkan terima kasih karena bi Iyas bisa diandalkan.“Ya, sudah, Bi. Aku pulang dulu, ya. Jangan lupa, kasih kabar ke aku terus, ya, Bi,” titah Fania saat ia sudah duduk di dalam mobil.Iyas mengangguk sembari melambaikan tangannya melihat mobil anak majikannya kini melaju.Pak Joko yang sudah membukakan pintu gerbang, ia tersenyum kepada Fania dan juga kepada pak Aris yang seng
Devan dan Fania saling terkejut saat tatapan mereka bertemu. Dua wanita yang berjalan ke arah Devan salah satunya adalah istrinya sendiri.“Sayang, kamu kok di sini?” tanya Devan lagi penasaran. Karena ia tahu istrinya tadi pagi berpamitan ke rumah ayahnya.“Eh, Mas. Kamu ngapain di sini?” Fania bukannya menjawab dia malah berbalik tanya.Mau tidak mau, Devan akhirnya mengalah untuk menjawab lebih dulu.“Aku sedang survei lokasi toko bungamu. Dan bangunan ini yang akan menjadi tempat usaha kamu nanti,” sahut Devan. “Kamu sendiri, kenapa ada di sini? Bukannya tadi pagi pamit ke rumah Papah?” Devan langsung mencecar pertanyaan yang belum di jawab oleh istrinya.Fania malah tertawa. “Aku sudah ke rumah, Papah. Tapi, Papah ‘kan harus ke kantor, jadi aku mampir ke toko bunga temanku. Yang di seberang sana tuh,” unjuk Fania ke toko bunga bernama Vio Flower di seberang jalan.Devan mengangguk. “Syukurlah kalau kamu sudah ketemu Papah. Kirain belum,” kata Devan sembari menggarukkan rambutnya
Reihan seketika langsung menghilangkan rasa penasarannya pada sosok lelaki yang menurutnya tidak asing. Apalagi Alnando langsung menyambut dengan hangat kedatangan dirinya dan bosnya.“Sore, Pah,” sapa Devan saat sudah mendekat lalu bersalaman dan mereka pun saling berpelukan.“Apa kabarmu, Dev?” tanya Alnando dengan menyuruh menantunya untuk duduk.“Seperti yang Papah lihat,” sahut Devan tersenyum. “Papah sudah bertemu Fania?” tanya Devan basa basi.“Iya, sudah tadi pagi. Terima kasih untuk oleh-olehnya.” Alnando berkata sembari menatap Devan dengan hangat.Alnando sedikit berubah sekarang. Semenjak ia datang ke rumah sakit sewaktu istrinya di rawat. Alnando sikapnya lebih tenang dan hangat kepadanya. Devan sangat menyukai hal ini, dan ia pun berharap sikap mertuanya akan seterusnya seperti ini kepada dirinya, terutama istrinya.“Oh ya, Pah. Sebelum kita membahas pekerjaan. Ada yang ingin aku sampaikan, jika bulan depan papahku akan menikah. Dan papahku mengundang papah untuk datang.