Setelah menatap ke pria asing itu. Fania pun melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah. Dan ingatan akan terbongkarnya perjanjian yang ia buat kini terlintas kembali saat ia tiba di ruang tengah keluarga.“Maafkan Fania, Pah. Andai saja aku tidak membuat perjanjian konyol itu. Pasti, Papah tidak akan pernah mengusir aku dari rumah ini. Aku sangat menyesal, Pah.” Fania bergumam dalam hati saat ia berdiri di ruang tengah. Buliran cairan bening yang menetes di pipi pun ia usap.Fania enggan mengingat momen menyedihkan saat itu. Ia datang ke sini karena ia merindukan ayahnya. Dan juga, ia ingin memberikan oleh-oleh yang ia beli saat berlibur di Paris.“Pagi, Pah!” sapa Fania saat tiba di ruang makan keluarga.Alnando bahkan sampai terkejut melihat kedatangan putri kandungnya itu.“Hai, Tiffania. Putriku,” sahut Alnando dengan beranjak dari kursi menghampiri sang anak.Bibirnya Alnando begitu mengembang melihat kedatangan Fania secara tiba-tiba. Setelah mendekat ke arah putrinya. Alnando
Fania pun kini pamit kepada bi Iyas yang mengantarkan ke depan rumahnya. Sementara ibu tirinya, dia pergi entah ke mana, setelah mengantar ayahnya, dia tidak menampakkan dirinya lagi.“Bi, jangan bilang siapa-siapa, ya. Kalo aku tanya-tanya tentang asisten Papah yang baru,” ucap Fania saat ia hendak masuk ke mobil.“Siap, Non. Bibi akan tutup mulut,” sahut Iyas. “Oh ya, satu lagi, Bi.” Fania berkata sembari menengok ke kanan dan kiri. Setelah itu dia membisikan beberapa kalimat di dekat telinga bi Iyas.Tidak lama bi Iyas pun mengangguk.“Siap, Non. Akan Bibi lakukan,” kata Iyas tersenyum.Fania langsung mengucapkan terima kasih karena bi Iyas bisa diandalkan.“Ya, sudah, Bi. Aku pulang dulu, ya. Jangan lupa, kasih kabar ke aku terus, ya, Bi,” titah Fania saat ia sudah duduk di dalam mobil.Iyas mengangguk sembari melambaikan tangannya melihat mobil anak majikannya kini melaju.Pak Joko yang sudah membukakan pintu gerbang, ia tersenyum kepada Fania dan juga kepada pak Aris yang seng
Devan dan Fania saling terkejut saat tatapan mereka bertemu. Dua wanita yang berjalan ke arah Devan salah satunya adalah istrinya sendiri.“Sayang, kamu kok di sini?” tanya Devan lagi penasaran. Karena ia tahu istrinya tadi pagi berpamitan ke rumah ayahnya.“Eh, Mas. Kamu ngapain di sini?” Fania bukannya menjawab dia malah berbalik tanya.Mau tidak mau, Devan akhirnya mengalah untuk menjawab lebih dulu.“Aku sedang survei lokasi toko bungamu. Dan bangunan ini yang akan menjadi tempat usaha kamu nanti,” sahut Devan. “Kamu sendiri, kenapa ada di sini? Bukannya tadi pagi pamit ke rumah Papah?” Devan langsung mencecar pertanyaan yang belum di jawab oleh istrinya.Fania malah tertawa. “Aku sudah ke rumah, Papah. Tapi, Papah ‘kan harus ke kantor, jadi aku mampir ke toko bunga temanku. Yang di seberang sana tuh,” unjuk Fania ke toko bunga bernama Vio Flower di seberang jalan.Devan mengangguk. “Syukurlah kalau kamu sudah ketemu Papah. Kirain belum,” kata Devan sembari menggarukkan rambutnya
Reihan seketika langsung menghilangkan rasa penasarannya pada sosok lelaki yang menurutnya tidak asing. Apalagi Alnando langsung menyambut dengan hangat kedatangan dirinya dan bosnya.“Sore, Pah,” sapa Devan saat sudah mendekat lalu bersalaman dan mereka pun saling berpelukan.“Apa kabarmu, Dev?” tanya Alnando dengan menyuruh menantunya untuk duduk.“Seperti yang Papah lihat,” sahut Devan tersenyum. “Papah sudah bertemu Fania?” tanya Devan basa basi.“Iya, sudah tadi pagi. Terima kasih untuk oleh-olehnya.” Alnando berkata sembari menatap Devan dengan hangat.Alnando sedikit berubah sekarang. Semenjak ia datang ke rumah sakit sewaktu istrinya di rawat. Alnando sikapnya lebih tenang dan hangat kepadanya. Devan sangat menyukai hal ini, dan ia pun berharap sikap mertuanya akan seterusnya seperti ini kepada dirinya, terutama istrinya.“Oh ya, Pah. Sebelum kita membahas pekerjaan. Ada yang ingin aku sampaikan, jika bulan depan papahku akan menikah. Dan papahku mengundang papah untuk datang.
Malam harinya seseorang tergesa-gesa datang ke sebuah hotel seperti yang sudah di janjikan oleh lawan bicaranya. Ya, orang itu adalah Angela. Orang yang tadi siang dihubungi oleh Beni melalui sambungan telepon.Angela langsung masuk ke kamar hotel yang sudah Beni beri tahu melalui via chat.Saat Angela masuk, Beni langsung memeluk tubuh rampingnya itu dengan erat.“Katakan, Ben? Aku penasaran dengan ceritamu tadi siang.” Angela mencecar pria yang kini memeluknya dari belakang.“Hust ... Baru datang masa langsung mempertanyakan hal itu. Kita main-main sebentar, yuk. Aku merindukan kamu, Sayang.” Beni sengaja menggoda Angela.Angela mendengkus. “Aku tidak bisa berlama-lama di sini, Ben. Alnando bisa curiga nanti, jadi katakan saja sekarang, aku sangat penasaran!” tolak Angela.Beni melepaskan pelukannya. Dia merasa kesal karena tawarannya ditolak oleh kekasih gelapnya ini. Namun, apa boleh buat, ia pun kini berjalan ke arah sofa lalu menenggak soda kaleng yang sudah ia buka di atas meja
Makan malam pun berjalan dengan damai dan hangat. Fania begitu senang bisa merasakan makan malam bersama dengan keluarganya lagi. Hal yang paling ia rindukan adalah kebersamaan bersama ayahnya. Meski kemarin ia sudah berkunjung ke rumah ayahnya. Namun, malam ini kunjungan ke rumah ayahnya yang menurutnya lebih terkesan.“Terima kasih atas jamuan yang super lezat ini, Pah,” ucap Fania memecah keheningan.“Sama-sama, Nak. Papah senang bisa makan malam bersamamu lagi,” sahut Alnando menatap putrinya begitu lekat. Devan yang melihat pemandangan ayah dan anak yang saling merindukan, ia terharu. Entah kenapa, perasaannya sedih seketika.Namun, berbeda dengan sikap Angela dan Shanum yang menatap Fania dengan sinis. Angela ikut bersuara kali ini. Ia pun berkata, “Fania, kamu sudah hampir satu tahun menikah? Belum adakah tanda-tanda kehamilan di rahimmu?” tanya Angela sedikit mencela.Fania tersentak akan pertanyaan dari ibu tirinya. Bukan hanya Fania tetapi Devan pun sama halnya.“Maaf, Mah
Fania masih kesal mengingat perkataan ibu tirinya yang mengkait-kaitkan hubungan Shanum dengan dirinya dan Devan. Fania bahkan tidak percaya setega itu ibu tirinya mengeluarkan pendapat yang menurutnya tak masuk akal.Andai saja jika bi Iyas tidak datang. Mungkin perseteruan antara Fania bersama ibu dan kakak tirinya. Bisa saja masih berlanjut.“Kamu kenapa diam saja?” tanya Devan saat berada di dalam mobil menuju arah perjalanan pulang.Fania menggeleng. “Tidak apa-apa, Mas. Aku hanya mengantuk,” kilahnya beralasan. Padahal hati Fania sedang tidak karuan gara-gara kesalahpahaman yang terjadi di kediaman ayahnya beberapa menit yang lalu.“Ya, sudah. Kamu tidur dulu saja, Sayang. Nanti kalau sudah sampai aku bangunin,” titah Devan dengan mengelus pipi istrinya. Fania yang merasakan sentuhan lembut sang suami, seketika dibuat sedih. Ia tidak bisa membayangkan jika ada seseorang yang ingin merebut suaminya.Tanpa disadari, buliran bening yang sedari tadi ia tahan. Tanpa permisi berjatuha
Karina pun kini ikut berpikir untuk membantu keresahan yang sedang dialami oleh sahabatnya. Karina yang melihat wajah Fania sedikit cemas, ia menjadi tidak tega. Apalagi ia tahu, sahabatnya baru saja merasakan kebahagiaan bisa terlepas dari sosok Riko di hidupnya. Dan kali ini, pria itu kembali hadir. Meski sebenarnya tujuan Riko bukan Fania, melainkan kakak tirinya—Shanum.“Apa lo sudah cerita masalah ini ke suami lo?” tanya Karina.Fania menggeleng. “Belum, Rin. Gue takut mas Devan akan salah paham nanti,” sahutnya lirih.Karina mendengkus. “Harusnya lo cerita saja, Fan. Daripada nanti suami lo tahu dari orang lain, mending tahu dari mulut lo sendiri. Dan pastinya suami lo bisa melindungi jika suatu saat Riko dan Shanum berbuat yang tidak-tidak ke diri lo. Paham ‘kan maksud gue?” tanya Karina memberi saran.“Iya, Rin. Lo bener juga, toh mas Devan dah tahu ya kalo Riko orangnya gimana. Aku yakin sih, dia nggak akan salah paham,” timpal Fania menerka.“Nah, itu lo tahu. Udah, nggak pe