Selain itu, kalaupun dia benar-benar mengungkapkan yang sebenarnya ke media, hal itu sebenarnya juga tidak akan ada manfaatnya baginya. Jadi, untuk apa dia melakukan hal yang tidak penting seperti itu?Roma melihat Hengky masuk dari teras dan segera menyambut pria itu sambil membawa dua gelas wine.“Pak Hengky,” sapa Roma sambil menyodorkan salah satu gelas wine kepada Hengky.Hengky meliriknya dengan ekspresi dingin dan tidak mengulurkan tangan untuk mengambilnya.Roma tampak agak kesal. Dia tersenyum canggung dan meletakkan wine itu di atas meja.“Pak Hengky, sepertinya ada kesalahpahaman di antara kita di pesta malam itu. Jadi, karena kita bertemu di sini hari ini, aku rasa aku harus menjelaskannya kepadamu,” ujar Roma, mengambil inisiatif untuk membuka suara.“Sebenarnya, dua orang itu benar-benar bukan orang suruhanku. Bu Winda benar-benar salah paham. Bagaimana mungkin aku melakukan hal yang nggak bermoral seperti mengambil foto secara diam-diam seperti itu?” Roma memasang senyum
Roma merendahkan suaranya dan berkata dengan galak, “Dasar wanita jal*ng, ternyata kamu secepat itu sudah ingin merayu pria lain? Kamu bahkan nggak berkaca kamu itu pantas atau nggak melakukannya. Orang sepertimu itu, jangan bilang kamu mengira Hengky akan menyukaimu?”Wajah Ziva tiba-tiba menjadi pucat. Seluruh tubuhnya gemetaran dan ekspresinya sangat malu.Roma mencengkeram dagu Ziva dan memaksa wanita itu untuk menatapnya. Dia berkata dengan nada sinis, “Kamu jangan lupa bagaimana situasimu saat kamu berlutut dan meminta bantuan padaku. Aku bisa membuatmu menjalani kehidupan yang baik, dan aku juga bisa membuatmu kembali ke kehidupan lamamu. Lain kali, kalau kamu berani, coba saja melakukan apa pun yang kamu mau tanpa perintahku.”Seluruh tubuh Ziva gemetaran melihat ekspresi kejam di wajah Roma. Dia sudah merasa putus asa dalam hati.Dia kira nasibnya akan lebih baik setelah bertemu Roma. Namun, sejak dia menandatangani kontrak, dia ternyata masuk ke dalam perangkap lain. Dia berh
Hengky berkata dengan nada dingin, “Nggak usah banyak tanya. Lakukan saja apa yang aku perintahkan.”Winda menatapnya selama beberapa detik, lalu mengangguk pelan.Namun, dia menggerutu dalam hati.Dari semua anggota keluarga Pranoto, hanya ayah Hengky, Anton, yang paling baik padanya. Karena ada Anton, suasana makan malam hari ini pasti akan jauh lebih menyenangkan. Winda tidak mengerti mengapa Hengky memasang raut muka seperti itu.Namun, kalaupun dia menanyakannya, kalau Hengky-nya tidak mau memberitahunya apa-apa, dia tidak akan bisa mendapatkan informasi apa pun. Jadi, lebih baik dia tidak usah mencari masalah.Begitu memasuki pintu, Winda melihat orang-orang dari keluarga Pranoto sedang duduk-duduk di sofa. Ekspresi semuanya tampak serius dan muram. Bahkan, suasana di ruangan itu juga jadi berbeda.Jantung Winda berdebar kencang. Jangan-jangan ada yang terjadi? Apa karena trending topic itu?Dia menarik napas dalam-dalam, berjalan di samping Hengky dan menyapa mereka semua satu p
Doni, si kepala pelayan, menatap Anton dengan gelisah, kebingungan apa dia harus pergi mengambil cambuk itu atau tidak.Anton mengerutkan kening dan memandang Sekar, “Ma, aku sedang mendidik anakku. Bisa nggak Mama nggak usah ikut campur?”Setelah mengatakan itu, dia menoleh ke arah Doni dan berkata, “Pak Doni, tolong ambilkan.”Doni mengangguk dengan bersungguh-sungguh, lalu berbalik badan dan pergi mengambil cambuk.Saking marahnya Sekar, dia menunjuk ke arah Winda dan mengumpat, “Kamulah yang menyebabkan semua hal ini!”Winda tertegun. Apa hubungannya dengan dia?Mendengar hal itu, ekspresi Anton berubah menjadi semakin dingin. Dia langsung berkata kepada Vivi yang duduk di sampingnya, “Bawa nenekmu naik ke atas untuk beristirahat.”Vivi selalu takut pada pamannya yang satu ini, jadi dia segera berdiri dari sofa dan mengajak Sekar pergi.“Nenek, aku bantu Nenek ….”Sebelum dia selesai berbicara, Sekar sudah melepaskan tangannya dan berkata dengan wajah pucat, “Dia jadi seperti ini s
“Kamu nggak perlu membelanya.” Anton menyela dan berkata dengan nada dingin, “Lagi pula, kalau dia nggak mencari gara-gara dengan Yuna terlebih dahulu, bagaimana mungkin dia bisa diperas? Dia bahkan nggak tahu dia salah di mana sekarang. Apa dia nggak boleh dihukum?”Hengky mengepalkan tangannya dan berkata dengan dingin, “Aku pantas dihukum.”Memang benar. Dia yang tidak menyelesaikan hal ini dengan baik, sehingga orang lain dapat mengambil keuntungan darinya.Winda mungkin belum mengetahui kebenaran di balik hal itu, tapi setelah kejadian itu, Anton sudah menyelidiki segala hal mengenai Yuna dan Hengky, terutama ucapan kasar Yuna yang berulang kali ditujukan kepada Winda.Terlebih lagi, putranya berada di tempat kejadian pada saat itu, tapi tidak membela istrinya atau mengatakan apa pun untuk menghentikannya.Waktu itu, dia langsung memutuskan untuk pulang untuk menangani hal ini.Anton mengangkat cambuknya dan berkata dengan nada serius, “Oke, karena kamu juga berpikir kamu pantas d
“Kenapa masih diam saja? Ambil barangnya dan ikut aku naik,” ujar Hengky dengan suara dingin.Winda mendongak dan menatap lelaki tanpa sempat menyimpan kembali sorot kecewanya. Hal tersebut tidak luput dari pandangannya Hengky.Lelaki itu berkerut dan mengambil kotak obat, kemudian meletakkannya dalam pelukan Winda. dengan suara tidak sabar dia berkata, “Pegang, ikut aku naik.” Winda memegang kotak obat dalam keadaan melongo dan sebelum tersadar, Hengky sudah melewati dia dan melangkah ke arah tangga. Seketika Winda menyadari kalau Hengky takut neneknya mempersulit dia, sehingga lelaki itu mencari alasan untuk membawanya pergi. Hatinya merasa bahagia dan dengan cepat Winda langsung mengikuti langkah lelaki itu naik.Saat masuk ke kamar, Winda menutup pintu dengan perlahan. Dia berbalik dan mendapati Hengky yang tengah memunggungi dia sambil membuka kancing kemejanya. Bagian yang terluka mengeluarkan darah segar yang mengotori kemeja putihnya.Wajah Winda memerah ketika mendapati luka
Dia menahan kekesalannya sambil mengambil obat. Dan ketika mengoleskannya di luka lelaki itu, Winda sengaja memelankan gerakannya agar Hengky tidak kesakitan.Ketika matanya menatap bekas membiru di pundak lelaki itu, dia teringat dengan kejadian ketika Hengky menghalangi lemparan kaca saat di depan gedung. Setelah itu dia melihat bekas luka sisa kecelakaan serta luka bekas pukulan. Perasaan bersalah menyerang hati Winda tanpa ampun. Semua luka ini bisa ada di tubuh Hengky karena ulahnya.Tangan dinginnya menyentuh luka-luka itu dengan sedikit bergetar. Dia menarik napas dalam-dalam dengan air mata yang mengembun. Ketika Winda hendak berbicara, Hengky menoleh sambil mengerutkan kening dan bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan?”“Luka di punggungmu ….”Dengan nada jengah dan tidak sabar lelaki itu berkata, “Kalau kamu masih nggak fokus, kamu keluar saja.”Winda bergegas membungkam mulutnya dan langsung mengobati luka lelaki itu. Setelah selesai, Hengky mengambil satu lembar kemeja ber
Hengky mengepakkan tangannya dengan ekspresi keruh. Dia seperti berusaha keras mencoba menahan emosinya. Setiap kata Anton diucapkan penuh penekanan, “Kamu juga nggak boleh lupa, dulu-“Tok!Terdengar sesuatu yang menabrak pintu dari luar sana. Ucapan Anton terhenti dan dengan kening berkerut dia berseru, “Siapa yang di luar?! Cepat masuk!”Di luar pintu, Winda mengusap keningnya sambil menahan rintihan. Dia tersentak ketika mendengar suara seruan Anton. Ketika dia hendak kabur, tiba-tiba pintu terbuka.“Bukannya aku minta kamu tetap di kamar dan jangan kabur sembarangan? Kenapa kamu nggak mendengarkan?!” kata Hengky dengan suara dingin.Winda memutar tubuhnya dengan perlahan dan mengulas senyum lebar ke arah lelaki itu. Matanya melirik ke dalam ruangan dan melihat sosok ayah mertuanya yang melangkah ke arahnya. Dia mendekatkan tubuh ke arah Hengky sambil berbisik, “Aku hanya khawatir denganmu. Aku takut Papa menghukummu lagi makanya datang untuk melihat.”Awalnya Winda ingin diam di k