1991Diara kembali menjadi murid SMU 991. Jam pelajaran pertama, baru usai beberapa detik yang lalu. Diara lebih memilih untuk di dalam kelas. Sementara, ketiga temannya pergi ke kantin.Ia ingin mencoba menikmati kehidupan di tahun ini. Tapi.. ia harus segera mencari tahu, untuk apa ia berada di tahun ini. "Pasti.. ada alasan kenapa aku ada di tempat ini," katanya."Untuk belajar, tentunya. Apalagi?" Suara laki-laki terdengar dari arah belakangnya.Diara terkejut. Menengok ke belakang. Melihat seorang laki-laki yang baru saja berdiri, meregangkan tubuhnya. Agaknya ia baru bangun tidur. "Siapa kau? Oh, maksudku.. sedang apa kau disini? Emm.. tidak bukan itu. Jadi maksudku adalah-""Sebenarnya apa yang ingin kau katakan—Ranti.. palsu?"Diara melebarkan matanya. Berdiri. Menghadap laki-laki itu."Kau.. tahu siapa aku?""Sebelumnya, perkenalkan namaku Frans. Dan, kau... Sudah pasti di sini namamu, Ranti, kan? Tapi, nama aslimu?""Diara. Oh, bukan. Aku Ranti. Emm, jadi bagaimana kau tah
2024 Rendi tengah berada halaman rumah depan. Melipat tangan dada. Pandangannya nanar. Mendesah berat berulang kali. "Dimana pun kau berada, aku yakin kau akan bisa bertahan," gumam Rendi."Diara.. apakah ia sehebat itu?"Ranti tiba tiba muncul di sebelah rendi. Rendi segera menurunkan tangannya. "Dia gadis paling tangguh, yang pernah aku kenal. "Emm, seperti apa sosok diara di matamu?""Bagiku dia sangat sempurna. Sekalipun, tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.""Karna itu kau sangat menyukainya?" "Hanya Diara yang bisa mengubah hidup ku yang kacau.""Rupanya.. dia tumbuh menjadi gadis yang baik.""Lebih dari baik. Aku tidak melebih-lebihkan. Itu faktanya. Anda lihat semua orang yang berkumpul di rumah ini, kan? Mereka.. adalah orang-orang yang di selamatkan Diara dari keterpurukan. Ia membentuk sebuah kelompok teater bersama Hara. Baginya, mungkin itu wadah untuk menunjukkan kreasi. Tapi, bagi mereka.. itu adalah mata pencaharian.""Tidak usah bicara formal denganku. A
Petugas ambulan sudah memasukkan mayat Ivy, ke dalam mobil. Di bawa ke Rumah Sakit untuk di otopsi. Garis polisi di pasang, di sekitar lokasi di mana Ivy terjatuh. Genangan darah Ivy, masih di biarkan di sana. Petugas yang membawa kamera, memotret TKP dari berbagai sudut.Giselle, Selly dan yang lain, tak henti-hentinya menangis. Hari ini.. menjadi hari yang paling menyedihkan untuk mereka. Semua pertunjukan dalam waktu dekat, terpaksa di batalkan.Semua orang, termasuk Haris.. tidak di perkenankan untuk keluar dari rumah. Karena, akan di lakukan interogasi dadakan."Kenapa akhir-akhir ini, Anda selalu terlibat dalam kasus seperti ini, Pak Haris?" tanya seorang Detektif, yang berbadan lebih tinggi dari Haris. Potongan rambut rapi. Bahu lebar. Dada yang bidang. Dan, wajah yang tak menyenangkan."Entahlah, suatu kebetulan?"Detektif itu mendengus."Untuk kasus kematian siswi di belakang gedung perusahaanmu, mungkin.. kau bisa saja mengatakan itu sebuah kebetulan. Tapi, 2 kasus yang seru
"Kau tidak penasaran? Kenapa, semua kejadian pembunuhan ini terjadi di sekitarmu dan Ayahmu?" tanya Detektif."Entahlah. Aku juga tidak tahu," jawab Darel."Apa.. kau dekat dengan Ayahmu?""Menurut Anda, bagaimana?""Emm.. sepertinya, hubungan kalian tidak baik.""Jadi.. semua yang di lakukan Ayahku.. tidak ada hubungannya denganku. Dan, aku juga tak peduli.. jika, ia harus berakhir di penjara.""Meski, itu terjadi juga pada Adikmu?"Darel diam."Keluarga kalian sangat unik. Mila—dia anak angkat dari sahabat Ayahmu. Tapi, Ayahmu.. menyayanginya lebih dari dia menyayangimu. Kau, tidak kecewa dengannya?""Tentu saja, aku sangat marah dan kecewa. Karena itu, aku memutuskan untuk keluar rumah.""Lalu, kau mengatur semua tragedi ini untuk menjatuhkan nama Ayahmu?""Apa maksud Anda?""Siswi yang tewas dan 2 orang anak buah Ayahmu.. bukan kau yang melakukan?""Anda.. menuduhku?"Detektif menggerakkan dua bahunya ke atas."Entahlah. Apa terdengar seperti itu?""Aku.. tidak mungkin menjatuhkan
Dunia terlalu keras untuk wanita yang tidak bisa mandiri. Di era sekarang, banyak wanita yang beralih menjadi tulang punggung. Dan, hidup dengan pria yang sebagian hanya bernafas. Pun, masih saja memiliki batu gosok lain. Terdengar menjengkelkan, bukan? Tapi.. itu faktanya.Tapi.. bukan berarti semua pria seperti itu. Pun, tidak semua wanita juga baik. Pada akhirnya, tergantung diri kita sendiri. Sudah benarkah kita memilih pasangan hidup itu?Saat Perjalanan Ke Kantor Polisi"Dengar.. kau harus ingat ini," kata Rendi. Tiba-tiba, bicara tidak formal pada Ranti, yang duduk di sebelahnya. Dalam mobil."Kau adalah Diara. Pendiri teater A Little Big. Yang baru saja tewas adalah Ivy. Dan, sudah 1 tahun ini, kau mengenalnya. Pertama kali kau bertemu dengannya adalah saat kau akan masuk ke minimarket."1 Tahun Yang Lalu"Hei, pencuri! Kembali kemari!" Teriakan dari kasir minimarket, membuat Diara menghentikan langkah. Melihat Ivy keluar dari minimarket. Memakai jaket kulit ber-merek. Celana
Di dunia ini, tidak ada yang namanya kebetulan. Ibarat benang merah, yang menyambungkan seluruhnya. Itu.. Di namakan Takdir. Bahkan, ketika kau membaca ini.. mungkin saja, kau tengah bersantai di atas kasur, setelah menyelesaikan semua pekerjaanmu yang melelahkan. Atau.. kau tengah mengalami kesulitan hidup, dan untuk menghibur dirimu, kau berlari kemari.Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semuanya adalah takdir. Dan, siapapun kau.. terima kasih, kau sudah bekerja sangat keras. Kau sudah bertahan sejauh ini. Karena itu, bertahanlah sedikit lagi. Kebahagiaanmu tengah di ukir, di ujung sana."Aku.. menemukan buku harian Paman Tomi. Di sana.. menyebutkan, jika Ranti yang di kenalnya adalah bukan Ranti. Dia memang berwajah Ranti. Tapi, sikapnya berbeda. Dia sedikit kasar. Tapi, periang. Semangatnya sangat luar biasa. Dan.. dia pernah tak sengaja mendengar percakapan Ranti dengan salah satu teman. Jika.. dia bukanlah Ranti. Melainkan, anak dari Ranti," ucap Angga ; Detektif itu.Ranti
Sore itu.. dia mengatakan sesuatu yang tak masuk di akal sehatku. Dia mengaku namanya adalah Diara. Berasal dari masa depan. Tahun 2024. Aku pikir.. Ranti gila. Atau, aku yang tidak waras. Bahkan, aku menampar diriku sendiri. Memastikan, jika ini bukanlah mimpi. Aku berharap.. ini adalah mimpi. Terlebih, saat dia mengatakan—jika, aku akan mati di tahun 1992.2024Ranti baru saja selesai membaca satu lembar buku harian Tomi, yang masih terawat. Hanya saja, kertasnya mulai bewarna cokelat susu. Dan, berkerut-kerut. Terlihat sekali, buku harian ini, sering dibaca.Sulit bagi Ranti untuk mengontrol emosinya. Ia menggigit bibir bawahnya. Satu airmata yang sulit di kendalikan, akhirnya bergulir di pipi."Dan, seperti yang tertulis di buku harian itu, Paman Tomi, tewas di tahun 1992. Bagaimana, kau menjelaskannya?"Ranti menggelengkan kepala."Aku tidak tahu.""Bagaimana kau bisa tidak tahu? Sementara, ia menyebutkan namamu di buku harian itu. Apa.. kau dan Ibumu sudah merencanakan ini? Untu
1991Diara tengah melipat tangan di dada. Di dalam kamarnya. Duduk di tepi ranjang. Mendesis singkat."Apa benar akan berhasil, mengirim pesan lewat buku harian? Tapi.. di mana aku harus meletakkannya? Agar, Rendi dan yang lain membacanya?"Diara berdecak kesal."Haaah.. otakku tidak bisa bekerja, kalau sedang lapar.""Baiklah. Isi perut. Lalu, berpikir lagi."Lantas, Diara keluar dari kamar. Belok ke kiri. Mendekati meja makan. Mengangkat tudung saji. Tidak ada apapun di sana. Kecuali, Nasi. Maya memang tidak pernah memasak untuk Ranti.Diara mendesah panjang."Benar juga.. sebelum memikirkan hal itu.. ada hal penting yang harus aku lakukan di sini. Aku.. harus memperbaiki hubungan Ibu dan Nenek."Diara kemudian menggunakan keahlian memasaknya, yang didapat dari Hara.Hara sangat pintar dalam hal memasak. Diara membuka kulkas, yang tingginya hanya sampai dada. Berwarna putih. Juga, tidak ada apapun di dalamnya. Hanya beberapa bumbu dapur. Bawang baik dan bawang jahat. Cabe. Dan, pas