Ssst ...Adista memberi isyarat kepada Rawindra dan Sagara agar tidak bersuara karena gadis ini melihat salah satu pendekar keluar dari rumahnya."Jangan bersuara dahulu. Ada satu pendekar yang keluar ke jalanan, mungkin inginn melakukan ritual dengan parasit kabut putih," bisik Adista.Pendekar ini tampak berdiri di tengah jalan sambil merentangkan kedua tangannya seakan sedang menyambut sesuatu yang akan datang padanya.Setelah beberapa saat terdiam di tengah jalanan desa, pendekar ini mulai memanggil kabut putih."Kabut putih, aku mengundangmu untuk bersatu di dalam tubuhku dan memberiku kekuatan yang besar!" seru pendekar yang rupanya memang hendak bergabung dengan parasit di dalam kabut putih sesuai dugaaan Adista.Kabut putih masih belum terlihat tapi pendekar ini sudah yakin kalau kabut putih ini akan datang dan bergabung dengannya."Kita harus menunda dahulu rencana kita untuk keluar, karena ada satu pendekar yang berada di jalanan desa. Kalau kita keluar sekarang, rawan untuk
Tiga Sekawan harus bersembunyi dari warga Desa Iblis yang mengincar pendatang asing. Ada kepercayaan dari warga desa ini untuk menyerahkan pendatang asing kepada penunggu Hutan Angker, bahkan juga kepada makhluk-makhluk ganas dan parasit dari kabut yang sering datang ke Desa Iblis di malam hari."Adista ... kamu yakin aman kalau kita keluar dari Desa Iblis sekarang? Pendekar yang dirasuki parasit masih keliaran, bagaimana kalau dia memergoki kita?" tanya Rawindra."Kalau pendekar ini sudah terinfeksi parasit sempurna maka dia bisa melacak keberadaan kita, Rawindra!" ujar Adista. “Makanya kita harus cepat pergi menjauh darinya!"“Beruntung kamu banyak baca buku kuno, Adista! Kalau tidak, kita tidak akan bisa melewati Desa Iblis ini!” puji Rawindra."Aku sudah muak dengan kondisi Desa Iblis yang kejam ini! Tidak ada satupun warga desa yang berani melawan kabut putih ataupun kabut tebal ini karena dianggap dewa yang melindungi desa ini! Bahkan mereka terus memuja penunggu Hutan Angker. S
Kepulan asap yang tebal akibat tabrakan energi ini memberi kesempatanbagi mereka untuk kabur ke dalam Hutan Angker tanpa kelihatan oleh pendekar parasit maupun warga Desa Iblis.Kalaupun kelihatan, tidak akan ada yang berani untuk menyusul mereka masuk ke dalam Hutan Angker ini.Perjalanan di dalam Hutan Angker lebih sulit daripada yang diduga mereka sebelumnya.Tidak ada jalan setapak yang bisa dilalui oleh Tiga Sekawan ini, seperti yang mereka harapkan.Jalanan di hutan tertutup suluran akar pepohonan besar serta tanaman rambat yang menutupi jalan sehingga Sagara harus membuka jalan di dalam dengan menebas tanaman liar ini menggunakan pedangnya.“Kenapa tidak ada jalan yang terbuka di hutan ini? Apa tidak ada yang pernah melewati hutan ini?” tanya Sagara.“Ada alasannya hutan ini disebut Hutan Angker, Tuan Muda! Penduduk desa tidak akan ada yang berani memasuki Hutan Angker ini?” ujar Adista.“Benar katamu, Adista! Menurutku kita terus saja! Bahaya apa yang bisa menghalangi kita unt
“Aku pernah bertemu pendekar yang kalian cari! Dia yang membantuku saat aku terluka parah di dalam hutan ini, jadi secara tidak langsung aku berhutang budi padanya,” ujar Hantu Iblis.“Kapan itu terjadi?” tanya Rawindra.“Sudah lama sekali kejadian ini, tapi begitu kalian menyebut namanya ... aku teringat lagi pertolongannya.“Apa kamu tahu pendekar ini menuju kemana?” tanya Rawindra.“Setahuku, terakhir dia ada keperluan di Lembah Keramat, tidak jauh dari hutan ini. Kalian tinggal berjalan sedikit saja sudah keluar dari hutan dan lembah ini akan terlihat jelas.”“Ada apa di Lembah Keramat, sampai pendekar Cakrawira pergi ke sana!” kata Rawindra yang sudah tidak sabar untuk segera keluar dari hutan ini.“Aku tidak tahu! Aku tidak banyak tanya karena dia telah menyelamatkanku walaupun dia tidak mengenalku! Kalau kalian bermaksud jahat padanya, maka kalian akan menghadapiku nantinya!” ancam Naga Hitam ini.“Jangan khawatir ... kami tidak bermaksud jahat padanya. Kami hanya ingin bertemu
Lembah Keramat juga terkenal dengan dengan keangkerannya karena banyak cerita yang beredar kalau sebagian lembah ini juga dihuni oleh Pendekar Hantu yaitu Pendekar di masa lalu yang gagal menuntaskan tugasnya memberantas kejahatan karena kelaparan saat menunggu perintah dari kerajaan di lembah ini.Pendekar Hantu ini tinggal di alam mistis Lembah Keramat yang berbeda dengan alam iblisnya.Pendekar Hantu terkena kutukan yang harus mereka terima karena gagal menunaikan tugasnya. Mereka baru bisa bebas jika ada Pendekar Sakti yang meminta bantuan mereka untuk memberantas kejahatan. Itu juga jika Pendekar Terpilih ini membebaskan mereka, tapi jika tidak selamanya mereka akan menjadi budak dari Pendekar ini melayaninya setiap ada pertarungan atau pertempuran melawan kejahatan.Pendekar Hantu tidak bisa dilukai tapi mereka bisa menggunakan pedang tidak kasat mata mereka untuk melukai musuh yang nyata.Pendekar Hantu tampak seperti bayangan kuning emas dengan jubahnya yang sudah robek melamb
Rawindra masih merasa tidak tenang, bahkan setelah mengalahkan Pendekar Hantu. "Kenapa aku merasa terus diikuti ya? Semakin lama perasaan ini semakin kuat dan tidak nyaman.""Ada apa Windra? Kenapa kamu gelisah sekali?" tanya Adista.Gadis ini berbaring di atas batu sambil memandang langit. "Sini, Windra! Jangan gelisah terus ... sini bersamaku lihat bintang di langit! Aku heran, ada juga bintang di Alam Iblis ini."Rawindra enggan untuk berbaring di samping Adista karena akan membuat dia dekat kembali dengan gadis ini. Tapi menolak Adista akan membuat hati gadis ini sedih."Jelaslah ada bintang! Semua alam itu sama saja ... hanya isinya saja yang beda!" seru Rawindra."Kamu ini kenapa sih, Windra?" tanya Adista lagi. "Besok kita tinggalkan Lembah Keramat ini!""Ingat tidak waktu aku bilang merasa diikuti sesuatu saat awal masuk Alam Iblis ini? Aku merasa sosok ini semakin kuat menekanku! Aku merasa seakan nyawaku akan diambil oleh sosok ini!" jelas Rawindra.Adista menggeser tubuhnya
Rawindra masih merasakan tekanan energi yang besar yang terus berusaha menghantam jantungnya, tapi dia tidak ingin membuat kedua sahabatnya ini cemas terhadap dirinya."Aku akan menemukanmu, pengecut!" seru Rawindra dalam hati.Adista sangat pintar memasak daging buruan dari Sagara, yang membuat semuanya merasa kenyang sebelum melanjutkan perjalanan kembali.Deg!Deg!Deg!Pendekar Tangan Satu ini merasa jantungnya berdegub kencang sekali."Aku harus mencari sendiri Iblis yang mengikutiku ini ... terlalu berbahaya I bagi Adista dan Kak Sagara.""Windra, kamu sudah siap berangkat?" tanya Adista yang masih merasa cemas terhadapnya."Siap, Adista!" sahut Rawindra yang tidak ingin kelihatan sedang ada masalah."Kita berangkat sekarang. Kalau menurut buku kuno ini, jalur timur menuju ke Tebing Kematian. Apa kamu yakin mau ke sana, Windra?" tanya Adista."Kita coba ke sana dahulu karena sisi lainnya adalah hutan. Mungkin ada jalan masuk ke alam lainnya atau kita sudah bisa menemukan pendeka
Tebing Kematian merupakan tebing yang cukup luas permukaannya Disebut Tebing Kematian karena Tebing ini sangat terjal dan memiliki jurang yang dalam. Sekali terjatuh ke dalam jurang maka tubuh akan hancur terlebih dahulu terhempas bantuan terjal di bawah tebing."Akhirnya sampai juga kita di Tebing Kematian!" seru Adista dengan penuh kelegaan.Gadis ini tidak melihat tanda-tanda munculnya Iblis Kematian seperti yang dikhawatirkan Rawindra. Tentu saja situasi ini membuat hatinya senang."Sepertinya tidak ada jalan tembus, Windra! Seharusnya kita melewati hutan saja tadi! Pendekar Cakrawira juga tidak kelihatan ada di sini," ujar Sagara Rawindra tidak mengatakan kepada dua sahabatnya ini kalau ada suara-suara di pikirannya yang menyuruhnya ke Tebing Kematian. Semula dia mengira suara itu adalah suara dari pendekar Cakrawira agar mereka bisa menemukannya, tapi sekarang dia tidak yakin dengan dugaanjya ini karena Tebing Kematian ini sangat sunyi."Ujung tebing ini adalah jurang yang dal