Rawindra masih merasa tidak tenang, bahkan setelah mengalahkan Pendekar Hantu. "Kenapa aku merasa terus diikuti ya? Semakin lama perasaan ini semakin kuat dan tidak nyaman.""Ada apa Windra? Kenapa kamu gelisah sekali?" tanya Adista.Gadis ini berbaring di atas batu sambil memandang langit. "Sini, Windra! Jangan gelisah terus ... sini bersamaku lihat bintang di langit! Aku heran, ada juga bintang di Alam Iblis ini."Rawindra enggan untuk berbaring di samping Adista karena akan membuat dia dekat kembali dengan gadis ini. Tapi menolak Adista akan membuat hati gadis ini sedih."Jelaslah ada bintang! Semua alam itu sama saja ... hanya isinya saja yang beda!" seru Rawindra."Kamu ini kenapa sih, Windra?" tanya Adista lagi. "Besok kita tinggalkan Lembah Keramat ini!""Ingat tidak waktu aku bilang merasa diikuti sesuatu saat awal masuk Alam Iblis ini? Aku merasa sosok ini semakin kuat menekanku! Aku merasa seakan nyawaku akan diambil oleh sosok ini!" jelas Rawindra.Adista menggeser tubuhnya
Rawindra masih merasakan tekanan energi yang besar yang terus berusaha menghantam jantungnya, tapi dia tidak ingin membuat kedua sahabatnya ini cemas terhadap dirinya."Aku akan menemukanmu, pengecut!" seru Rawindra dalam hati.Adista sangat pintar memasak daging buruan dari Sagara, yang membuat semuanya merasa kenyang sebelum melanjutkan perjalanan kembali.Deg!Deg!Deg!Pendekar Tangan Satu ini merasa jantungnya berdegub kencang sekali."Aku harus mencari sendiri Iblis yang mengikutiku ini ... terlalu berbahaya I bagi Adista dan Kak Sagara.""Windra, kamu sudah siap berangkat?" tanya Adista yang masih merasa cemas terhadapnya."Siap, Adista!" sahut Rawindra yang tidak ingin kelihatan sedang ada masalah."Kita berangkat sekarang. Kalau menurut buku kuno ini, jalur timur menuju ke Tebing Kematian. Apa kamu yakin mau ke sana, Windra?" tanya Adista."Kita coba ke sana dahulu karena sisi lainnya adalah hutan. Mungkin ada jalan masuk ke alam lainnya atau kita sudah bisa menemukan pendeka
Tebing Kematian merupakan tebing yang cukup luas permukaannya Disebut Tebing Kematian karena Tebing ini sangat terjal dan memiliki jurang yang dalam. Sekali terjatuh ke dalam jurang maka tubuh akan hancur terlebih dahulu terhempas bantuan terjal di bawah tebing."Akhirnya sampai juga kita di Tebing Kematian!" seru Adista dengan penuh kelegaan.Gadis ini tidak melihat tanda-tanda munculnya Iblis Kematian seperti yang dikhawatirkan Rawindra. Tentu saja situasi ini membuat hatinya senang."Sepertinya tidak ada jalan tembus, Windra! Seharusnya kita melewati hutan saja tadi! Pendekar Cakrawira juga tidak kelihatan ada di sini," ujar Sagara Rawindra tidak mengatakan kepada dua sahabatnya ini kalau ada suara-suara di pikirannya yang menyuruhnya ke Tebing Kematian. Semula dia mengira suara itu adalah suara dari pendekar Cakrawira agar mereka bisa menemukannya, tapi sekarang dia tidak yakin dengan dugaanjya ini karena Tebing Kematian ini sangat sunyi."Ujung tebing ini adalah jurang yang dal
Rawindra terpisah dari Sagara dan Adista saat mereka diserang Iblis Kematian yang berbentuk siluet asap hitam dengan tangan yang memegang senjata tajam.Rawindra terjatuh ke dalam jurang yang dalam saat diserang secara tiba-tiba oleh Iblis Kematian ini, sedangkan Sagara dan Adista tidak berdaya untuk menolong Rawindra."Windra!!!"Teriakan Adista yang terakhir didengar oleh Rawindra sebelum tubuhnya terasa menghantam bebatuan yang keras berulang kali yang membuatnya tidak sadarkan diri dengan tulang punggung patah.Rawindra yang di saat terakhir mengerahkan energi murni naga, berhasil selamat dari kematian dengan tubuh hancur berkat energi murni naga yang melindungi tubuhnya tapi tidak kuasa menahan patahnya tulang punggungnya akibat hempasan keras dari ketinggian ini."Apa aku akan mati?" pikir Rawindra sebelum hilang kesadaran.Rawindra terbangun di atas tempat tidur yang nyaman di sebuah rumah kecil yang bersih.Rumah ini hanya ada satu tempat tidur yang dia tempati dan meja kecil
“Kamu sudah pulih?” tanya kakek berjubah putih ini.“Sudah, Kek! Ada yang bisa Windra bantu?”“Kamu memang pemuda yang rajin ... kamu bisa bantu menyiram beberapa sayuran di sana!” tunjuk kakek berjubah putih.“Tadi aku melihat ada kolam air panas, apa aku boleh berendam di sana, Kek?” tanya Rawindra.“Justru kakek mau menyarankanmu berendam di kolam air panas itu karena bisa meningkatkan sirkulasi darah di dalam tubuhmu. Apalagi kamu baru dalam tahap pemulihan, sangat bagus sekali untuk mempercepat pemulihan energimu!”“Berarti boleh ya, Kek?” tanya Rawindra.“Pergi berendam saja sekarang! Kebetulan airnya masih sangat panas dan akan membuatmu lebih segar lagi!”Rawindra berteriak kegirangan kemudian berlari menuju ke arah kolam air panas.“Anak itu! Mirip sekali dengan adik seperguruan, sayangnya dia terpengaruh hawa jahat dan kekuasaan sehingga berubah sifatnya. Semoga saja anak itu tetap menjadi pendekar yang bersahaja!”Kakek Petapa memang tidak bohong. Air kolam air panas ini la
Tubuh Rawindra benar-benar segar bugar keesokan harinya karena pengaruh kolam air panas yang benar-benar memaksimalkan energi di dalam tubuhnya.Kakek Petapa sudah menunggunya di depan goa, saat dia tiba di sana.“Apa kamu siap untuk mulai kultivasi kuno hari ini?” tanya kakek petapa.“Siap, Kek!” jawab rawindra dengan keyakinan penuh."Kultivasi Kuno sangat berbeda dengan kultivasi yang umumnya dipelajari oleh Kultivator," jelas kakek petapa.“Apa aku bisaa mempelajaarinya, Kek?” tanya Rawindra laagi untuk meyakinkan dirinya.“Tubuhmu sanggup untuk mempelajari kultivasi kuno ini, tapi hanya bisa kamu gunakan di tempat-tempat yang mengandung chi tinggi. Apabila kamu berada di Alam Manusia maka kamu hanya bisa menggunakan tenaga dalam dari ilmu pendekar yang kamu pelajari,” jelas kakek petapa.Rawindra semakin penasaran dengan penjelasan kakek petapa. "Apa kultivasi kuno ini masih mengandalkan energi chi?" tanyanya.Kakek petapa merasa senang mendapatkan murid seperti Rawindra yang san
"Aku melihat kalau kamu sudah berlatih kultivasi dan berada di ranah penempaan tingkat tiga. Jadi cukup untuk berburu hewan spirit!" kata kakek petapa.“Apa tujuanku berburu hewan spirit ini, Kek?” tanya Rawindra yang sebenarnya tidak mau menyakiti makhluk hidup.“Kamu harus memperhatikan setiap gerakan dari hewan spirit ini untuk menjadi gerakn dasar ilmu bela diri kultivasi. Cari cara juga untuk mengatasi serangan dari hewan spirit ini. Latihan ini berguna apabila kamu menghadapi kultivator atau pendekar yang menggunakan jurus-jurus baru saat menghadapimu!”"Hewan spirit seperti apa yang harus aku kalahkan, Kek?" tanya Rawindra."Ada tiga hewan spirit yang harus kamu kalahkan sebelum aku mengajarimu teknik kultivasi kuno! Untuk awal aku ingin kamu memburu rubah es ekor pedang. Cari hewan berkulit putih dan selalu nengeluarkan hawa dingin ini. Paling mudah dikenali adalah tiga ekornya yang memiliki mata pedang di tiap ujung ekornya yang panjang.""Baik, Kek! Apa rubah es ini ada di l
“Aku berhasil, Kek!” teriak Rawindra begitu tiba kembali di tempat tinggal kakek petapa.Kakek petapa tersenyum melihat kegembiraan di wajah Rawindra. Kegembiraan yang sering dilihatnya saat adiik seperguruannya berhasil mempelajari salah satu jurus perguruan.“Apa yang telah kamu pelajari?” tanya kakek petapa.Rawindra langsung berbaring di lantai goa karena kelelahan. “Benar kata kakek, kita bisa mempelajari tiap gerakan dari hewan spirit ini. Rubah es ekor pedang sangat kuat, Kek! Aku saja hampir tewas oleh serangannya!” “Masih ada dua hewan spirit yang harus kamu kalahkan. Apa kamu ingin istirahat dahulu?” tanya kakek petapa.“Apa hewan spirit kedua ini lebih kuat dari rubah es ekor pedang, kek?” tanya Rawindra.“Tentu saja! Kalau tidak, buat apa bertarung dengan hewan spirit lagi!” ujar kakek petapa.“Kalau diburu terus, apa hewan spirit ini tidak punah, kek?” tanya Rawindra yang sekarang sudah duduk di atasbatu goa.“Hewan spirit tercipta dari energi chi, jadi kamu tidak perlu