“Kamu mau ke mana?” Bi Eti bertanya dengan nada lebih bersahabat setelah Naraya memberikan uang padahal hanya seratus ribu.Mungkin beliau berpikir bisa mengantongi sisa uang yang dibelanjakan untuk makan hari ini.“Ada urusan penting,” kata Naraya lantas melengos pergi tidak menggunakan sopan santun.Bi Eti memajukan bibirnya meledek Naraya saat gadis cantik berambut panjang itu berjalan menjauh.Naraya melirik sebal ke arah paman Eka dan istrinya yang sedang menonton televisi saat melewati ruang keluarga.Dia keluar dari rumah tanpa pamit. Naraya menarik handle pintu untuk menutup benda tersebut.Naraya kesal sekali karena kedua paman berserta istri mereka belum juga pergi dari rumahnya.Dia masih berdiri menghadap pintu lalu tubuhnya condong ke depan menempelkan kening dengan pintu.“Bapak … Ibu … Nay akan coba pertahankan rumah ini, tapi kalau Nay enggak mampu—Bapak sama Ibu jangan marah atau sedih ya … Nay berjuang sendirian ….” Naraya melirih bicara sendiri.Dan saat dia memutar
“Enggak jelas banget sih nih cowok!” Naraya misuh-misuh karena Ghazanvar tidak menjawab pertanyaannya tapi bersedia membantunya turun dari mobil setelah itu tidak menyingkir saat kakinya telah memijak tanah sehingga dada mereka menempel dan Naraya dapat menghirup aroma parfum masculin Ghazanvar yang mampu membuat darahnya berdesir kencang.Naraya mengikuti Ghazanvar di belakang dengan menjaga jarak.“Ayo Nay!” Ghazanvar berseru sembari melempar tangannya ke belakang setelah membeli tiket.“Apa maksudnya coba? Ya masa Nay raih tangannya terus kita gandengan tangan? Kita ‘kan enggak pacaran, tadi Nay tanya apa sebenarnya dia ingin menikah sama Nay atau enggak … dia enggak jawab sama sekali.” Naraya menggerutu di dalam hati.Ghazanvar masih berjalan di depan dengan tangan terulur ke belakang menunggu Naraya meraihnya tapi Naraya tak kunjung memegang tangannya jadi Ghazanvar menoleh ke belakang.Dia menghentikan langkah menatap Naraya, sorot matanya tak terbaca.Naraya berjalan menunduk
“Pernikahan itu ‘kan butuh cinta ya, Bang … tapi untuk saat ini Nay belum ngerasa jatuh cinta … Nay belum pernah pacaran jadi enggak tahu juga rasanya jatuh cinta.” Ghazanvar terkekeh. “Enggak apa-apa, banyak kok di keluarga aku yang dijodohin tapi sekarang malah saling mencintai, bucin banget.”Raut wajah Ghazanvar berubah sendu karena yang dia maksud adalah Svarga dan Zaviya.“Kalau Nay menerima lamaran mami, nanti dianggap menikah karena materi enggak sih, Bang? Karena Nay enggak mau nikah sama Pak Surawijaya.” Naraya bergidik jijik mengingat lamaran pria tua itu.“Semua juga tahu alasan kamu menerima lamaran mami yaitu untuk membayar hutang ke Surawijaya karena sebetulnya hasil penjualan rumah pun enggak akan bisa menutupi hutang mendiang Bapak beserta bunganya apalagi kalau kamu memberikan apa yang kedua paman kamu inginkan … tapi realistis aja lah Nay, kamu memang lagi membutuhkan imbalan dari tawaran mami dan lagi mami yang mau kamu jadi menantunya dan dari pada kamu nikah sam
“Surawijaya itu mafia, Mi … dia gembong narkoba yang dapet pasokan dari Kolombia.” Mami yang duduk di sebelah papi menoleh dramatis.“Hah? Yang bener? Jauh amat relasi bisnisnya sampai ke Amerika Selatan.” Mami Zara tampak tidak percaya.Tidak heran papi Arkana mengetahui siapa Surawijaya karena beliau dekat dengan dunia hitam yang merupakan dunianya para penjahat.Papi menganggukan kepalanya meyakinkan mami.“Berarti keputusan mami melamar Nay udah paling bener ya, Pi ….” Mami menyerongkan posisi duduknya menatap papi.Mereka berdua sedang menikmati udara sejuk di rooftop rumah om Kaivan-adiknya papi Arkana.Sedangkan keempat anak mami papi tengah bermain golf bersama om Kaivan dan putra serta putri beliau di halaman belakang rumah.Papi menatap mami begitu dalam, mami paling benci jika sudah ditatap seperti itu oleh papi karena pasti papi memiliki firasat buruk.“Aku takut Ghaza dan Nay mengalami apa yang pernah kita alami dulu.” Papi mengatakannya di dalam hati.“Piii …,” panggil
Baru kali ini Naraya merasakan liburan yang sesungguhnya.Tanpa melihat harga tiket, Ghazanvar mengajaknya menjajal banyak wahana di sana.Dan ketika hari sudah hampir senja, Naraya mengajak Ghazanvar pulang.“Kamu takut dimarahin paman sama bibi kamu, Nay?” “Bukan, Bang … Nay males ditegur mereka yang sok peduli sama Nay.” Mereka tengah menikmati kemacetan dalam perjalanan pulang.“Sampai rumah kamu bicara dengan paman- paman kamu ya, berapa jumlah yang mereka inginkan nanti aku transfer ke rekening kamu jadi mereka bisa segera pergi dari rumah kamu,” kata Ghazanvar dengan sorot mata serius.Aura pria itu berubah kelam dan dingin membuat Naraya merinding.“Iya ….” Naraya menjawab singkat.Lalu hening, Ghazanvar sibuk dengan pikirannya yang tengah menyusun rencana dalam menjalin hubungan dengan Naraya sampai tanpa dia sadari kalau Naraya tertidur.Selagi mobil berhenti karena antrian kendaraan, Ghazanvar membuka jaketnya untuk dia selimutkan di dada Naraya.Pria itu juga menarik rok
Kedatangan Ghazanvar ke rumah om Kaivan disambut tepuk tangan dari kedua orang tua, keempat adik serta keluarga om Kaivan yang saat itu tengah berkumpul di ruang televisi dan sebagian di meja makan.Ghazanvar bak seorang aktor yang baru saja mendapat Piala Citra dalam perannya di sebuah film.Tentu semua orang telah mengetahui kalau akhirnya Ghazanvar akan menikah dengan Naraya meski pria itu belum mencintainya.Mungkin seantero Negri sudah tahu berita tentang Ghazanvar yang akan menikah mengingat orang yang pertama Ghazanvar beri tahu adalah mami dan papi.Bisa Ghazanvar tebak, pasti mami sudah menghubungi Wedding Organizer ternama untuk melakukan meeting. “Selamat ya Bang, akhirnya kamu nikah juga.” Dengan santai om Kaivan yang berdiri paling dekat dengan Ghazanvar saat memasuki ruangan itu pun mengulurkan tangan.Ghazanvar tersipu saat menjabat tangan om Kaivan yang kemudian dilanjutkan dengan pelukan mascullin.“Enggak akan ngelamun lagi pas meeting ya, Bang?” celetuk Reynand-put
Naraya keluar dari kamarnya setelah bicara dengan mami Zara dalam sambungan telepon.“Nay … duduk dulu di sini, Paman mau bicara sama kamu.” Paman Eka meminta baik-baik.Kebetulan, Naraya memang juga ingin bicara dengan kedua pamannya itu.Ruang televisi yang menjadi tempat bersarang kedua pamannya selama beberapa hari tampak berantakan.Naraya tidak mau membereskan atau membersihkan, dia biarkan rumahnya kotor agar kedua paman beserta istrinya juga tidak betah tinggal berlama-lama di rumah ini.Gadis cantik berambut panjang itu mengambil duduk di sebuah single sofa yang sering diduduki mendiang bapak Agus.“Jadi gimana, Nay? Apa kamu sudah selesai berpikir?” Paman Eka bertanya merujuk pada berakhirnya pembicaraan mereka tempo hari sewaktu Surawijaya dan orang Jakarta berkunjung dikarenakan Naraya meminta waktu untuk berpikir.“Apa kamu akan menerima lamaran pak Surawijaya?” sambung paman Eka melayangkan pertanyaan ke dua.“Kalau kamu nikah sama Surawijaya, hidup kamu akan terjamin.”
“Jadi kamu telah menjual rumah itu kepada Ghazanvar?” Paman Rukmana tampak kecewa.Naraya menganggukan kepalanya.“Maaf Paman …,” ucapnya kemudian dengan ekspresi wajah menyesal.Menyesal karena telah membohongi paman Rukmana dan menyesal karena tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima lamaran Ghazanvar dari pada menikah dengan Surawijaya.Meski begitu, Naraya merasa beruntung karena dihadapkan dengan dua pilihan menikah dengan seorang pria yang salah satunya justru menguntungkan baginya.Naraya akui kalau menikah dengan Ghazanvar adalah sebuah keberuntungan mengingat pria itu selain tampan juga kaya raya jika dilihat dari apa yang melekat di tubuhnya serta kendaraan yang dikemudikannya.Sampai di sini Naraya belum tahu percis siapa Ghazanvar sesungguhnya.“Terus kamu mau tinggal di mana?” Paman Rukmana menatap iba pada Naraya.“Nay ‘kan ngekos, Paman … sambil nanti Nay cari kerja.” Atas instruksi mami Zara, selain Naraya harus mengatakan kalau dia telah menjual rumah itu kepada Gh