Farrel segera mengangguk dan tak kuasa berkata, "Keluarga Juwanto pasti memiliki perencanaan seperti ini. Mereka akan menggunakan Kerjaaan Monoma sebagai kambing hitam untuk menciptakan kekacauan dalam pemerintahan Kerajaan Nuala. Dengan adanya kebutuhan mendesak akan seorang raja, selain Pangeran Yahya, siapa lagi yang mampu mengatasi situasi ini?"Sigra yang mendengar kata-kata ini menepuk meja dengan emosi. Raut wajahnya tampak sangat suram sekarang."Jadi, apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita meminta bibimu untuk memberi tahu Raja Bakir? Kalau sampai informasi ini bocor, Raja Bakir pasti akan mencurigai bibimu. Sekarang, Raja Bakir sudah mencurigai keluarga kita. Dia bahkan bersiap untuk melawan kita," ucap Sigra sambil menarik napas dalam-dalam.Farrel segera berkata, "Nggak ... kita bisa mengambil tindakan lebih dulu."Pernyataan ini membuat ayahnya tertegun sejenak. "Apa yang kamu katakan! Mengambil tindakan lebih dulu? Kalaupun kita membunuh Raja Bakir, bibimu baru saja m
Farrel tampak mengedipkan matanya, lalu segera berkata, "Ayah, aku merasa bahwa Wira bukanlah tipe orang yang seperti itu. Dia itu selalu suka bersenang-senang. Kalau sungguh ingin menaklukkan dunia, dia pasti nggak akan bekerja sama dengan keluarga kita."Perkataan Farrel membuat Sigra tertegun sejenak. Setelah itu, dia tertawa dan menimpali, "Hahaha. Farrel, kamu berpikir sangat jauh. Benar juga, kalau sungguh ingin menaklukkan dunia, dia nggak akan bekerja sama dengan kita. Bagaimanapun, bekerja sama dengan kita hanya akan terikat. Dia juga mungkin akan diawasi oleh kita."Setelah memahami hal ini, Sigra pun menyarankan, "Hanya saja, sekarang ... kita perlu memikirkan bagaimana cara membuat Raja Bakir jatuh sakit tanpa menyebabkan kecurigaan. Ini adalah sesuatu yang perlu dipertimbangkan dengan baik."Usai merenung sejenak, Sigra akhirnya memiliki rencana. Dia memberi tahu putrinya, "Farrel, kamu harus pergi sendiri dan menjelaskan situasinya kepada bibimu. Sementara itu, barang yan
Setelah mendengarkan kata-kata ini, Jihan baru memahaminya dan segera berkata, "Oke, Bibi sudah tahu apa yang harus dilakukan!"Jihan yang tampak cemas pun menarik napas dalam-dalam. Farrel mengingatkan lagi, "Bibi, Keluarga Juwanto akan bertindak, jadi kamu harus berhati-hati dengan orang-orang di sekitarmu!"Saat mendengar ini, Jihan tampak tersenyum, lalu menatap pelayan pribadi yang paling akrab dengannya. Pelayan pribadi itu segera mengangguk sembari berkata kepada Farrel, "Dik, jangan khawatir. Dengan adanya aku di sini, nggak akan ada masalah.""Aku tahu latar belakang dari semua dayang yang ada dari istana, terutama dayang yang sudah disogok oleh Keluarga Juwanto. Semuanya ada dalam pantauanku!"Begitu Farrel mendengar kata-kata ini, dia pun berkata sambil tersenyum, "Dengan adanya Kakak di sini, aku tentu saja merasa tenang!" Pelayan pribadi itu bukan sembarang orang, melainkan anggota Keluarga Barus juga. Dia telah belajar seni bela diri sejak kecil dan sangat terampil sehing
Farrel memang tahu pemikiran seperti ini kurang baik karena Keluarga Barus mempunyai ambisi untuk menguasai dunia. Namun, Farrel menyukai pria yang heroik. Seharusnya, Wira juga termasuk pria heroik, 'kan? Hanya saja, Wira memiliki pemikiran yang agak berbeda.Farrel menggeleng dan membatin, 'Sudahlah ....' Dia langsung menyingkirkan pemikirannya ini.Sesudah Farrel pergi, Jihan segera memerintah, "Nanti siapkan makan malam dan sampaikan kepada Raja untuk datang ke Istana Nairi." Sambil bicara, Jihan menyerahkan obat itu kepada pelayan. Kemudian, pelayan itu mengangguk dan langsung pergi untuk melapor.Kala ini, Raja Bakir sedang cemas memikirkan siapa yang akan diutus ke Kerajaan Monoma. Dia tidak tahu sebenarnya nyawanya sedang terancam. Jika bukan karena rencana Wira, mungkin tak lama lagi Raja Bakir akan meninggal."Yang Mulia, Ratu mengundang Anda pergi ke Istana Nairi," kata kasim sambil tersenyum.Raja Bakir tidak terlalu curiga setelah mendengar perkataan ini. Dia memang sangat
Kala ini, Alina yang berada di dalam istana sedang merangkai bunga seraya meminum teh di halaman. Tiba-tiba, pintu istana dibuka dan pelayan pribadi Alina berjalan masuk dengan pelan. Pelayan itu berdiri di depan Alina, lalu memberi hormat dan melapor, "Selir Agung, ada yang mau bertemu dengan Anda."Alina memandang pelayannya dan bertanya, "Siapa yang datang?" Dia kebingungan, siapa yang mencarinya malam-malam begini?Pelayan pribadi itu menjawab, "Anggota Keluarga Juwanto.""Keluarga Juwanto?" ujar Alina. Dia seketika merasa senang setelah mendengar jawaban pelayan. Alina melambaikan tangannya kepada pelayan dan berucap dengan tergesa-gesa, "Cepat suruh dia masuk!"Alina sudah lama tidak berjumpa dengan keluarganya sejak masuk ke istana. Jadi, dia tentu merasa gembira ketika mendengar anggota Keluarga Juwanto datang mengunjunginya. Alina segera berdiri dan berjalan ke depan pintu untuk menyambut anggota keluarganya.Tak lama kemudian, pelayan membawa orang itu masuk. Terlihat seorang
Kumar melanjutkan, "Jadi, kita harus menyingkirkan Raja sebelum hal ini terjadi!"Raut wajah Alina berubah drastis saat melihat ekspresi Kumar yang tegas. Bagaimanapun, Alina juga mencintai Raja Bakir sehingga dia tidak tega untuk membunuh Raja Bakir. Alina menggigit bibirnya, lalu berkata dengan ragu-ragu, "Tapi, anak itu baru saja lahir. Apa nggak terlalu cepat kalau kita bertindak sekarang?""Terlalu cepat?" sahut Kumar. Dia mendengus, lalu berdiri dan meletakkan tangannya di belakang. Ekspresinya terlihat tidak puas.Kumar menjelaskan, "Kalau Ratu melahirkan seorang putri, mungkin kita baru bertindak setelah mengamati situasinya selama beberapa tahun. Tapi, Ratu melahirkan seorang putra, itu berarti nasibnya kurang mujur.""Jadi, sekarang itu waktu yang tepat untuk bertindak. Kamu yang meracuni Raja dan aku akan mengutus orang untuk membunuh Ratu. Pemerintahan pasti akan menjadi kacau balau kalau nggak ada pemimpinnya. Lagi pula, mereka nggak mungkin membiarkan bayi yang baru lahir
Raut wajah Alina dan Kumar berubah drastis begitu mendengar laporan pelayan. Alina berseru, "Apa? Yang Mulia pingsan?"Alina yang sangat cemas segera menghampiri pelayan dan bertanya, "Sebenarnya apa yang terjadi? Cepat jelaskan!""Saya tidak tahu. Hanya saja, saya mendengar ada yang melapor bahwa Raja pingsan di dalam istana Ratu dan tabib kerajaan sudah pergi ke sana!" sahut pelayan.Begitu mendengar perkataan pelayan, Alina langsung memandang Kumar. Kemudian, dia berucap, "Oke, kamu keluar dulu!"Alina tahu bahwa Kumar ingin mengatakan sesuatu kepadanya. Jadi, Alina langsung menyuruh pelayannya keluar, lalu bertanya sambil menatap Kumar dengan ekspresi khawatir, "Kak, sekarang apa yang harus kita lakukan?"Kumar menjawab dengan raut wajah muram, "Aku merasa ada yang aneh, kenapa Yang Mulia bisa tiba-tiba sakit? Kita baru saja hendak bertindak, tapi Raja tiba-tiba pingsan saat ini. Jangan-jangan, Keluarga Barus sudah mendahului kita dan mulai bertindak?"Alina yang panik langsung ber
Jangan-jangan, tebakan Kumar benar? Apa semua ini adalah perbuatan Jihan? Ketika memandang ke arah Jihan lagi, Alina menyadari bahwa ekspresi Jihan sudah kembali tenang, seolah-olah dirinya salah melihat kejadian tadi.Saat ini, Jihan juga tidak terlalu yakin. Dia khawatir tabib kerajaan akan mengetahui bahwa Raja diracuni. Jika salah mengambil langkah, Jihan akan menghadapi krisis yang parah.Namun, perkataan tabib kerajaan selanjutnya membuat kekhawatiran Jihan hilang sepenuhnya. Salah satu tabib berdiri, lalu memberi hormat kepada Jihan dan berkata, "Ratu tidak perlu khawatir. Raja hanya kelelahan belakangan ini, makanya bisa pingsan. Setelah beristirahat semalam, besok pagi Raja pasti akan baik-baik saja."Jihan baru merasa tenang sesudah mendengar perkataan tabib kerajaan. Selir-selir yang lain juga menghentikan tangisan mereka. Untung saja, Raja bukan sakit parah.Kemudian, Jihan mengantar tabib kerajaan keluar, lalu melambaikan tangan kepada para selir dan berucap, "Sudahlah, Ra
Dalam sejarah, para jenderal perang yang menggunakan trisula sangatlah langka. Ini karena satu trisula setidaknya memiliki berat sekitar 90 kilogram. Orang yang mampu mengayunkan senjata semacam ini sudah pasti sangat ganas dan kuat.Di bawah komando Wira, selain Agha yang menggunakan palu berat dengan kedua tangan, tak ada orang lain yang mampu menggunakan senjata berat semacam ini.Dari sini pula bisa dilihat bahwa Zaki, yang disebut sebagai salah satu tangan kanan Bimala, jelas bukan seseorang yang hanya memiliki nama besar tanpa kekuatan nyata.Wakil jenderal yang mengikuti Zaki tersenyum tipis setelah mendengar kabar itu. Dia menangkupkan tangan dan berkata, "Jenderal, aku nggak setuju. Bertempur seperti ini jauh lebih baik daripada yang kita bayangkan sebelumnya. Kita nggak bisa terus bersembunyi di dalam suku sambil bermain intrik dengan mereka yang bermuka dua."Zaki mendengus dingin dan berkata, "Siapa pun yang berani bermain intrik denganku akan langsung kusingkirkan dengan t
"Apa?" Wira langsung terkejut dan berpikir mengapa bisa muncul masalah merepotkan seperti ini pada saat krisis ini. Jika para pengungsi ini benar-benar nekat, kekuatan mereka tidak akan jauh berbeda dengan orang biasa. Namun, saat ini mereka sedang bersiap melawan pasukan utara, kehadiran orang-orang ini bisa menjadi faktor yang sangat tidak stabil.Setelah berpikir sejenak, Wira pun memerintah tanpa ragu, "Tutup gerbang kota dan jangan membiarkan para pengungsi itu keluar dulu. Selain itu, buka gudang persediaan dan bagikan makanannya, sebisa mungkin menenangkan para pengungsi itu. Pada saat seperti ini, kita nggak boleh menghadapi masalah seperti ini."Wira berkata dengan ekspresi muram setelah berhenti sejenak, seolah-olah merasa tidak tenang, "Kalau masih ada yang nggak tahu diri, beri tahu Jenderal Trenggi bahwa dia berhak menentukan hidup dan mati mereka. Tapi, itu hanya untuk menakut-nakuti saja, jangan sampai terlalu kejam.""Baik," jawab mata-mata itu.....Di sekitar Dataran
Setelah terdiam cukup lama, Nafis mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau mereka melewati jalur cabang ini, mereka akan berputar jauh. Dengan begitu, mereka akan menghindari Dataran Haloam dan laju mereka akan menjadi sangat lambat."Wira juga menganggukkan kepala karena memang ini yang dikhawatirkannya.Beberapa saat kemudian, Arhan memberi hormat dan berkata, "Tuan Wira, aku punya ide, tapi aku nggak tahu apa ini bisa berhasil."Wira tertegun sejenak saat mendengar perkataan itu, lalu matanya bersinar sebagai isyarat agar Arhan melanjutkan perkataannya. Sejak Arhan memimpin pasukannya untuk mengikutinya, Arhan tidak banyak berbicara. Sekarang kesempatan itu sudah datang, dia tentu saja ingin mendengar lebih banyak pemikiran Arhan.Setelah memberi hormat, Arhan menunjuk pada peta dan berkata, "Tuan, coba lihat di sini. Kalau mereka melalui jalur cabang dari Dataran Haloam, mereka akan melewati gunung berbatu. Aku berniat untuk menempatkan pasukan kecil di sini untuk memaksa mereka meng
Sekelompok pasukan keluarga dari gerbang utara dengan sangat bersemangat dan langsung menuju Dataran Haloam dan Hutan Bambu Mayu.Begitu tiba di Hutan Bambu Mayu, Wira segera mulai membagi pasukannya sesuai dengan rencana mereka sebelumnya. Hutan ini sangat lebat, sehingga orang yang berjalan di luar tidak akan mengetahui ada orang yang bersembunyi di dalamnya.Selain itu, celah-celah di dalam Hutan Bambu Mayu ini juga cukup lebar dan daerah penyangga yang luasnya beberapa mil. Jangankan tiga ribu Pasukan Harimau yang dipimpin Wira sekarang, mereka juga tetap bisa bersembunyi sepenuhnya jika ditambah dua ribu Pasukan Harimau lagi.Saat Agha dan Latif bersiap untuk memimpin sepuluh ribu prajurit itu berangkat, Latif maju dan berkata, "Tuan, apa perlu kami meninggalkan beberapa prajurit untuk kalian?"Setelah berpikir sejenak, Wira perlahan-lahan berkata, "Nggak perlu, ingat untuk menggunakan mata-mata sebaik mungkin. Kamu dan Agha harus membagi tugas, jangan terus berkumpul bersama. Pas
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi