Jangan-jangan, tebakan Kumar benar? Apa semua ini adalah perbuatan Jihan? Ketika memandang ke arah Jihan lagi, Alina menyadari bahwa ekspresi Jihan sudah kembali tenang, seolah-olah dirinya salah melihat kejadian tadi.Saat ini, Jihan juga tidak terlalu yakin. Dia khawatir tabib kerajaan akan mengetahui bahwa Raja diracuni. Jika salah mengambil langkah, Jihan akan menghadapi krisis yang parah.Namun, perkataan tabib kerajaan selanjutnya membuat kekhawatiran Jihan hilang sepenuhnya. Salah satu tabib berdiri, lalu memberi hormat kepada Jihan dan berkata, "Ratu tidak perlu khawatir. Raja hanya kelelahan belakangan ini, makanya bisa pingsan. Setelah beristirahat semalam, besok pagi Raja pasti akan baik-baik saja."Jihan baru merasa tenang sesudah mendengar perkataan tabib kerajaan. Selir-selir yang lain juga menghentikan tangisan mereka. Untung saja, Raja bukan sakit parah.Kemudian, Jihan mengantar tabib kerajaan keluar, lalu melambaikan tangan kepada para selir dan berucap, "Sudahlah, Ra
Alina memikirkannya dengan serius sebelum dia berkata dengan lirih, "Awalnya, aku juga curiga ini perbuatan Ratu. Tapi, setelah Raja didiagnosis tabib kerajaan, aku menyingkirkan kecurigaanku.""Bagaimanapun, ada beberapa tabib kerajaan yang memeriksa Raja, jadi hasilnya nggak mungkin salah. Kak, tapi ada sesuatu yang sangat mencurigakan. Waktu tabib kerajaan memeriksa Raja, Ratu terlihat sedikit gugup. Kalau dia nggak meracuni Yang Mulia, kenapa dia begitu gugup?" tambah Alina.Kumar mendengarkan dengan serius, lalu dia mengangguk dan berkata dengan suara kecil, "Hanya ada dua kemungkinan dalam masalah ini. Pertama, Keluarga Barus nggak melakukan apa pun dan semua ini hanya kebetulan. Tapi, kalau mengatakan ini cuma kebetulan, tampaknya agak mustahil. Karena masalah ini sudah terlanjur terjadi, kita biarkan saja Yang Mulia hidup lebih lama."Kumar terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Kedua, kejadian ini memang ulah Keluarga Barus. Tapi, mereka sangat bodoh karena mengambil tindakan sek
Raja Bakir merasa sekujur tubuhnya terasa lemah, dia bertanya, "Apa yang terjadi padaku?"Dengan mata memerah, Jihan menjelaskan, "Yang Mulia terlalu mengkhawatirkan urusan negara belakangan ini. Tabib kerajaan mengatakan kalau Yang Mulia terlalu kelelahan, tapi ini bukan penyakit serius. Yang Mulia hanya perlu beristirahat yang cukup. Aku sudah membuatkan sup tonik, minumlah saat Yang Mulia sudah merasa lebih baik."Raja Bakir menarik napas dalam-dalam, merasakan tubuhnya masih terasa sedikit lesu. Dia sebenarnya curiga, mengapa dia bisa tiba-tiba jatuh sakit. "Panggil tabib kerajaan, aku mau menanyakan kondisiku," ujarnya.Tanpa ragu, Jihan pun langsung memanggil semua tabib kerajaan yang berjumlah sekitar delapan orang. Mereka semua segera menghadap Raja Bakir. Setelah memeriksa denyut nadi sang Raja, mereka tidak menemukan permasalahan apa pun. Sepertinya Raja Bakir hanya terlalu kelelahan."Yang Mulia, kemungkinan Anda jatuh sakit karena kelelahan atau stres berlebihan. Ini bukan
Alina mengernyit mendengar laporan tabib. Jadi, Raja benar-benar jatuh sakti? Dia lantas bertanya "Aku ingin tahu, tubuh Yang Mulia selalu dalam kondisi prima, kenapa dia tiba-tiba ...?"Kedua tabib kerajaan itu mengulum senyum dan menjawab, "Selir Agung tenang saja. Gejala stres memang seperti ini. Kalau stres dibiarkan saja, kesehatan pun akan menurun. Walaupun tubuh Yang Mulia masih sedikit lemah, itu bukan masalah besar. Mohon jangan khawatir, kami pasti akan merawat Yang Mulia dengan baik."Kedua tabib kerajaan itu mengira bahwa Alina benar-benar mengkhawatirkan kondisi Raja Bakir. Padahal, Alina hanya ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi."Baiklah, terima kasih," ujar Alina. Lantaran tabib kerajaan sudah berkata demikian, dia hanya bisa menerima bahwa Raja memang jatuh sakit karena terlalu kelelahan.Saat Raja Bakir baru saja tertidur, situasi di pemerintahan sedang tegang. Kerajaan Monoma terus mengincar Kerajaan Nuala dan belum ada keputusan yang jelas soal ini. Baik pe
Jihan menggeleng dan berkata, "Aku hanya seorang wanita. Tuan-Tuan, apakah ada yang ingin kalian laporkan? Kalau ada, katakan saja. Kalau nggak ada, kalian sudah bisa pergi."Setelah mendengar itu, Kemal menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Ratu, hal-hal lainnya tidak menjadi masalah, tapi soal Kerajaan Monoma ....""Yang Mulia terus memikirkan siapa yang harus diutus dalam misi ini. Sayangnya, kini kondisi Yang Mulia tidak memungkinkan untuk menurunkan keputusan. Kalau hal ini tidak segera diputuskan, takutnya Kerajaan Monoma akan menggunakan kesempatan ini untuk menyerang perbatasan Kerajaan Nuala!" sambung Kemal.Jihan tertawa di dalam hati. Benar saja, ucapan Farrel tepat sekali. Meskipun dia tidak mengungkitnya, mereka akan membahas masalah ini dengan sendirinya."Tuan-Tuan, aku telah mendengar masalah ini. Karena Yang Mulia belum membuat keputusan, saat ini aku terpaksa menggantikannya mengambil keputusan. Mari kita diskusikan siapa yang harus kita utus ke Kerajaan Monoma! Sem
Setelah mendengar keputusan Ratu, Kemal menghela napas frustrasi. Dekret kerajaan langsung dikeluarkan yang menyatakan bahwa Wira diutus ke Kerajaan Monoma. Alina juga segera mengetahui masalah ini dan segera meminta Kumar memasuki istana secara diam-diam."Wira diutus ke Kerajaan Monoma?" tanya Kumar sambil mengernyit. Dia tentu saja pernah mendengar tentang Wira. Namun, dia tidak menyangka Ratu akan mengutusnya ke Kerajaan Monoma. Mungkinkah Wira ini orang Keluarga Barus?"Iya, Kak. Masalah ini …." Alina mengangguk mengiakan. Dia juga merasa masalah ini agak ganjil."Mungkinkah ini tujuan utama Keluarga Barus? Mereka ingin memutuskan pengaruh kita di antara orang Kerajaan Monoma?" ujar Kumar sambil mendengus.Jika memang demikian, langkah Keluarga Barus ini benar-benar konyol! Meskipun Keluarga Juwanto tidak memiliki kekuasaan absolut di Kerajaan Monoma, mereka cukup punya pengaruh. Asal tahu saja, Raja Monoma yang baru ini berhasil naik takhta karena didukung oleh Keluarga Juwanto.
Wira sudah merencanakan segala sesuatu dengan matang. Jika tidak, mana mungkin dia setuju untuk pergi ke Kerajaan Monoma?"Kami juga ikut?" tanya Wulan. Dia tertegun sejenak, tidak mengerti maksud Wira."Kali ini, kita akan melewati Provinsi Yolas dan Provinsi Suntra. Kedua provinsi ini sangat makmur, kita bisa sekalian mengembangkan bisnis di sana," ujar Wira sambil tersenyum. Ucapannya ini membuat ketiga wanita itu tercengang."Sayang, di waktu seperti ini, kamu masih sempat memikirkan bisnis?" kata Wulan dengan nada kesal."Hahaha! Aku menyetujui rencana Keluarga Barus ini karena aku ingin berbisnis. Kalau itu nggak menguntungkanku, untuk apa aku pergi?" kata Wira.Mendengar ini, Dian tiba-tiba berseru, "Tuan, maksudmu ... ini adalah rencanamu sejak awal? Tapi, pasti ada banyak bahaya di jalan. Gimana kita bisa berbisnis dengan lancar?"Siapa pun yang bisa memutar logikanya akan sependapat. Keluarga Juwanto tidak mungkin membiarkan Wira pergi ke Kerajaan Monoma. Jadi, mereka pasti a
Wulan, Dian, dan Dewina tertawa usai mendengar ucapan Wira. Selama mereka bisa bersama Wira, mereka tidak akan merasakan susah. Apalagi, mereka memang ingin ikut dengan Wira.Daripada menunggu dengan hati was-was di Dusun Darmadi, mereka lebih memilih ikut bersama Wira. Mereka tidak peduli situasi apa yang akan mereka hadapi, segalanya baik-baik saja jika bisa bersama dengan sang suami.Lantaran mau bertolak ke Kerajaan Monoma, Wira harus membuat beberapa persiapan. Sepanjang perjalanan, dia ingin berbisnis. Jadi, alih-alih membawa barang murah, dia malah membawa satu kereta penuh berisi gelas kristal. Barang ini mahal dan disukai orang-orang kaya.Wira juga mengambil beberapa produk dagangannya yang lain. Dia belum tentu akan membangun bisnisnya di tempat-tempat yang mereka lewati. Sebaliknya, dia bisa mencari beberapa pedagang yang mungkin tertarik dengan produk-produk itu. Jika mereka tertarik, mereka bisa meminta stok dari Provinsi Lowala. Wira berencana untuk menjadikan Provinsi L
Shafa juga buru-buru menyatakan sikapnya. Dia memang cerdas. Di zaman sekarang, jika ingin memiliki pijakan yang kokoh, seseorang tentu harus memiliki nilai pada diri sendiri. Mereka tidak mungkin terus mengandalkan Wira seumur hidup.Pada akhirnya, orang yang paling bisa diandalkan hanya diri sendiri. Jika terus mengandalkan Wira, mungkin suatu saat Wira akan merasa illfeel pada mereka. Hasilnya pun akan menjadi sangat buruk.Wira tidak melontarkan sepatah kata pun sejak tadi. Jika ingin membujuk Doddy, semua tergantung kemampuan Shafa.Doddy menggosok telapak tangannya sambil tertawa dengan canggung. Kemudian, dia menggeleng dan berkata, "Kamu mungkin nggak tahu aku nggak tertarik pada wanita. Orang-orang yang mengurusku juga para prajuritku. Aku nggak suka wanita masuk ke kamarku. Aku nggak suka aroma di tubuh mereka."Shafa tak kuasa termangu. Dia tahu Wira punya beberapa istri. Wajar juga jika pria punya banyak istri. Sementara itu, Doddy yang terkenal dan memegang kekuasaan milit
Di dalam kereta kuda. Melihat ekspresi Kaffa dan Shafa yang sangat waspada, Wira tersenyum dan bertanya, "Kenapa kalian berdua nggak berbicara?"Setelah ragu sejenak, Kaffa berkata dengan pelan, "Kak Wira, aku baru tahu identitasmu, aku tentu saja nggak berani berbicara sembarangan di depanmu. Kalau aku salah bicara, kemungkinan besar akan ...."Sebelum Kaffa selesai berbicara, Shafa segera mendorong lengannya. Mendapat isyarat itu, dia pun segera menghentikan kata-katanya.Wira menggelengkan kepala dan berkata sambil tersenyum, "Shafa, aku tahu kepribadian kakakmu, jadi aku nggak akan menyalahkan kalian. Meskipun dia salah bicara, apa masalahnya? Bukankah aku tetap menganggap kalian sebagai teman? Kalau nggak, aku nggak akan membiarkan kalian duduk di kereta kudaku."Danu berkata dengan nada ramah, "Benar. Kakakku sudah menganggap kalian berdua sebagai teman, jadi kalian perlu begitu formal di depan kakakku. Kalau nggak, berarti kalian meremehkan kakakku dan kakakku akan marah."Setel
Orang lain mungkin tidak akan berani mendambakan hal ini seumur hidupnya."Oh ya. Sejak kapan kamu tahu identitas Kak Wira?" tanya Kaffa lagi karena dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Bahkan saat menerima liontin giok dan melihat ekspresi Danu, dia juga tidak berani membayangkan Kak Wira di depannya adalah Wira yang terkenal itu. Ini benar-benar seperti dongeng yang tidak mungkin terjadi, tetapi kenyataannya memang begitu.Shafa perlahan-lahan berkata, "Sebenarnya aku juga baru mengetahui semuanya beberapa waktu yang lalu. Dia meminta kita memanggilnya Kak Wira, ditambah lagi senjata rahasianya itu, dan sikapnya dalam bertindak, semua itu sudah cukup bagiku untuk menebak identitasnya.""Lagi pula, senjata rahasia yang bernama pistol itu hanya Kak Wira yang punya di seluruh dunia ini, orang lain nggak punya senjata rahasia seperti itu. Kalau dia bisa membawa pistol itu, mana mungkin dia orang lain lagi."Shafa termasuk orang yang berpengetahuan luas, dia tentu saja bisa
Setelah semuanya sudah diatur dengan baik dan hampir sampai di depan pintu penjara bawah tanah, Wira memberikan instruksi pada Danu, "Oh ya. Jangan memberi tahu terlalu banyak orang tentang kepulanganku kali ini, terutama Tuan Osmaro."Jika ingin kembali secara terang-terangan, Wira tentu saja tidak akan menggunakan cara seperti ini. Dia juga akan membiarkan anggota jaringan mata-mata melindunginya di sepanjang perjalanan, sehingga tidak akan terjadi begitu banyak kejadian seperti ini. Namun, dia memiliki pertimbangannya sendiri dan memilih lebih baik tidak mengungkapkan kepulangannya agar tidak memicu masalah."Semuanya sesuai dengan pengaturan Kakak," jawab Danu sambil menganggukkan kepala dengan tegas. Selama ini, dia selalu memegang prinsip yaitu selalu patuh pada Wira tanpa syarat. Meskipun Wira memerintahnya untuk mati, dia juga tidak akan ragu sedikit pun. Beginilah ikatan persaudaraan mereka."Aku nggak menyangka orang yang membantu kita adalah Wira yang terkenal itu. Pantas sa
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak