Meski kata-kata itu keluar dari mulut Suryadi, dia sendiri juga tampak terkejut. Bagaimanapun, senapan ini dibuat berdasarkan sketsa yang digambar Wira. Awalnya, Suryadi dan Emran bahkan tidak percaya benda seperti itu bisa dibuat.Hati Wira sangat gembira. Sekarang, dia ingin mengajari orang-orang cara menggunakan senapan baru itu. Wira memanggil ketiga istrinya dan Danu. Kali ini, dia tidak berencana membawa terlalu banyak orang ke Kerajaan Monoma. Dia memilih sepuluh orang kuat dari antara Pasukan Zirah Hitam. Totalnya, ada belasan orang dalam tim ini.Setiap orang diberi senapan yang telah dimodifikasi. Setelah diajari cara menggunakannya oleh Wira, tim yang terdiri dari belasan orang ini siap untuk berangkat. Dengan persiapan lengkap, mereka tidak perlu takut meski bertemu dengan beberapa bandit di tengah jalan.Dengan dibekali status sebagai duta, Wira yakin Keluarga Juwanto tidak akan mengerahkan pasukan untuk menyingkirkannya. Terlebih lagi, ada Keluarga Barus yang melindunginy
Wira tentu tahu bahwa Keluarga Juwanto memiliki kekuatan yang cukup untuk menjalin kesepakatan dengan Kerajaan Monoma dan keluarga kerajaan. Ancaman sebenarnya bukan terletak pada Kerajaan Nuala, melainkan Kerajaan Monoma. Bagi kebanyakan orang, mungkin benar seperti itu, tetapi bagi Wira, hal ini tidak begitu sederhana.Kerajaan Monoma .... Hmph! Apakah mereka benar-benar berpikir bahwa berurusan dengan Keluarga Juwanto akan mempertahankan perdamaian mereka? Itu benar-benar pemikiran yang lucu!"Kak Wira, ini adalah salah satu pendekar dari Keluarga Barus, namanya Rumi. Dia sangat terampil dalam bela diri. Pasukannya akan mengawalmu melewati Kerajaan Nuala. Banyak orang telah membelot ke Kerajaan Monoma. Kekuatan tempur kita telah berkurang drastis, jadi harap berhati-hatilah!"Usai mengucapkan kata-kata itu, Farrel menatap ke arah Rumi sembari berkata, "Rumi, ayo beri salam pada Tuan Wahyudi."Pria bernama Rumi ini segera mengangguk. Dia membungkuk dalam kepada Wira seraya berkata d
Mereka tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, bahkan mungkin akan ada bahaya yang menanti di depan. Akan tetapi, selama bisa bersama Wira, kalaupun itu berarti berakhir dengan kematian, Wulan, Dewina, dan Dian tetap akan menerima hasil tersebut dengan senang hati.Keesokan paginya, setelah menyiapkan perlengkapan, mereka segera berangkat dari Dusun Darmadi. Mereka pun menempuh perjalanan selama satu hari. Meskipun naik kereta kuda, ketiga wanita itu tetap merasa lelah.Saat ini, Wira melihat ketiga wanita itu dan bertanya dengan perhatian, "Apa kalian mau minum air?""Terima kasih, Sayang," ucap Wulan. Dia menerima air dari Wira, lalu meminumnya.Tak lama kemudian, Dewina menunjuk ke arah yang jauh dengan antusias seraya berkata, "Tuan Wira, ada sebuah stasiun pos kuda di kejauhan!"Wira segera melihat ke arah yang ditunjuk dan mengangguk setuju. Dia berbalik untuk melihat pasukannya, lalu berkata dengan lembut sambil tersenyum, "Kita sudah melakukan perjalanan sejauh ini. Aku yak
Saat ini, Wulan dan Dewina tengah sibuk mengoleskan saus pada sate. Sementara itu, Dian meracik sesuatu berdasarkan resep rahasia yang barusan diberikan oleh Wira."Dua sendok pasta wijen, satu sendok cuka .... Semua bahan sudah disiapkan sesuai dengan petunjuk. Tuan Wira, kamu bisa memeriksanya!" ucap Dian. Wira menerima racikan bahan-bahan dari Dian. Kini, raut wajahnya tampak sangat bersemangat, seolah-olah dia sudah tidak sabar ingin mencicipinya."Hehe, bagus. Selama kamu mengikuti petunjuk yang kuberikan dengan benar, pasti nggak akan ada masalah!" ujar Wira seraya mencicipi sedikit racikan tersebut. Rasanya benar-benar lezat.Usai memanggang semuanya, Wira langsung mengeluarkannya dari dapur dan meletakkannya di atas meja makan. Kemudian, dia berkata pada semua orang, "Ayo, coba kalian cicipi. Apakah rasanya enak?"Saat mendengar ini, mereka bergegas mendekat dengan ekspresi tidak sabar. Masing-masing dari mereka mengambil satu tusuk sate dan mencicipinya perlahan. Kemudian, Dan
Akan tetapi, pria itu tampaknya tidak memiliki niat jahat. Dia hanya meletakkan sejumlah uang emas, lalu berkata seraya terkekeh-kekeh ke arah Wira, "Halo, aku mendengar dari pelayan, hidangan di sini dibuat oleh kalian sendiri. Benar begitu?"Wira menjawab sambil tersenyum, "Ya, benar. Apa ada masalah?""Aku dan teman-temanku ingin mencicipinya. Kalau kalian bersedia membuatkan seporsi untuk kami, aku akan memberikan uang ini kepada kalian," tawar pria tersebut.Melihat uang yang ada di depan mata, Wira dapat merasakan ketulusan mereka. Itu sebabnya, dia menerima uangnya dengan senang hati, lalu bangkit dan berkata dengan sopan, "Nggak masalah. Selama dibayar, aku akan memasaknya untuk kalian."Tidak lama kemudian, Wira dan beberapa orang lagi-lagi membuat seporsi sate dan menyerahkannya kepada pria kaya tersebut. Beberapa orang itu mencicipinya sambil terkagum-kagum. Mereka tidak menyangka bahwa ada makanan selezat itu di dunia ini. Hal ini benar-benar sulit dipercaya.Wira menyimpan
Mereka mengira bahwa ada perampok yang datang. Pria kaya barusan segera memegang dompet kecilnya dengan cemas. Akan tetapi, setelah beberapa saat berlalu, tidak ada yang beranjak masuk. Saat melihat ekspresi tenang dari kelompok Wira, mereka pun tidak lagi khawatir. Sekitar 10 menit kemudian, suara di luar akhirnya perlahan mereda.Saat ini, Rumi berjalan masuk dengan langkah santai. Dengan sikap berwibawa seperti biasa, dia langsung duduk di kursi dan berkata dengan pelan, "Semua masalah di luar sudah diatasi."Mendengar laporannya, Wira tampak tersenyum dan menunjukkan ekspresi yang sangat puas. Perjalanan ini benar-benar menjadi lebih mudah dengan adanya perlindungan orang-orang dari Keluarga Barus. Setelah makan malam, mereka pun kembali ke kamar penginapan di stasiun pos kuda untuk beristirahat.Keesokan paginya, mereka segera melanjutkan perjalanan setelah berkemas. Wulan, Dewina, dan Dian duduk di dalam kereta kuda seraya menikmati pemandangan di luar jendela. Sore harinya, mer
"Tentunya, kami akan mengenakan komisi sebesar 10% dari harga lelang," lanjut si pengurus.Setelah Wira berpikir sejenak, dia pun mengangguk setuju seraya berkata, "Baiklah, itu nggak masalah. Tapi, kalau aku melelang lebih banyak, apa kalian bisa memberiku sedikit diskon?"Saat mendengar pertanyaan ini, raut wajah si pengurus sontak berseri-seri. Dengan ekspresi yang bersemangat, dia segera bertanya dengan tidak sabar, "Kalau boleh tahu, berapa banyak lagi yang ingin Tuan lelangkan?""Mungkin sekitar enam gelas," jawab Wira seraya tersenyum.Begitu mendengar hal tersebut, ekspresi pengurus tampak sangat gembira. Dia buru-buru mengangguk, lalu lagi-lagi bertanya dengan antusias, "Kalau begitu, apa gelas kristal lain yang Tuan punya juga memiliki warna dan kualitas yang sama?""Tentu saja, semuanya sama," jawab Wira dengan jujur.Pengurus itu segera berkata, "Hehe. Kalau begitu, aku hanya akan menagih komisi untuk 5 gelas kristal. Bagaimana menurutmu?"Wira terkekeh-kekeh seraya menjawa
Pengurus berkata dengan sopan, "Tuan, maaf. Kami nggak bisa berbisnis denganmu."Wulan, Dewina, dan Dian saling bertatapan setelah mendengar ucapan pengurus. Ekspresi mereka tampak kaget. Ternyata sesuai dugaan Wira!Wira tersenyum, lalu bertanya balik seraya memandang pengurus, "Apa ada orang yang menyuruh kalian untuk menolak berbisnis denganku?"Pengurus tertegun. Setelah itu, dia menggeleng dengan ekspresi tidak berdaya dan tersenyum getir. Pengurus menjelaskan, "Tuan, terima kasih karena kamu bisa memahami kami. Aku hanya pengurus pelelangan sehingga nggak bisa membuat keputusan, ada orang penting yang menekan kami."Pengurus melanjutkan, "Jadi, kami hanya bisa mengikuti perintah mereka dan nggak bisa menjalankan kesepakatan yang kita bicarakan sebelumnya. Aku minta maaf. Kalau kamu masih punya barang bagus, kami pasti akan menyambut kedatanganmu kapan saja di pelelangan kami lain kali. Tapi, untuk beberapa waktu ini takutnya ...."Sikap pengurus ini sudah cukup sungkan. Wira tahu
Shafa juga buru-buru menyatakan sikapnya. Dia memang cerdas. Di zaman sekarang, jika ingin memiliki pijakan yang kokoh, seseorang tentu harus memiliki nilai pada diri sendiri. Mereka tidak mungkin terus mengandalkan Wira seumur hidup.Pada akhirnya, orang yang paling bisa diandalkan hanya diri sendiri. Jika terus mengandalkan Wira, mungkin suatu saat Wira akan merasa illfeel pada mereka. Hasilnya pun akan menjadi sangat buruk.Wira tidak melontarkan sepatah kata pun sejak tadi. Jika ingin membujuk Doddy, semua tergantung kemampuan Shafa.Doddy menggosok telapak tangannya sambil tertawa dengan canggung. Kemudian, dia menggeleng dan berkata, "Kamu mungkin nggak tahu aku nggak tertarik pada wanita. Orang-orang yang mengurusku juga para prajuritku. Aku nggak suka wanita masuk ke kamarku. Aku nggak suka aroma di tubuh mereka."Shafa tak kuasa termangu. Dia tahu Wira punya beberapa istri. Wajar juga jika pria punya banyak istri. Sementara itu, Doddy yang terkenal dan memegang kekuasaan milit
Di dalam kereta kuda. Melihat ekspresi Kaffa dan Shafa yang sangat waspada, Wira tersenyum dan bertanya, "Kenapa kalian berdua nggak berbicara?"Setelah ragu sejenak, Kaffa berkata dengan pelan, "Kak Wira, aku baru tahu identitasmu, aku tentu saja nggak berani berbicara sembarangan di depanmu. Kalau aku salah bicara, kemungkinan besar akan ...."Sebelum Kaffa selesai berbicara, Shafa segera mendorong lengannya. Mendapat isyarat itu, dia pun segera menghentikan kata-katanya.Wira menggelengkan kepala dan berkata sambil tersenyum, "Shafa, aku tahu kepribadian kakakmu, jadi aku nggak akan menyalahkan kalian. Meskipun dia salah bicara, apa masalahnya? Bukankah aku tetap menganggap kalian sebagai teman? Kalau nggak, aku nggak akan membiarkan kalian duduk di kereta kudaku."Danu berkata dengan nada ramah, "Benar. Kakakku sudah menganggap kalian berdua sebagai teman, jadi kalian perlu begitu formal di depan kakakku. Kalau nggak, berarti kalian meremehkan kakakku dan kakakku akan marah."Setel
Orang lain mungkin tidak akan berani mendambakan hal ini seumur hidupnya."Oh ya. Sejak kapan kamu tahu identitas Kak Wira?" tanya Kaffa lagi karena dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Bahkan saat menerima liontin giok dan melihat ekspresi Danu, dia juga tidak berani membayangkan Kak Wira di depannya adalah Wira yang terkenal itu. Ini benar-benar seperti dongeng yang tidak mungkin terjadi, tetapi kenyataannya memang begitu.Shafa perlahan-lahan berkata, "Sebenarnya aku juga baru mengetahui semuanya beberapa waktu yang lalu. Dia meminta kita memanggilnya Kak Wira, ditambah lagi senjata rahasianya itu, dan sikapnya dalam bertindak, semua itu sudah cukup bagiku untuk menebak identitasnya.""Lagi pula, senjata rahasia yang bernama pistol itu hanya Kak Wira yang punya di seluruh dunia ini, orang lain nggak punya senjata rahasia seperti itu. Kalau dia bisa membawa pistol itu, mana mungkin dia orang lain lagi."Shafa termasuk orang yang berpengetahuan luas, dia tentu saja bisa
Setelah semuanya sudah diatur dengan baik dan hampir sampai di depan pintu penjara bawah tanah, Wira memberikan instruksi pada Danu, "Oh ya. Jangan memberi tahu terlalu banyak orang tentang kepulanganku kali ini, terutama Tuan Osmaro."Jika ingin kembali secara terang-terangan, Wira tentu saja tidak akan menggunakan cara seperti ini. Dia juga akan membiarkan anggota jaringan mata-mata melindunginya di sepanjang perjalanan, sehingga tidak akan terjadi begitu banyak kejadian seperti ini. Namun, dia memiliki pertimbangannya sendiri dan memilih lebih baik tidak mengungkapkan kepulangannya agar tidak memicu masalah."Semuanya sesuai dengan pengaturan Kakak," jawab Danu sambil menganggukkan kepala dengan tegas. Selama ini, dia selalu memegang prinsip yaitu selalu patuh pada Wira tanpa syarat. Meskipun Wira memerintahnya untuk mati, dia juga tidak akan ragu sedikit pun. Beginilah ikatan persaudaraan mereka."Aku nggak menyangka orang yang membantu kita adalah Wira yang terkenal itu. Pantas sa
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak