Lukman tersenyum sembari menatap ke arah Wira. Maksud dari perkataan Lukman sangat jelas. Dia ingin melihat bagaimana Wira akan menilai sosok berkuasa. Akan tetapi, Wira hanya tersenyum. Semua orang memandang ke arah mereka dengan raut wajah yang tegang.Opal tak kuasa menelan air liur dan tampak sangat cemas. Dia khawatir bahwa Wira yang tak kenal takut itu akan mengucapkan sesuatu yang terlalu provokatif. Sebaliknya, Hatta malah tersenyum dan juga merasa penasaran seperti ayahnya. Di sisi lain, Farrel dan gadis berpakaian ungu juga sangat penasaran. Mereka ingin tahu, puisi seperti apakah yang akan dilontarkan oleh Wira.Semua orang menatap Wira lekat-lekat dan menantikan bait puisi dari dirinya. Mereka benar-benar penasaran dengan puisi yang akan dibuat oleh pria itu. Apakah dia akan takut pada sosok berkuasa atau justru sebaliknya akan mengkritik mereka?Tepat ketika semua tatapan tertuju pada Wira, dia pun mulai berbicara perlahan, "Lebih baik menua dan mati di antara anggur dan b
"Benar sekali. Orang ini benar-benar nggak kenal takut. Dia sepertinya memang sedang mencari masalah!""Tapi, aku juga mengaguminya. Berbicara seperti ini membutuhkan keberanian. Sebenarnya, siapa yang memberinya nyali sebesar itu?""Nggak perlu membahas yang lain, kalau kita hanya fokus pada puisinya, dari segi sastra, puisi ini sama sekali nggak kalah dari puisi 'Mengenang Dirga'.""Aku juga merasa begitu, tapi pemerintah memang nggak berniat untuk menghargai prestasi Tuan Wahyudi. Jadi, perkataannya ini bukan masalah besar, 'kan?"Orang-orang mulai berkomentar. Sementara itu, begitu Wira duduk, Farrel langsung mengacungkan jempol ke arahnya sembari memuji, "Kak Wira, kamu sungguh mengagumkan!" Farrel memang benar-benar mengaguminya. Bahkan, Keluarga Barus pun tidak berani mengatakan hal semacam ini."Jangan seperti itu. Aku nggak layak menerima pujian darimu," ucap Wira sambil tersenyum."Tapi, puisimu ini mungkin akan menyinggung pemerintah. Apa kamu nggak khawatir bahwa Raja Bakir
Wira tidak mengenal orang ini. Namun, jelas bahwa orang ini memiliki karisma yang luar biasa. Pria ini pasti merupakan keturunan dari keluarga terhormat."Bukannya itu Tuan Irsyad dari Toko Uang Tyaga?" ucap Farrel yang sangat terkejut.Wira tertegun sejenak, lalu segera bertanya, "Oh? Siapa dia?"Farrel menjelaskan, "Pemilik dari Toko Uang Tyaga di Provinsi Jawali adalah Darsono Pratham dan orang ini adalah putranya, Irsyad Pratham!"Perkataan Farrel langsung membangkitkan semangat Wira. Dia pun berkata, "Toko Uang Tyaga sepertinya cukup kaya, bagus sekali." Kemudian, Wira menoleh ke arah Irsyad dan bertanya sambil tersenyum, "Tuan Irsyad, apakah kamu ingin membeli semuanya?"Irsyad mengangguk sembari menjawab, "Tentu, bukannya itu hanya 18 miliar gabak? Aku akan membeli semuanya. Lagi pula, aku bisa menghasilkan banyak keuntungan dengan melelangnya lain kali, 'kan?"Setelah mengucapkan kata-kata ini, Irsyad langsung mengeluarkan segepok uang kertas dan memberikannya kepada Wira. Meli
Sementara itu, Hatta hanya menggeleng dan tidak terlalu peduli. Dia yakin bahwa puisi ini akan tersebar besok dan pada akhirnya akan diketahui oleh pemerintah. Itu sebabnya, Hatta berkata, "Ayah, kita nggak perlu khawatir tentang ini. Begitu Raja Bakir mengetahuinya, dia pasti nggak akan melepaskan Wira begitu saja!"Lukman mengangguk setuju seraya berkata, "Semoga begitu ...." Pada saat yang sama, puisi tersebut telah tersebar luas di Provinsi Jawali. Keesokan harinya, banyak orang telah mengetahui tentang insiden tersebut.Saat ini, di ruang kerja istana Kerajaan Nuala, Raja Bakir tengah membaca puisi itu. Hanya saja, raut wajahnya tampak sangat marah.Dimas segera berkomentar, "Yang Mulia, beraninya Wira mengeluh dan menghina pemerintah. Kita tidak boleh membiarkannya. Hamba menyarankan agar dia segera dieksekusi di depan umum!" Saat ini, keenam menteri hadir di ruang kerja, beserta dengan kedua penasihat.Akan tetapi, faksi penasihat kiri tampak sangat khawatir. Mereka merasa bahwa
Wira sangat terkejut ketika mendengar hal ini. Dia tidak menyangka bahwa Raja Bakir akan benar-benar memberinya sebuah jabatan resmi. Namun, jabatan ini sebenarnya tidak terlalu penting dan hanyalah sebuah jabatan rendah. Sekretaris utama dengan pangkat tingkat kesembilan bahkan lebih rendah daripada pejabat administratif di kantor pemerintah daerah.Wira tersenyum karena telah menduga hal ini sebelumnya, tetapi dia tidak terlalu peduli. Jabatan sekretaris utama hanyalah sebuah gelar, tanpa tanggung jawab yang nyata. Kalaupun Wira ingin bekerja keras, Lukman mungkin tidak akan membuatnya merasa nyaman.Wulan juga terkejut mendengarnya. Dia tidak menyangka bahwa Raja Bakir benar-benar akan memberikan suaminya sebuah jabatan resmi! Ini ... benar-benar sulit dimengerti! Wira hanya tersenyum dan tidak berkomentar apa pun, lalu segera pergi ke kantor gubernur.Begitu melihat Wira, Lukman pun berkata dengan acuh tak acuh, "Wira, Raja Bakir sudah berbaik hati memberimu jabatan sekretaris utam
Itu sebabnya, Raja Bakir ingin menggunakan cara ini untuk mempermalukan Wira. Akan tetapi, Wira tidak peduli. Dia hanya mementingkan identitas ini! Tak peduli jabatan apa pun yang diberikan kepadanya, Wira tidak akan mengindahkannya. Dia tetap akan mencapai kesepakatan dengan Lukman.Apalagi, pejabat tingkat kesembilan memang tidak terlalu penting. Atasan langsung Wira adalah gubernur. Raja Bakir tidak mungkin mengetahui hal ini. Kalaupun Wira hanya bermalas-malasan setiap harinya, selama Lukman tidak marah, orang lain tidak akan bisa mencampuri urusannya. Dengan demikian, Wira kebetulan bisa menunjukkan niat baiknya terhadap Lukman.Jujur saja, mereka sebenarnya tidak memiliki dendam. Wira sendiri juga tidak ingin bermusuhan dengan siapa pun. Daripada bersaing secara diam-diam, lebih baik mencari perdamaian. Bagaimanapun, negara ini adalah milik Raja Bakir. Namun, keberadaan istana begitu jauh dari mereka. Lantas, apa hubungannya kesepakatan yang dicapai oleh Wira dan Lukman dengan p
Wulan langsung terkejut setelah mendengar perkataan Wira. Dia tidak pernah menyangka masalah ini begitu rumit. Wulan berucap, "Suamiku, semua ini terlalu kacau ... aku rasa, lebih baik jadi orang kaya."Sejak kecil, Wulan tumbuh besar dalam keluarga kaya. Tentu saja, dia tahu pertikaian di dalam pemerintahan sangat kejam. Tidak ada yang benar atau salah, tetapi nyawa siapa pun bisa terancam setiap saat. Kalaupun awalnya berada di posisi netral, kemungkinan seseorang bisa dijatuhkan kapan saja.Kejadian seperti ini sudah sering terjadi. Daripada begitu, lebih baik menghindar dari semua ini dan menikmati kehidupan yang tenang. Orang-orang memang akan mentertawakannya karena tidak berambisi, tetapi Wulan hanya seorang wanita biasa yang berharap suaminya sehat dan bahagia. Wulan tidak memedulikan hal lain.Wira tertawa dan menyentuh hidung Wulan, lalu berucap, "Istriku memang bijak. Terkadang, kekuasaan bisa membuat seseorang menjadi hebat, tapi juga celaka. Daripada hidup dalam kekhawatir
"Wira, silakan duduk," ucap Irsyad. Dia sangat cekatan. Selesai bicara, dia menuang teh untuk Wira.Kemudian, Irsyad tersenyum dan berkata, "Hari ini, kamu datang untuk menukar uang kertas, 'kan?"Wira langsung mengangguk, lalu menyahut, "Benar, hari ini aku memang datang untuk menukar uang kertas menjadi uang emas."Setelah itu, Wira menyuruh Danu mengeluarkan tumpukan uang kertas dan menyerahkannya kepada Irsyad. Namun, Irsyad tersenyum canggung ketika melihat uang itu, lalu berucap, "Wira, mohon maaf. Hari ini, uang kertas milikmu nggak bisa ditukar."Wira tertegun sesudah mendengar ucapan Irsyad. Apa maksudnya? Hari ini uangnya tidak bisa ditukar?Saat baru sampai tadi, Wira melihat banyak orang membawa uang perak untuk ditukar menjadi uang kertas. Jadi, kenapa Wira tidak bisa menukarnya?"Irsyad, apa maksudnya?" tanya Wira.Irsyad tersenyum getir dan menjawab, "Wira, kamu mau menukar 18 miliar gabak dan ini bukan nominal kecil. Toko ... toko uang kami nggak bisa mengeluarkan uang
"Ketika saat itu tiba, bukannya yang paling menderita adalah orang-orang di Lembah Duka? Karena kamu ada di sini dan pernah berinteraksi dengan Jaran, mari kita diskusi dulu. Mungkin kamu punya cara untuk membantuku mengatasi masalah ini."Bisa dilihat bahwa Arie sama sekali tidak berbohong. Dia benar-benar mencemaskan Lembah Duka. Jika tidak, dia tidak akan bersusah payah seperti ini.Bagaimanapun, putranya ada di sini. Jika orang-orang di atas sana mengambil tindakan untuk membalas dendam, bukan hanya orang-orang di Lembah Duka yang akan mati, tetapi juga satu-satunya putranya ...."Sebenarnya masalah ini sederhana saja. Asalkan kamu meminjamku beberapa orangmu dan aku membawa mereka keluar, mereka seharusnya punya cara untuk melawan Jaran, 'kan? Setelah semua beres, kalian juga nggak perlu cemas lagi. Gimana?"Untuk melawan Jaran yang melarikan diri dari Lembah Duka, mereka hanya bisa menggunakan orang-orang di dalam untuk menurunkan risiko yang ada. Bagaimanapun, mereka sama-sama m
Begitu membahas topik ini, ekspresi Fikri langsung berubah. Langkah kakinya sontak terhenti, lalu dia menoleh menatap Wira."Sepertinya kamu sudah pernah bertemu dengannya?"Pada saat yang sama, seorang pria menghampiri dengan diikuti beberapa orang berjubah hitam.Sosok pria itu memancarkan tekanan yang kuat, membuat suasana menjadi mencekam. Pria itu tidak lain adalah pemimpin Lembah Duka, Arie."Ayah!" Fikri segera maju dan memberi hormat.Di Lembah Duka, sistem hierarki sangat ketat. Meskipun hubungan mereka adalah ayah dan anak, mereka tetap harus menunjukkan rasa hormat yang sesuai.Orang-orang di sekitar segera mengesampingkan pekerjaan mereka dan menghampiri untuk memberi hormat.Sementara itu, Wira tersenyum sopan. "Salam, Ketua. Maaf karena aku datang tanpa izin dan mengganggumu.""Tapi, aku datang demi kesejahteraan rakyat. Bagaimanapun, orang yang meninggalkan Lembah Duka tanpa izin bukan orang yang mudah dihadapi."Saat teringat pada metode Panji, Wira masih bisa merasa ce
Wira mengangguk dengan perlahan, merasa perkataan Fikri cukup masuk akal. Hal ini menunjukkan bahwa yang ada di luar sana hanyalah desas-desus.Fikri melanjutkan, "Mungkin karena kabut beracun di sekitar Lembah Duka, orang-orang pun merasa tempat ini menakutkan. Tapi, semua itu adalah langkah yang terpaksa kami ambil.""Oh? Kenapa begitu?" Wira mengangkat alisnya sambil bertanya.Fikri menjelaskan, "Saat leluhur kami pertama kali datang ke sini, mereka menjalin aliansi dengan wilayah barat. Kami cuma mencari tempat untuk berlindung dan berjanji nggak akan mengganggu kehidupan orang lain.""Selain itu, di Lembah Duka, kami mempelajari ilmu sihir. Jika kami sembarangan muncul, takutnya orang-orang akan merasa terancam, bahkan orang-orang yang berkuasa juga akan merasa takut.""Makanya, kami membuat keputusan untuk tinggal selamanya di Lembah Duka. Mengenai desas-desus yang beredar, mungkin ada yang sengaja menyebarkannya."Ternyata begitu, kini Wira telah mengetahui situasi sebenarnya di
"Baiklah, aku sangat menghargai keberanianmu ini." Pria itu tersenyum, lalu memberi isyarat tangan mempersilakan. "Aku akan pimpin jalan. Kalau kalian percaya padaku, silakan ikut aku.""Ayo." Wira melambaikan tangan ke orang-orang di belakang, memberi isyarat agar mereka mengikuti.Segera, mereka semua berangkat. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang berbicara. Wira dan yang lainnya terus mengikuti langkah kaki pria itu.Setelah berjalan sekitar satu jam, mereka akhirnya tiba di pedalaman hutan. Di sekeliling terdapat bangunan besar yang berdiri kokoh. Meskipun luas, bangunan itu tampak sederhana.Di bawah pimpinan pria itu, mereka segera memasuki Lembah Duka. Di dalam sini seperti dunia yang berbeda. Tampak buah-buahan dan sayuran yang tumbuh dengan subur. Selain itu, terdapat juga banyak ternak yang dipelihara dengan baik.Pantas saja, orang-orang di Lemah Duka tidak pernah keluar dan hidup dengan tenang di sini. Mereka bisa memenuhi segala kebutuhan sendiri tanpa harus bergantung pa
"Kalau begitu, kita bakar saja semuanya. Kalau nggak bisa dibawa pulang, kita bawa saja abu mereka. Ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan untuk sekarang," sahut Wira.Mereka tewas di hutan ini dengan tubuh yang telah dimakan oleh ular, serangga, tikus, dan semut. Hanya dengan menyentuh mayat-mayat ini, Wira dan lainnya bisa berisiko keracunan. Jadi, mereka harus sangat berhati-hati.Membakar mayat-mayat ini adalah satu-satunya pilihan yang bisa dilakukan saat ini.Beberapa orang itu mengangguk. Saat Agha dan Dwija mencari kayu bakar, Wendi mengeluarkan sebotol bubuk dari dalam sakunya."Kalian nggak perlu cari kayu bakar. Aku bisa langsung membakar mayat-mayat ini. Setelah aku taburkan bubuk putih ini, tubuh mereka akan terbakar dengan sendirinya. Setelah itu, kita cuma perlu kumpulkan abu mereka."Setelah mendapat izin dari Wira, Wendi menaburkan bubuk itu. Tidak lama kemudian, mayat-mayat itu terbakar dengan api yang menyala hebat.Meskipun api begitu besar, tidak ada pohon-po
Ketika Wira dan lainnya memasuki hutan, orang-orang dari Lembah Duka juga sudah mendapatkan berita tentang kedatangan mereka.Pada saat itu, beberapa orang dari Lembah Duka telah memasuki hutan dan mendekati kelompok Wira.Selama bertahun-tahun, tidak ada yang berani memasuki daerah ini. Bukan hanya karena kabut beracun yang ada, tetapi lebih karena hutan ini adalah wilayah Lembah Duka.Bagi orang-orang di wilayah barat, mereka tahu bahwa orang-orang dari Lembah Duka tidak bisa diusik. Jika bertindak sembarangan, mereka mungkin akan berakhir dengan sangat buruk, bahkan kehilangan nyawa. Makanya, tidak ada yang berani mengambil risiko.Seiring berjalannya waktu, melalui rumor yang terus beredar, nama Lembah Duka pun semakin menakutkan. Bahkan, desa-desa di sekitar wilayah mereka berangsur menghilang.Makanya, kedatangan Wira dan lainnya kali ini membuat Lembah Duka agak bingung. Mereka pun mengirim orang untuk memeriksa situasi di dalam hutan.Saat ini, Wira dan lainnya terus bergerak.
Agha tahu betul apa saja yang terdapat di dalam hutan. Makanya, dia merasa heran. Bagaimana bisa ular, serangga, tikus, dan semut menjadi sesuatu yang menakutkan?Sebelum Wendi sempat berbicara, Wira segera menjelaskan, "Kalau tebakanku nggak salah, ular, serangga, tikus, dan semut di dalam pasti menghirup kabut beracun itu. Makanya, mereka semua menjadi aneh dan beracun.""Kalau digigit oleh makhluk-makhluk itu, akibatnya bisa lebih merepotkan daripada dikejar oleh serigala atau harimau. Sepertinya serigala dan harimau meninggalkan tempat ini karena kabut beracun itu, 'kan? Apa aku benar?"Usai berbicara, Wira menatap Wendi. Wendi mengangguk. "Semua yang Tuan Wira katakan benar, memang seperti itu. Jadi, kalau mau masuk, kita harus sangat berhati-hati.""Aku membawa cukup banyak obat-obatan, jadi bisa melindungi kita semua untuk sementara. Tapi, tetap saja aku nggak bisa menjamin keselamatan kalian 100%."Tidak ada yang tahu apakah akan ada bahaya lain yang muncul di dalam sana. Tidak
Saat ini, Wira dan lainnya sedang dalam perjalanan menuju Lembah Duka.Seiring dengan langit yang semakin terang, Wira dan lainnya akhirnya sampai di depan hutan itu.Seperti yang dikatakan oleh Fahri, di depan mereka ada sebuah hutan besar yang tidak terlihat ujungnya. Meskipun sudah pagi, hutan itu tetap memberi nuansa gelap yang agak menakutkan.Meskipun tidak sepenuhnya gelap, jarak pandangnya sangat rendah. Yang paling aneh adalah ... tampaknya ada kabut putih di dalam sana.Hal ini cukup membingungkan. Wira menatap situasi di depan, lalu menatap Wendi di samping. "Sepertinya kami membutuhkan bantuanmu selanjutnya. Kabut di dalam sana sepertinya nggak biasa, 'kan?"Wira sudah berkelana selama bertahun-tahun. Banyak hal yang sudah dilihatnya. Begitu melihat kabut putih itu, dia bisa langsung menebak ada sesuatu yang aneh di dalamnya.Jika mereka masuk dengan ceroboh, mungkin saja mereka akan berakhir dengan nasib yang lebih buruk dari kematian ....Wendi mengangguk perlahan, lalu m
"Apa mereka benar-benar akan mencari masalah denganmu cuma karena perkataan sepihak dari Wira?" tanya Caraka dengan bingung."Sebenarnya, aku memang menyembunyikan banyak hal tentang identitasku dari kalian. Aku memang berasal dari wilayah barat dan juga orang Lembah Duka.""Sayangnya, ada aturan di Lembah Duka yang melarang orang-orang di dalam untuk keluar. Mereka hanya bisa tinggal di dalam lembah.""Ini merupakan pembatasan yang ditentukan oleh penguasa wilayah barat dengan Lembah Duka sejak bertahun-tahun yang lalu. Selama bertahun-tahun, nggak ada yang berani mematahkan kesepakatan ini.""Ini bukan karena orang-orang di dalam sana nggak mendambakan dunia luar, tapi karena ketua lembah saat ini sangat kolot. Jadi, nggak ada yang berani mengganggunya.""Kalau sampai seseorang membuatnya marah, hasilnya akan jauh lebih buruk dari kematian. Aku bahkan harus mengerahkan seluruh kekuatan untuk keluar dari Lembah Duka. Untungnya, aku bisa sampai di sini.""Tapi, kalau mereka tahu ke man