Irsyad tersenyum begitu mendengar perkataan pria itu, lalu berkata, "Hehe, semua orang bilang Wira sulit dihadapi. Kelihatannya, dia juga nggak begitu hebat. Ayah, tapi kita harus tetap berhati-hati terhadap orang ini."Orang yang datang adalah pengurus Toko Uang Tyaga di Provinsi Jawali, Darsono. Toko Uang Tyaga memang diurus oleh beberapa keluarga terhormat, tetapi toko uang di setiap provinsi dipimpin oleh seorang pengurus. Semua kekayaan pengurus juga berada di toko uang ini.Dari keluarga terhormat sampai orang kaya, bisa dikatakan lebih dari setengah kekayaan orang-orang di Kerajaan Nuala dikelola oleh beberapa pengurus ini.Darsono berucap, "Rakyat nggak akan menang melawan pejabat dan orang miskin nggak akan berselisih dengan orang kaya. Wira bahkan nggak memahami prinsip ini. Benar-benar sebuah keajaiban Wira bisa hidup sampai sekarang. Tapi, setelah menyinggung keluarga terhormat, hidup Wira pasti nggak akan lama lagi."Darsono mencibir, lalu berkata dengan datar, "Kali ini,
Wira melanjutkan perkataannya, "Sudahlah. Aku mau batu ini dalam jumlah yang banyak. Setelah itu, angkut semua batu ini ke Kampung Silali. Begitu pula dengan wadah keramik itu."Begitu Wira selesai bicara, Danu masih saja kebingungan. Namun, Danu juga tidak ragu-ragu. Dia langsung mulai bekerja sesuai dengan arahan Wira. Hanya saja, Danu masih belum memahami perihal merebut uang yang dikatakan Wira ........Pada saat yang sama, selembar surat yang dikirim dari Provinsi Jawali dengan burung merpati sampai di Kerajaan Agrel. Di istana kerajaan, Ibu Suri yang memakai jubah merah tersenyum sambil memegang surat itu.Ibu Suri berucap, "Rezim Kerajaan Nuala sudah hampir berakhir. Bisa-bisanya orang yang begitu berbakat bernasib seperti ini. Tapi ... orang ini cukup teguh. Sekalipun begitu, dia juga nggak meninggalkan Kerajaan Nuala."Ibu Suri melanjutkan, "Ternyata dia sama saja dengan Panglima Dirga, setia kepada negara dan baik hati! Kalau kamu nggak putus asa, aku akan membantumu ...."I
Solomon mengangguk. Mereka sudah menantikan hari ini sejak dulu. Asalkan mulai beraksi, mereka bisa langsung mengendalikan pasukan Kota Pusat Pemerintahan Roino.Rendra melanjutkan, "Selain itu, kamu pergi ke Desa Angindra dan panggil beberapa pemimpin itu. Anggota di Desa Angindra memang nggak banyak, tapi kita akan beraksi dulu dari sana. Kita ... juga harus meminjam reputasi mereka."Solomon tertegun sejenak sesudah mendengar ucapan Rendra, lalu bertanya, "Apa ... mereka akan setuju?" Dia tahu bahwa orang-orang di Desa Angindra sangat garang."Kalau kita memberi imbalan yang besar, mereka pasti akan menyetujuinya. Tenang saja, apa kamu pikir mereka sangat senang tinggal di Kerajaan Nuala?" sahut Rendra.Kemudian, Solomon mengangguk dan berujar, "Oke. Ayah, aku tahu apa yang harus kulakukan."Rendra mengiakannya, lalu berucap sambil memandang bulan, "Besok, kendalikan Kota Pusat Pemerintahan Roino. Tapi, jangan bunuh anggota wali kota, cukup ditahan saja.""Meskipun kita berasal dari
Selesai menjelaskan, Wira kembali ke Provinsi Jawali. Kala ini, Danu yang mengikuti di belakang sudah bisa menebak kira-kira apa yang akan dilakukan Wira. Dia pun merasa antusias. Danu bertanya, "Kak Wira, kapan kita akan bertindak?"Wira tersenyum, lalu menjawab sembari memandang Danu, "Kamu cari tahu dulu letak uang perak. Lebih baik buat persiapan. Setidaknya, jangan sampai dia mencurigai kita!"Danu tentu memahaminya. Kemudian, dia mulai diam-diam mengutus Pasukan Zirah Hitam untuk menyelinap ke Toko Uang Tyaga. Pasukan Zirah Hitam adalah orang yang berpengalaman. Bagi mereka, menyerang sebuah kota bukan hal yang sulit. Apalagi, mencari tahu masalah sepele seperti ini.....Saat ini, di luar Desa Angindra, Solomon yang memakai baju zirah perak datang ke tempat ini dengan membawa 1.000 orang prajurit. Barraq dan lainnya yang mengetahui situasi ini merasa terkejut!Barraq berkomentar, "Kita nggak pernah berselisih dengan pasukan Kota Pusat Pemerintahan Roino dan nggak pernah menyingg
Hari ini, Solomon melakukan transaksi dengan beberapa orang di Desa Angindra. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun, setelah Solomon pergi, Haidar, Barraq, dan Kamaludin merasa sangat senang."Nggak disangka, hari kebebasan akan segera tiba!"Mereka bertiga tampak sangat bersemangat."Apa yang harus kita lakukan? tanya Kamaludin dengan tergesa-gesa. Sepertinya dia sudah tidak sabar."Lakukan saja sesuai perintah Tuan Solomon!"....Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang terjadi di Kota Pusat Pemerintahan Roino. Namun saat ini, 30.000 prajurit ditaklukkan oleh Rendra! Kabupaten di Kota Pusat Pemerintahan Roino juga berada di bawah kendalinya.Kantor wali kota langsung dikepung. Nando Batari sedang duduk di halaman belakang. Dia sedang dijaga ketat oleh pasukan militer. Dia menatap Rendra dengan ekspresi terkejut dan tidak percaya. "Rendra, kamu ...." Nando adalah seorang pria yang haus akan kesenangan. Dia tinggal dengan nyaman di Kota Pusat Pemerintahan Roino. Dia awalnya mengira b
Wira sontak tercengang saat mendengar berita ini."Benar ... aku juga heran. Rakyat Desa Angindra juga nggak bodoh. Kenapa mereka harus berbuat seperti ini?" tanya Danu dengan ekspresi bingung. Desa Angindra sepertinya sudah bosan hidup.Desa Angindra selalu hidup dengan aman selama bertahun-tahun. Mereka bisa memiliki pijakan yang kuat karena selalu berwaspada. Mereka juga tidak pernah bertengkar dengan pemerintah dan selalu bersikap baik dengan gubernur setempat. Namun, mereka memberontak sampai datang ke Provinsi Jawali untuk melakukan penjarahan. Bukankah ini jelas-jelas merupakan pemberontakan terhadap pemerintahan? Terlepas dari jumlah pasukan Provinsi Jawali, sekalipun menjarah semua harta rakyat Provinsi Jawali, mereka akan mati dan tidak bisa menikmati hartanya!Jika mengetahui hal ini, pemerintahan langsung mengirim pasukan dalam jumlah yang besar untuk melenyapkan seluruh penduduk Desa Angindra dalam sekejap. "Ya, masalah ini nggak masuk akal. Mereka nggak melawan pemerint
Saat ini, Danu dan lainnya sudah tiba di Toko Uang Tyaga. Meskipun sudah malam, masih ada banyak orang yang menukarkan uang di sini. Sementara itu, Pramana, Fabrian, dan lainnya masuk satu per satu menuju ke gerai yang berbeda. Mereka mengeluarkan uang kertas untuk mulai menukar. "Tuan, mohon tunggu sebentar." Para pejabat kecil ini mengira toko uang akan sepi saat malam hari. Tidak disangka, ternyata begitu banyak orang yang datang!"Cepat, cepat. Aku sedang buru-buru. Kenapa kalian lambat sekali? Bagaimana cara kalian bekerja?" ucap Pramana dengan marah sembari berkacak pinggang. Dia mulai membuat keributan. Para pejabat kecil sontak tertegun sejenak, tetapi mereka tidak berani untuk menyinggung Pramana. Mereka tersenyum dan bergegas mengambil uang perak. Setelah menyerahkan uang perak, Pramana melihat dengan sekilas, lalu berteriak marah, "Kamu jangan main-main denganku. Jumlah uang perak ini nggak sesuai!"Teriakan Pramana membuat para pejabat kecil terkejut. Mereka segera menga
"Kukira Wira ini pria terhormat, nggak kusangka dia akan menyuruh kalian datang mengacau. Kalian pikir dengan berbuat begini, kami akan diam saja?" Irsyad segera melambaikan tangannya dan berkata, "Kalian sengaja datang ke toko kami untuk membuat masalah. Aku persilakan kalian keluar sekarang. Kalau nggak, aku nggak akan segan-segan!"Mendengar ini, Fabrian terbahak, lalu berkata, "Tuan Irsyad, kamu mau menyerangku? Bukannya sombong, tapi aku cukup terkenal lho. Sebaiknya kamu jangan menyentuhku. Kalau kamu berani melakukannya, itu artinya kamu meremehkan istana!"Fabrian sama sekali tidak takut. Dia tahu bahwa para veteran Pasukan Zirah Hitam yang datang bersamanya jago berkelahi. Jika perkelahian benar-benar pecah, mereka pasti bisa mengalahkan para penjaga Toko Uang Tyaga dengan mudah. Namun, hari ini dia datang bukan untuk berkelahi. Tujuannya ke sini adalah untuk mengacaukan situasi di toko uang! Makin kacau makin baik!"Menggelikan, cuma terkenal sedikit saja mau sombong! Aku men
Kedua provinsi memiliki jutaan pasukan. Ditambah dengan bantuan orang-orang dari Lembah Duka, tidak mungkin ada yang bisa menembus benteng mereka. Keselamatan mereka bisa dibilang terjamin.Hanya saja, Wira mengurungkan niatnya. Orang-orang Lembah Duka memiliki kemampuan di luar nalar, bahkan bisa memanggil angin dan hujan. Kehadiran seperti ini tentu sangat menakutkan.Jika benar-benar membawa mereka ke kedua provinsi, mungkin akan menimbulkan masalah yang berujung pada bencana besar. Itu sebabnya, Wira terpaksa menahan dorongannya itu.....Di wilayah barat, di Provinsi Tengah, di sebuah restoran.Dalam beberapa hari terakhir, Panji dan Caraka terus berada di Provinsi Tengah, terus memantau arah gerbang utara.Lembah Duka berada di arah itu, sementara Wira dan lainnya sudah menuju ke sana. Jika mereka kembali, mereka pasti akan melewati tempat itu. Ketika saat itu tiba, mereka akan tahu apakah Wira dan lainnya berhasil memanggil orang-orang dari Lembah Duka atau tidak."Sebelumnya ka
"Ini ide bagus," ujar Wira sambil tersenyum.Setelah mendengar Arie berkata demikian, Wira pun merasa lebih lega. Hanya saja, sebelumnya Wira telah mengajukan saran seperti ini dan Arie menolaknya. Lantas, apa yang membuat Arie tiba-tiba berubah pikiran?Suara Arie kembali terdengar. "Setelah menghabisi Jaran, orang-orang dari Lembah Duka harus kembali. Kalau Fikri ... aku harap kamu bisa membawanya bersamamu.""Sebelum pergi, aku akan berpesan padanya untuk nggak sembarangan menggunakan ilmu sihirnya agar nggak menarik perhatian orang. Kalau kamu menyetujuinya, aku akan membantumu melawan Jaran."Saat ini, Wira akhirnya mengerti alasan Arie mengambil risiko sebesar ini. Jika melibatkan orang-orang Lembah Duka, kemungkinan besar akan menarik perhatian orang-orang di luar. Akibatnya, Lembah Duka akan berada dalam bahaya.Arie melakukan ini demi melindungi anaknya. Jika terjadi sesuatu pada Lembah Duka dan Fikri tidak ada di sini, Arie bisa mati dengan tenang. Siapa juga yang ingin melih
Sejak dulu, semua orang yang ada di sini sepenuhnya bergantung pada Arie. Apa pun yang terjadi, Arie selalu berdiri di depan mereka, membantu mereka mengatasi semua rintangan. Mereka telah terbiasa dengan cara seperti ini."Kuharap begitu. Nggak ada pilihan lain lagi untuk sekarang."Saat mereka berbicara, terdengar suara langkah kaki dari luar pintu. Seorang pria berjalan masuk dengan hormat."Ada apa?" tanya Fikri."Ketua mengundang Tuan Wira ke ruangannya. Katanya ada urusan penting yang harus dibahas," sahut pria itu."Benar, 'kan? Ayahku pasti bisa mendapat ide. Dia mungkin sudah punya solusi sekarang," ujar Fikri sambil tersenyum.Saat keduanya hendak pergi bersama, pandangan pria itu tiba-tiba tertuju pada Firki. Dengan sopan, dia berkata, "Tuan Muda, Ketua beri perintah, cuma Tuan Wira yang boleh masuk. Kamu nggak perlu ikut."Fikri tertegun sejenak. Jelas-jelas akan membahas strategi, kenapa harus disembunyikan darinya? Namun, karena Arie sudah memutuskan demikian, dia hanya b
"Heh." Wira tertawa mengejek, lalu berkata, "Ini justru lebih sulit lagi.""Dia sangat licik, bahkan pintar bersembunyi. Satu-satunya kesempatan terbaik untuk membunuhnya adalah saat kami bertarung hari itu.""Tapi, dia punya kemampuan di luar nalar. Dia mengubah cuaca sesuka hati hingga membuat kami kehilangan kesempatan.""Setelah itu, kami baru tahu kalau dia berasal dari Lembah Duka. Makanya, aku menempuh perjalanan jauh ke sini, berharap bisa mendapat bantuan kalian."Wira tidak menyembunyikan apa pun dan langsung menceritakan semua situasi kepada Arie yang berdiri di depannya. Semua yang dikatakan adalah kenyataan."Biarkan aku berpikir sebentar ...." Arie menghela napas. Tanpa banyak bicara, dia berjalan ke sisi lain. Sebelum pergi, dia tidak lupa memberi instruksi kepada Fikri, "Jaga temanmu baik-baik."Segera, Fikri mengatur tempat tinggal untuk Wira dan lainnya. Tempat ini cukup tua, tetapi masih cukup bersih.Saat mereka berjalan tadi, Wira juga memperhatikan bangunan di sek
"Ketika saat itu tiba, bukannya yang paling menderita adalah orang-orang di Lembah Duka? Karena kamu ada di sini dan pernah berinteraksi dengan Jaran, mari kita diskusi dulu. Mungkin kamu punya cara untuk membantuku mengatasi masalah ini."Bisa dilihat bahwa Arie sama sekali tidak berbohong. Dia benar-benar mencemaskan Lembah Duka. Jika tidak, dia tidak akan bersusah payah seperti ini.Bagaimanapun, putranya ada di sini. Jika orang-orang di atas sana mengambil tindakan untuk membalas dendam, bukan hanya orang-orang di Lembah Duka yang akan mati, tetapi juga satu-satunya putranya ...."Sebenarnya masalah ini sederhana saja. Asalkan kamu meminjamku beberapa orangmu dan aku membawa mereka keluar, mereka seharusnya punya cara untuk melawan Jaran, 'kan? Setelah semua beres, kalian juga nggak perlu cemas lagi. Gimana?"Untuk melawan Jaran yang melarikan diri dari Lembah Duka, mereka hanya bisa menggunakan orang-orang di dalam untuk menurunkan risiko yang ada. Bagaimanapun, mereka sama-sama m
Begitu membahas topik ini, ekspresi Fikri langsung berubah. Langkah kakinya sontak terhenti, lalu dia menoleh menatap Wira."Sepertinya kamu sudah pernah bertemu dengannya?"Pada saat yang sama, seorang pria menghampiri dengan diikuti beberapa orang berjubah hitam.Sosok pria itu memancarkan tekanan yang kuat, membuat suasana menjadi mencekam. Pria itu tidak lain adalah pemimpin Lembah Duka, Arie."Ayah!" Fikri segera maju dan memberi hormat.Di Lembah Duka, sistem hierarki sangat ketat. Meskipun hubungan mereka adalah ayah dan anak, mereka tetap harus menunjukkan rasa hormat yang sesuai.Orang-orang di sekitar segera mengesampingkan pekerjaan mereka dan menghampiri untuk memberi hormat.Sementara itu, Wira tersenyum sopan. "Salam, Ketua. Maaf karena aku datang tanpa izin dan mengganggumu.""Tapi, aku datang demi kesejahteraan rakyat. Bagaimanapun, orang yang meninggalkan Lembah Duka tanpa izin bukan orang yang mudah dihadapi."Saat teringat pada metode Panji, Wira masih bisa merasa ce
Wira mengangguk dengan perlahan, merasa perkataan Fikri cukup masuk akal. Hal ini menunjukkan bahwa yang ada di luar sana hanyalah desas-desus.Fikri melanjutkan, "Mungkin karena kabut beracun di sekitar Lembah Duka, orang-orang pun merasa tempat ini menakutkan. Tapi, semua itu adalah langkah yang terpaksa kami ambil.""Oh? Kenapa begitu?" Wira mengangkat alisnya sambil bertanya.Fikri menjelaskan, "Saat leluhur kami pertama kali datang ke sini, mereka menjalin aliansi dengan wilayah barat. Kami cuma mencari tempat untuk berlindung dan berjanji nggak akan mengganggu kehidupan orang lain.""Selain itu, di Lembah Duka, kami mempelajari ilmu sihir. Jika kami sembarangan muncul, takutnya orang-orang akan merasa terancam, bahkan orang-orang yang berkuasa juga akan merasa takut.""Makanya, kami membuat keputusan untuk tinggal selamanya di Lembah Duka. Mengenai desas-desus yang beredar, mungkin ada yang sengaja menyebarkannya."Ternyata begitu, kini Wira telah mengetahui situasi sebenarnya di
"Baiklah, aku sangat menghargai keberanianmu ini." Pria itu tersenyum, lalu memberi isyarat tangan mempersilakan. "Aku akan pimpin jalan. Kalau kalian percaya padaku, silakan ikut aku.""Ayo." Wira melambaikan tangan ke orang-orang di belakang, memberi isyarat agar mereka mengikuti.Segera, mereka semua berangkat. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang berbicara. Wira dan yang lainnya terus mengikuti langkah kaki pria itu.Setelah berjalan sekitar satu jam, mereka akhirnya tiba di pedalaman hutan. Di sekeliling terdapat bangunan besar yang berdiri kokoh. Meskipun luas, bangunan itu tampak sederhana.Di bawah pimpinan pria itu, mereka segera memasuki Lembah Duka. Di dalam sini seperti dunia yang berbeda. Tampak buah-buahan dan sayuran yang tumbuh dengan subur. Selain itu, terdapat juga banyak ternak yang dipelihara dengan baik.Pantas saja, orang-orang di Lemah Duka tidak pernah keluar dan hidup dengan tenang di sini. Mereka bisa memenuhi segala kebutuhan sendiri tanpa harus bergantung pa
"Kalau begitu, kita bakar saja semuanya. Kalau nggak bisa dibawa pulang, kita bawa saja abu mereka. Ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan untuk sekarang," sahut Wira.Mereka tewas di hutan ini dengan tubuh yang telah dimakan oleh ular, serangga, tikus, dan semut. Hanya dengan menyentuh mayat-mayat ini, Wira dan lainnya bisa berisiko keracunan. Jadi, mereka harus sangat berhati-hati.Membakar mayat-mayat ini adalah satu-satunya pilihan yang bisa dilakukan saat ini.Beberapa orang itu mengangguk. Saat Agha dan Dwija mencari kayu bakar, Wendi mengeluarkan sebotol bubuk dari dalam sakunya."Kalian nggak perlu cari kayu bakar. Aku bisa langsung membakar mayat-mayat ini. Setelah aku taburkan bubuk putih ini, tubuh mereka akan terbakar dengan sendirinya. Setelah itu, kita cuma perlu kumpulkan abu mereka."Setelah mendapat izin dari Wira, Wendi menaburkan bubuk itu. Tidak lama kemudian, mayat-mayat itu terbakar dengan api yang menyala hebat.Meskipun api begitu besar, tidak ada pohon-po