"Kukira Wira ini pria terhormat, nggak kusangka dia akan menyuruh kalian datang mengacau. Kalian pikir dengan berbuat begini, kami akan diam saja?" Irsyad segera melambaikan tangannya dan berkata, "Kalian sengaja datang ke toko kami untuk membuat masalah. Aku persilakan kalian keluar sekarang. Kalau nggak, aku nggak akan segan-segan!"Mendengar ini, Fabrian terbahak, lalu berkata, "Tuan Irsyad, kamu mau menyerangku? Bukannya sombong, tapi aku cukup terkenal lho. Sebaiknya kamu jangan menyentuhku. Kalau kamu berani melakukannya, itu artinya kamu meremehkan istana!"Fabrian sama sekali tidak takut. Dia tahu bahwa para veteran Pasukan Zirah Hitam yang datang bersamanya jago berkelahi. Jika perkelahian benar-benar pecah, mereka pasti bisa mengalahkan para penjaga Toko Uang Tyaga dengan mudah. Namun, hari ini dia datang bukan untuk berkelahi. Tujuannya ke sini adalah untuk mengacaukan situasi di toko uang! Makin kacau makin baik!"Menggelikan, cuma terkenal sedikit saja mau sombong! Aku men
Usai berkata begitu, Fabrian dan yang lainnya bergegas keluar, seolah-olah hendak membantu memadamkan api.Irsyad yang marah pun segera mengutus orang untuk memadamkan api. Namun, semuanya malah jadi kacau balau. Orang-orang Toko Uang Tyaga sendiri sudah mengambil air dengan kalang kabut. Ditambah lagi, Fabrian dan yang lainnya sengaja membuat kekacauan. Terkadang, sebelum mencapai gedung yang dilalap api, air saja sudah tumpah.Irsyad yang melihat situasi ini dari kejauhan langsung naik darah. "Fabrian, kalian ngapain? Cepat pergi! Aku nggak butuh bantuan kalian!" seru Irsyad.Fabrian, Pramana, dan yang lainnya tersenyum mendengarnya. "Kenapa sungkan begitu? Hei, hei ... kenapa jalanmu ceroboh sekali? Kamu menumpahkan air lagi. Cepat ambil yang baru, kalau nggak, gedung ini bisa ludes terbakar!" ujar Fabrian.Irsyad geram sekali dengan situasi ini. Namun, dalam situasi kacau ini, semua orang telah pergi untuk memadamkan api, jadi dia tidak punya cara untuk mengusir Fabrian dan yang la
Danu tersenyum senang karena rencana mereka berjalan sukses. Wira juga mengangguk puas.Saat ini, Mandra dan timnya menunggangi kuda dan bersembunyi di tengah jalan. Hanya ada beberapa kuda dan kereta kosong yang ditinggalkan di dalam gang gelap. Sementara itu, orang-orangnya sama sekali tidak kelihatan.Irsyad dan orang-orangnya segera tiba di gang itu. Salah satunya lantas berseru, "Tuan, di depan ada kereta! Itu kereta para bandit!""Huh! Mereka pasti tahu kalau mereka nggak bisa keluar kota, makanya mereka meninggalkan hasil rampokan dan kabur!" cemooh Irsyad. Kemudian, dia memimpin orang-orangnya untuk memeriksa kereta-kereta itu. Namun, ekspresi mereka seketika berubah."Tuan, cuma ada kotak-kotak kosong di kereta ini, nggak ada ... nggak ada satu keping perak pun di sini!" seru salah satu bawahan Irsyad.Setelah diperiksa, tidak ada sepeser uang pun di belasan kereta itu. Hal ini seketika membuat wajah Irsyad masam."Apa? Nggak ada uangnya? Mustahil!" ujar Irsyad tidak percaya.
Mendengar ini, semua orang sontak tertegun. Mereka kebingungan, tidak mengerti maksud ucapan Wira.Wira memandang mereka sambil tersenyum. Tahu bahwa dia belum bisa menjelaskannya sekarang, dia pun berkata, "Sudahlah, kita bahas sisanya nanti. Sekarang, mari kita siap-siap menyambut tamu."Danu dan yang lainnya seketika tertegun, sementara Fabrian dan Pramana saling memandang. Fabrian lalu berkata dengan kaget, "Maksudnya ... orang dari Toko Uang Tyaga?""Tentu saja, seperti yang kalian bilang tadi, kita meninggalkan begitu banyak petunjuk. Mereka tentu curiga, lalu datang memeriksa ke sini," jawab Wira.Semua orang langsung memasang tampang cemas. Salah satunya tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Terus, kedua kereta ini ....""Keluarga berada mana yang nggak punya dua kereta?" sahut Wira dengan santai. Kemudian, dia menepuk tangan dan berkata, "Terima kasih atas kerja keras kalian hari ini. Sekarang, mari kita rayakan!"Setelah itu, Wira meminta para koki untuk menghidangkan makan
Saat berkata begitu, Wira menatap Irsyad dengan ekspresi mengejek."Tuan Irsyad, turut berduka cita ya. Untungnya, kamu cuma kehilangan uang, nggak hilang nyawa. Syukurlah, syukurlah ...," ujar Wira lagi sambil tersenyum dan menangkupkan tinjunya.Wajah Irsyad tampak luar biasa masam saat membalas, "Wira, kamu masih bisa makan dengan santai di sini?""Kenapa nggak? Waktu mendengar Tuan Irsyad mengalami musibah besar, aku malah kegirangan dan ingin minum dua gelas anggur lagi!" kata Wira sambil terbahak. Ucapan ini membuat Irsyad makin meradang."Huh! Wira, jangan kira aku nggak tahu siapa yang merampokku. Kereta-kereta bandit itu diparkir di dalam gang, tapi nggak ada sepeser uang pun di dalamnya. Sekarang, ada dua kereta di halamanmu. Jadi, pasti kamulah yang merampokku. Aku mau menggeledah rumahmu!" seru Irsyad dengan berang.Puluhan orang di belakang Irsyad melempar tatapan tajam pada Wira. Namun, dia hanya bertanya tanpa peduli, "Aku tanya dulu, apa pangkat Tuan Irsyad di kerajaan?
Ekspresi Irsyad berubah muram mendengar itu. Harus diakui, kata-kata Wira sangat masuk akal. Tindakannya menerobos masuk rumah Wira tanpa bukti atau membawa dokumen resmi tidak bisa dibenarkan.Ditambah lagi, meskipun Wira tidak disenangi istana, dia tetap seorang sekretaris utama tingkat kesembilan. Irsyad memang berisiko dibunuh jika menerobos masuk rumahnya. Biarpun tidak sampai dibunuh, dia juga tidak bisa menuntut jika dilukai."Wira, paling-paling kamu takut, 'kan? Menggelikan. Kalau gitu, aku akan menyuruh seseorang untuk menggeledah rumahmu besok," ujar Irsyad sambil mendengus dingin."Kamu nggak takut aku mengangkut uang emas itu keluar malam ini? Selain itu, apa kamu seyakin itu kalau seseorang bisa diutus untuk menggeledahku besok? Sobat, kamu harus mendapatkan buktinya dulu. Aku tahu Toko Uang Tyaga cukup cakap, tapi nggak semudah itu untuk meyakinkan Lukman," tantang Wira sambil tersenyum sinis.Ekspresi Irsyad sontak berubah muram. Dia menatap Wira dan tiba-tiba merasa ti
"Benarkah? Aku memang nggak berbakat, tapi bisnisku berjalan dengan sangat baik. Kalau nggak, orang di belakang kalian itu juga nggak akan menyuruh kalian untuk menyerangku. Kalian juga nggak perlu menipuku dalam urusan bisnis." Usai mengatakan itu, Wira hanya tersenyum tanpa berbasa-basi lebih lanjut. Dia menoleh, lalu mengambil sumpit dan lanjut menyantap makanannya."Kalau kamu berani bertaruh, buatlah surat perjanjian. Kalau nggak, silakan pergi dan jangan menggangguku yang sedang makan dengan tenang. Karena ada pertunjukan sebagai hiburan kita hari ini ... rasa makanannya menjadi lebih enak," timpal Wira sambil tersenyum. Kemudian, dia mengangkat gelasnya untuk bersulang bersama Fabrian dan yang lainnya.Begitu orang-orang ini mendengar percakapan antara Wira dan Irsyad, mereka sontak merasa lega dan benar-benar rileks sekarang. Satu per satu dari mereka meminum anggur hingga wajahnya tampak memerah.Irsyad berdiri di sana dan mulai merenung. Dia adalah orang yang cerdas dan peka.
Wira sama sekali tidak memedulikan ucapan Irsyad. Sebab, dia tahu bahwa tak peduli apa pun yang dipikirkan oleh Irsyad, pada akhirnya pria itu tidak akan bisa menemukan bukti apa pun.Apalagi, Wira juga menyadari bahwa Irsyad adalah orang yang cerdas. Kelemahan terbesar dari orang cerdas adalah keangkuhan mereka. Dia ingin melihat ekspresi Irsyad yang meragukan dirinya sendiri ketika gagal nantinya. Ini merupakan hukuman terbaik bagi orang cerdas.Sementara itu, Irsyad tentu tidak mengetahui pemikiran Wira. Dia malah duduk sembari menjelaskan, "Itu sangat sederhana. Pertama, kehadiran teman-temanmu selalu sangat kebetulan, baik ketika terjadi kebakaran atau perampokan. Mereka selalu kebetulan muncul dalam dua situasi tersebut. Ini adalah asumsi pertamaku."Mereka tidak mengindahkan perkataan Irsyad. Sebab, semua orang telah memikirkan hal ini sebelumnya dan dugaan tersebut hanyalah asumsi semata.Irsyad melanjutkan, "Kedua, kelompok ini nggak meninggalkan Provinsi Jawali, tapi uang ema
Kedua provinsi memiliki jutaan pasukan. Ditambah dengan bantuan orang-orang dari Lembah Duka, tidak mungkin ada yang bisa menembus benteng mereka. Keselamatan mereka bisa dibilang terjamin.Hanya saja, Wira mengurungkan niatnya. Orang-orang Lembah Duka memiliki kemampuan di luar nalar, bahkan bisa memanggil angin dan hujan. Kehadiran seperti ini tentu sangat menakutkan.Jika benar-benar membawa mereka ke kedua provinsi, mungkin akan menimbulkan masalah yang berujung pada bencana besar. Itu sebabnya, Wira terpaksa menahan dorongannya itu.....Di wilayah barat, di Provinsi Tengah, di sebuah restoran.Dalam beberapa hari terakhir, Panji dan Caraka terus berada di Provinsi Tengah, terus memantau arah gerbang utara.Lembah Duka berada di arah itu, sementara Wira dan lainnya sudah menuju ke sana. Jika mereka kembali, mereka pasti akan melewati tempat itu. Ketika saat itu tiba, mereka akan tahu apakah Wira dan lainnya berhasil memanggil orang-orang dari Lembah Duka atau tidak."Sebelumnya ka
"Ini ide bagus," ujar Wira sambil tersenyum.Setelah mendengar Arie berkata demikian, Wira pun merasa lebih lega. Hanya saja, sebelumnya Wira telah mengajukan saran seperti ini dan Arie menolaknya. Lantas, apa yang membuat Arie tiba-tiba berubah pikiran?Suara Arie kembali terdengar. "Setelah menghabisi Jaran, orang-orang dari Lembah Duka harus kembali. Kalau Fikri ... aku harap kamu bisa membawanya bersamamu.""Sebelum pergi, aku akan berpesan padanya untuk nggak sembarangan menggunakan ilmu sihirnya agar nggak menarik perhatian orang. Kalau kamu menyetujuinya, aku akan membantumu melawan Jaran."Saat ini, Wira akhirnya mengerti alasan Arie mengambil risiko sebesar ini. Jika melibatkan orang-orang Lembah Duka, kemungkinan besar akan menarik perhatian orang-orang di luar. Akibatnya, Lembah Duka akan berada dalam bahaya.Arie melakukan ini demi melindungi anaknya. Jika terjadi sesuatu pada Lembah Duka dan Fikri tidak ada di sini, Arie bisa mati dengan tenang. Siapa juga yang ingin melih
Sejak dulu, semua orang yang ada di sini sepenuhnya bergantung pada Arie. Apa pun yang terjadi, Arie selalu berdiri di depan mereka, membantu mereka mengatasi semua rintangan. Mereka telah terbiasa dengan cara seperti ini."Kuharap begitu. Nggak ada pilihan lain lagi untuk sekarang."Saat mereka berbicara, terdengar suara langkah kaki dari luar pintu. Seorang pria berjalan masuk dengan hormat."Ada apa?" tanya Fikri."Ketua mengundang Tuan Wira ke ruangannya. Katanya ada urusan penting yang harus dibahas," sahut pria itu."Benar, 'kan? Ayahku pasti bisa mendapat ide. Dia mungkin sudah punya solusi sekarang," ujar Fikri sambil tersenyum.Saat keduanya hendak pergi bersama, pandangan pria itu tiba-tiba tertuju pada Firki. Dengan sopan, dia berkata, "Tuan Muda, Ketua beri perintah, cuma Tuan Wira yang boleh masuk. Kamu nggak perlu ikut."Fikri tertegun sejenak. Jelas-jelas akan membahas strategi, kenapa harus disembunyikan darinya? Namun, karena Arie sudah memutuskan demikian, dia hanya b
"Heh." Wira tertawa mengejek, lalu berkata, "Ini justru lebih sulit lagi.""Dia sangat licik, bahkan pintar bersembunyi. Satu-satunya kesempatan terbaik untuk membunuhnya adalah saat kami bertarung hari itu.""Tapi, dia punya kemampuan di luar nalar. Dia mengubah cuaca sesuka hati hingga membuat kami kehilangan kesempatan.""Setelah itu, kami baru tahu kalau dia berasal dari Lembah Duka. Makanya, aku menempuh perjalanan jauh ke sini, berharap bisa mendapat bantuan kalian."Wira tidak menyembunyikan apa pun dan langsung menceritakan semua situasi kepada Arie yang berdiri di depannya. Semua yang dikatakan adalah kenyataan."Biarkan aku berpikir sebentar ...." Arie menghela napas. Tanpa banyak bicara, dia berjalan ke sisi lain. Sebelum pergi, dia tidak lupa memberi instruksi kepada Fikri, "Jaga temanmu baik-baik."Segera, Fikri mengatur tempat tinggal untuk Wira dan lainnya. Tempat ini cukup tua, tetapi masih cukup bersih.Saat mereka berjalan tadi, Wira juga memperhatikan bangunan di sek
"Ketika saat itu tiba, bukannya yang paling menderita adalah orang-orang di Lembah Duka? Karena kamu ada di sini dan pernah berinteraksi dengan Jaran, mari kita diskusi dulu. Mungkin kamu punya cara untuk membantuku mengatasi masalah ini."Bisa dilihat bahwa Arie sama sekali tidak berbohong. Dia benar-benar mencemaskan Lembah Duka. Jika tidak, dia tidak akan bersusah payah seperti ini.Bagaimanapun, putranya ada di sini. Jika orang-orang di atas sana mengambil tindakan untuk membalas dendam, bukan hanya orang-orang di Lembah Duka yang akan mati, tetapi juga satu-satunya putranya ...."Sebenarnya masalah ini sederhana saja. Asalkan kamu meminjamku beberapa orangmu dan aku membawa mereka keluar, mereka seharusnya punya cara untuk melawan Jaran, 'kan? Setelah semua beres, kalian juga nggak perlu cemas lagi. Gimana?"Untuk melawan Jaran yang melarikan diri dari Lembah Duka, mereka hanya bisa menggunakan orang-orang di dalam untuk menurunkan risiko yang ada. Bagaimanapun, mereka sama-sama m
Begitu membahas topik ini, ekspresi Fikri langsung berubah. Langkah kakinya sontak terhenti, lalu dia menoleh menatap Wira."Sepertinya kamu sudah pernah bertemu dengannya?"Pada saat yang sama, seorang pria menghampiri dengan diikuti beberapa orang berjubah hitam.Sosok pria itu memancarkan tekanan yang kuat, membuat suasana menjadi mencekam. Pria itu tidak lain adalah pemimpin Lembah Duka, Arie."Ayah!" Fikri segera maju dan memberi hormat.Di Lembah Duka, sistem hierarki sangat ketat. Meskipun hubungan mereka adalah ayah dan anak, mereka tetap harus menunjukkan rasa hormat yang sesuai.Orang-orang di sekitar segera mengesampingkan pekerjaan mereka dan menghampiri untuk memberi hormat.Sementara itu, Wira tersenyum sopan. "Salam, Ketua. Maaf karena aku datang tanpa izin dan mengganggumu.""Tapi, aku datang demi kesejahteraan rakyat. Bagaimanapun, orang yang meninggalkan Lembah Duka tanpa izin bukan orang yang mudah dihadapi."Saat teringat pada metode Panji, Wira masih bisa merasa ce
Wira mengangguk dengan perlahan, merasa perkataan Fikri cukup masuk akal. Hal ini menunjukkan bahwa yang ada di luar sana hanyalah desas-desus.Fikri melanjutkan, "Mungkin karena kabut beracun di sekitar Lembah Duka, orang-orang pun merasa tempat ini menakutkan. Tapi, semua itu adalah langkah yang terpaksa kami ambil.""Oh? Kenapa begitu?" Wira mengangkat alisnya sambil bertanya.Fikri menjelaskan, "Saat leluhur kami pertama kali datang ke sini, mereka menjalin aliansi dengan wilayah barat. Kami cuma mencari tempat untuk berlindung dan berjanji nggak akan mengganggu kehidupan orang lain.""Selain itu, di Lembah Duka, kami mempelajari ilmu sihir. Jika kami sembarangan muncul, takutnya orang-orang akan merasa terancam, bahkan orang-orang yang berkuasa juga akan merasa takut.""Makanya, kami membuat keputusan untuk tinggal selamanya di Lembah Duka. Mengenai desas-desus yang beredar, mungkin ada yang sengaja menyebarkannya."Ternyata begitu, kini Wira telah mengetahui situasi sebenarnya di
"Baiklah, aku sangat menghargai keberanianmu ini." Pria itu tersenyum, lalu memberi isyarat tangan mempersilakan. "Aku akan pimpin jalan. Kalau kalian percaya padaku, silakan ikut aku.""Ayo." Wira melambaikan tangan ke orang-orang di belakang, memberi isyarat agar mereka mengikuti.Segera, mereka semua berangkat. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang berbicara. Wira dan yang lainnya terus mengikuti langkah kaki pria itu.Setelah berjalan sekitar satu jam, mereka akhirnya tiba di pedalaman hutan. Di sekeliling terdapat bangunan besar yang berdiri kokoh. Meskipun luas, bangunan itu tampak sederhana.Di bawah pimpinan pria itu, mereka segera memasuki Lembah Duka. Di dalam sini seperti dunia yang berbeda. Tampak buah-buahan dan sayuran yang tumbuh dengan subur. Selain itu, terdapat juga banyak ternak yang dipelihara dengan baik.Pantas saja, orang-orang di Lemah Duka tidak pernah keluar dan hidup dengan tenang di sini. Mereka bisa memenuhi segala kebutuhan sendiri tanpa harus bergantung pa
"Kalau begitu, kita bakar saja semuanya. Kalau nggak bisa dibawa pulang, kita bawa saja abu mereka. Ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan untuk sekarang," sahut Wira.Mereka tewas di hutan ini dengan tubuh yang telah dimakan oleh ular, serangga, tikus, dan semut. Hanya dengan menyentuh mayat-mayat ini, Wira dan lainnya bisa berisiko keracunan. Jadi, mereka harus sangat berhati-hati.Membakar mayat-mayat ini adalah satu-satunya pilihan yang bisa dilakukan saat ini.Beberapa orang itu mengangguk. Saat Agha dan Dwija mencari kayu bakar, Wendi mengeluarkan sebotol bubuk dari dalam sakunya."Kalian nggak perlu cari kayu bakar. Aku bisa langsung membakar mayat-mayat ini. Setelah aku taburkan bubuk putih ini, tubuh mereka akan terbakar dengan sendirinya. Setelah itu, kita cuma perlu kumpulkan abu mereka."Setelah mendapat izin dari Wira, Wendi menaburkan bubuk itu. Tidak lama kemudian, mayat-mayat itu terbakar dengan api yang menyala hebat.Meskipun api begitu besar, tidak ada pohon-po